Monday, January 28, 2019

Tentang seorang Yusril



Yusril lahir di Lalang, Manggar, Belitung Timur5 Februari 1956. Ayahnya bernama Idris Haji Zainal Abidin. Ibunya  bernama Nursiha Sandon. Keluarga dari pihak ayahnya berasal dari JohorMalaysia. Kakek buyutnya, Haji Thaib, merupakan seorang bangsawan Kesultanan Johor. Sedangkan ibunya berasal dari Aie TabikPayakumbuhSumatera Barat. YIM menyelesaikan pendidikan sarjananya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan juga menekuni ilmu filsafat di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Kemudian ia mengambil gelar Master di University of the Punjab, Pakistan (1985) dan gelar Doktor Ilmu Politik di Universitas Sains Malaysia (1993). Yusril juga sempat belajar singkat selama setahun di Akademi Teater di Taman Ismail Marzuki. Mungkin darah seni dari ayahnya turun ke dia.

Menjelang hari hari kejatuhan Soeharto, YIM adalah orang yang selalu ada disebelah Soeharto. YIM menjadi penasehat politik dan hukum pak Harto dalam menghadapi proses suksesi kepemimpinan. YIM juga ring satu Pak Harto yang menjadi rujukan bagi tokoh primodial seperti Gus Dur, Amin Rais dan juga elite politik Golkar termasuk militer. Jadi YIM sangat mengenal peta politik sejak kejatuhan Soeharto sampai kini. Karena sebagian besar tokoh Politik dan militer yang sekarang ada , adalah juga bagian dari konspirasi menjatuhkan Soeharto. Agenda YIM adalah persatuan Umat islam dibawah bendera Majelis Syuro Muslimin Indonesia ( Masyumi ). Dia sangat terinspirasi akan sosok tokoh Masyumi yaitu Muhammad Natsir.

Ada cerita setelah Soeharti jatuh, Habibie mempersiakan UU Pemilu yang baru agar lebih demokratis, yang memungkian hadirnya multi partai. Saat itu ada wacana dari Amin Rais untuk mempersatukan Golongan Islam dalam satu partai. Semua sepakat dengan wacana itu. Mereka mengusulkan di hidupkan lagi Partai Masyumi. Namun entah mengapa, Amin Rais sendiri yang mengingkari berdirinya partai Masyumi. AR mendirikan PAN dengan basis dukungan dari Ormas Muhammadiah. Langkah ini tentu di ikuti oleh Gus Dur yang membentuk PKB. Dalam NU sendiri pecah dengan adanya PPP. Bahkan Muhammadiah juga pecah dengan hadirnya partai Matahari terbit. YIM kecewa tentunya. Dia akhirnya mendirikan juga partai. Namanya partai Bulan Bintang (PBB). 

Pemilu 1999 semua elite partai Islam kebingungan. Mengapa ? yang menang adalah PDIP. Kemanangan ini mudah ditebak karena pecahnya persatuan umat islam. Saat itulah AR tampil dengan gagasan persatuan Umat islam. Dia mengusulkan agar semua partai Islam di DPR bergabung dalam Poros Tengah. Usul ini tidak disetujui oleh YIM. Menjegal Megawati adalah agenda utama AR. AR pun jadi tokoh yang mempersatukan partai islam itu dalam koalisi menjatuhkan Mega di DPR/MPR. Saat itu politik sempat memanas. Kader PDIP seluruh indonesia siap konplik horisontal bila Megawati gagal jadi Presiden. AR mulai tersudut. Dia sendiri tidak berani maju sebagai presiden karena situasi itu. Dalam situasi tidak menentu itulah AR mencalonkan Gus Dur. YIM menolak. Karena tahu hidden agenda AR. Terbukti benar. Gus Dur di jatuhkan ditengah jalan oleh Amin di MPR. Tetapi TNI mengarahkan kekuasaan kepada Megawati bukan kepada AR yang ketua MPR.

YIM merupakan penyokong utama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi Presiden. Ketika SBY mundur dari jabatan Menteri pada Maret 2004, Yusril sepakat bekerja sama dengan SBY. Apalagi SBY sepaham dengan dia yaitu membangun partai nasionalis religius dibawah bendera PD. Sebulan kemudian Yusril semakin menunjukan kedekatannya dengan mendukung pasangan SBY-Jusuf Kalla. Dengan jaringan network ormas islam yang dimilikinya, YIM berhasil menarik massa islam ke kubu SBY. Bahkan walau Mega didampingi oleh ex Ketua Umum NU, tetap tidak ada artinya. Terpilihnya SBY dalam Pemilu 2004, menjadikan dia sebagai President Man. Pemilihan anggota  kabinet dia ikut menentukan bersama sama dengan SBY dan JK.

Tapi kemitraan politik itu hanya berlangsung  dua tahun. Tahun 2007 YIM di keluarkan dari Kabinet.  Banyak rumor negatif seputar YIM. Apalagi ketika itu ada kasus pencairan dana Tommy Soeharto di BNP Paribas berkat bantuan dari YIM.  Namun sebenarnya, ketidak sukaan YIM akan sikap SBY yang melakukan pembiaran terhadap Partai Islam koalisi PD yang opporntunis. Sementara sikap nasionalisme mereka sangat rendah. Ini merupakan prinsip dari YIM.  YIM juga berada di balik adanya  ijtima Ulama yang di sponsori oleh Presidiun Alumni 212. Alasannya demi persatuan Umat. Tetapi dia kecewa karena ijtima ulama memilih pasangan Prabowo-Sandi sebagai Paslon yang diusung ulama.  Mengapa ? karena karena dia kenal betul siapa Prabowo. Dia mencium ada hidden agenda yang berbaya bagi NKRI. 

Kalau sekarang YIM menggunakan Partai nya untuk mendukung Jokowi-Ma’ruf Amin itu lebih kepada kepentingan nasional. Agar umat islam dapat berperan lebih dalam pembangunan nasional dalam bingkai NKRI, Pancasila dan UUD 45. Agar umat islam tidak focus kepada program langit namun gagal melaksanakan misi di Bumi. Agar islam itu sebagai kekuatan spiritual untuk lahirnya perdamaian dan kemakmuran bagi bangsa Indonesia. Selain itu dia menempatkan dirinya sebagia politisi profesional dan juga pengacara profesional. Kedekatan YIM kepada Jokowi bukanlah bersifat pragmatis . Walau keduanya punya cara berbeda dalam memperjuangkan persatuan islam namun kedua punya punya prinsip yang sama, yaitu NKRI, dan Pancasila. Itulah perekatnya.

Monday, January 21, 2019

Memimpin dengan kearifan lokal.



Waktu makan malam kemarin dengan global pertners saya dari London, ada yang menarik. Dia mengatakan bahwa kemarin waktu pelepasan global Bond yang di sponsori oleh Inalum terlihat pasar cepat sekali bereaksi positip. Padahal banyak global Bond punya Perusahaan Eropa engga dilirik oleh investor. Penyebabnya Eropa memang sedang mengalami perlambatan ekonomi. Masalah sudah menjadi rumit. Bukan hanya soal moneter tetapi sudah sampai ke struktural. Akan butuh waktu lama mengembalikan zona Eropa seperti era tahun 90an. Kini dan kedepan adalah era Asia. China, India, Korea, dan Indonesia akan memimpin perubahan zaman. Katanya.

Tetapi yang menarik adalah fenomena pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Secara struktural ekonomi Indonesia tidak banyak berubah sejak 10 tahun lalu. Masih bertumpu kepada komoditas tradsional. Tetapi mengapa Indonesia bisa tetap tumbuh diatas 5%? Padahal zona Asia semua menurun. Menurutnya adalah Jokowi effect. Sejak tampilnya Jokowi ke panggung politik nasional lewat demokrasi langsung, orang menilai bahwa sumber daya alam Indonesia akan menjadi penyeimbang kekuatan sumber daya modal globa bila di kelola oleh orang yang profesional dan tidak terjebak dengan oligarki politik yang koruptif.

Nah ini saya mulai exciting mendengar analisanya. Saya siap menyimak.

Mengapa ? Kapasitas ekonomi nasional Indonesia masih dibawah 30%. Perhatikan uang beredar terhadap PDB. Artinya masih ada 70% lagi yang belum di garap. Peluang tumbuh semakin besar. China kini sedang suffering karena kapasitas ekonomi nasional sudah diatas 100%. Ekonomi china sudah melambat. Tidak akan bisa tumbuh diatas 7%. Nasipnya akan sama dengan Jepang dan AS sekarang. Hanya masalah waktu itu akan terjadi. Indonesia punya bonus dengan besarnya orang muda usia produktif. Ini potensi besar sekali menuju negara industri lewat relokasi industri dari negara maju. Likuiditas pasar uang di Indonesia paking likuid. Tingkat yield obligasi paling menarik dibandingkan negara lain. Itu karena struktur lembaga keuangan Indonesia yang sehat. CAR perbankan Indonesia terbaik di bandingkan negara lain.

Nah ini di pantau dengan baik oleh pemain pasar. Makanya sejak Jokowi mencalonkan sebagai presiden tahun 2014 pasar uang dan modal bergairah. Investor asing paling aktif membeli. Tiga tahun dia berkuasa Index BEJ tembus 6000. Bayangkan berapa besar mereka untung. Tahun ini perhatikan bagaimana semangatnya investor asing masuk ke pasar obligasi Indonesia. Arus modal asing meningkat terus. Pemain pasar global sangat mengerti potensi Indonesia dan sangat yakin Jokowi akan terpilih lagi tahun 2019 ini. Dan belajar dari tahun 2014, pemain lokal engga mau lagi ketinggalan. Engga mau lagi wait and see seperti tahun 2014. Mereka ikut meramaikan bursa.

“ Bagaimana dengan dukungan dari negara Eropa kepada PS? Tanya saya.

“ Ah mereka badut politik yang masih berpikir seperti era tahun 90an. Saat sekarang kekuatan ada dipasar. Akal sehat. Oligarki poltik global udah engga laku lagi sejak mereka gagal melakukan recovery akibat jatuhnya pasar CDS di Eropa tahun 2008. Sejak mereka gagal menjaga stabilitas harga minyak. Sejak mereka menjadi biang masalah sosial akibat masuknya banyak imigran dari timur tengah. Sebagai akibat adanya konplik regional di timur tengah. Pasar ingin Indonesia menjadi landing pesawat ekonomi global yang sedang di landa turbulensi. Ya setidaknya ada soft landing. “

Saya terhenyak. Mitra global saya ini wanita usia 40 an. Dia memang ahli trading khususnya mutual fund berbasis komoditas.

“ Yang hebatnya, Jokowi memimpin dengan kearifan lokal. Tidak berkiblat atau mengekor ke barat atau ketimur. Dia menawarkan sesuatu yang baru. Membangun peradaban dengan prinsip kedamaian. Kolaborasi, sinergi. Keseimbangan dalam keadilan. untuk Indonesia baru, untuk dunia yang lebih baik. Pidatonya dalam sidang tahunan IMF membuat dunia terhenyak.”

Sunday, January 20, 2019

Uang ?




Seorang teman aktifis islam mengatakan bahwa rezim Riba tidak akan pernah diberkati Allah. Pasti akan hancur. Liatlah sekarang dunia sedang krisis. Itu karena rezim Riba. Saya hanya tersenyum. Saya katakan bahwa kalau persepsi kamu uang era sekarang sama dengan emas, tentu akan rancu menterjemahkan Riba. Mengapa? Kalau kamu pinjamkan uang Rp. 1 juta ke orang dengan janji akan dia kembalikan setahun kemudian Rp, 1 juta juga. Kamu beralasan tampa bunga. Agar terhindar dari Riba. Tetapi untuk kamu ketahui bahwa saat akad dibuat, kamu memang tidak makan bunga. Tetapi orang yang pinjam itu mendapatkan bunga secara terselubung. Kok bisa?. Ya uang yang ada sekarang itu kan nilainya turun karena waktu. Itu karena faktor inflasi. Keliatannya dia mengembalikan sama jumlah uangnya. Namun sesungguhnya dia mengembalikan kurang dari nilai nominal yang ada.

Mengapa di era Nabi Riba dilarang. Karena ukurannya adalah barang atau emas. Waktu itu belum ada sistem mata uang fiat dimana nilai uang itu ditentukan oleh kebijakan pemerintah. Yang terkait dengan kebijakan moneter dan fiskal. Mengapa harus pakai fiat kalau itu tidak sesuai dengan Sunah Rasul ? saya katakan bahwa kalau kita pakai emas, mana cukup emas untuk menampung transaksi untuk populasi manusia yang miliaran seperti sekarang. Dan lagi tidak semua negara menguasai tambang emas. Sebagian besar tambang emas sekarang di kuasai oleh Swasta. Kan engga lucu kalau peradaban modern mata uangnya tergantung dengan pengusaha tambang. Kan bisa kacau dunia. Jadi menurut saya keberadaan uang fiat itu bukan karena islam tidak mendapat ruang dalam sistem ekonomi. Tetapi karena proses sejarah. Slow motion yang terjadi dengan sendirinya sebagai proses sunatullah.

Jadi bagaimana menyikapi fenomena Riba itu ? Ya harus kembali kepada hakikat. Bahwa uang itu bukan tujuan tetapi hanyalah alat. Kita harus bisa membedakan mana uang untuk bisnis dan mana untuk sedekah. Ukurangnya adalah niat. Memberikan pinjaman untuk bisnis adalah cara berbagi dan meringankan orang lain. Mendapat pinjaman bisnis adalah ujian menjaga amanah dan akhlak. Kalau orang pinjam nilainya tidak seberapa. Untuk kebutuhan hidup. Anggap saja sedekah. Ikhlaskan saja kalau tidak dikembalikan dan tetap doakan agar orang itu dimudahkan Tuhan mendapatkan rezeki. Jadi kembalikan kepada Akhlak.

Faktanya banyak negara hancur karena utang. Banyak pengusaha hancur karena utang.Banyak rumah tangga hancur karena utang. Katanya. Saya katakan bahwa bukan utang sebagai penyebab, Tetapi akhlak orang yang berutang dan memberi utang yang salah. Sifat rakus. Itu penyebabnya. Mengapa ? bagaimanapun lebih banyak orang yang sukses dan tertolong karena hutang daripada yang gagal dan hancur. Hampir semua bisnis saya dibangun dari utang. Apakah saya stress ? engga. Karena saya tidak pernah anggap uang itu sebagai tujuan tetapi liabilities dihadapan manusia dan Tuhan. Makanya saya tidak perlu merasa jadi orang kaya apalagi terhina dibilang miskin oleh orang lain. Selagi kreditur dan Oma happy dengan saya, itu sudah cukup bagi saya.

Damai itu adalah berkah.



Tahun 1984 tragedi Tanjung Priok saya berada ditengah tengah konplik antara penguasa dan rakyat. Siapalah saya. Anak muda usia 21 tahun yang sedang berjuang di rantau mencari jati diri. Hanya karana saya aktif dalam pengajian tarikat dan tepat pada saat pengerebekan oleh aparat saya kebetulan sedang berada di lokasi. Saya merasakan siksaan demi siksaan dengan tuduhan yang merendahkan harkat dan martabat saya sebagai umat Islam. Setelah sekian hari, sayapun dilepas. Namun itu memberikan pelajaran mahal bagi hidup saya selanjutnya. Bahwa jangan pernah melawan penguasa. Jangan!. Selagi mereka di pilih karena konsesus orang banyak, patuh lah. Walaupun sistem sangat menindas para pembangkang.

Setalah itu sayapun focus kepada hidup saya pribadi. Bagaimana saya bisa mandiri tanpa perlu bergantung kepada manusia apalagi kepada penguasa. Cukuplah Tuhan tempat saya bergantung. Namun dalam bisnis berkali kali saya jatuh karena kebijakan rezim Soeharto yang cenderung monopoli dan penuh dengan KKN. Saya tetap punya perasangka baik. Tidak pernah saya mengeluh. Setiap pemilu saya tetap memilih. Pilihan saya adalah partai persatuan pembangunan ( PPP). Tidak pernah saya golput. Saya tahu kemungkinan menang sangat kecil tetapi saya bersyukur pemilu ada. Dengan itu saya punya setitik harapan untuk berjuang melakukan perubahan lewat demokrasi.

Ketika PDI dalam munas menunjuk Megawati sebagai ketua umum. Saya tentukan pilihan saya kepada PDI. Mengapa ? Alasannya karena kezoliman demi kezoliman di hadapi Megawati. Ketika itu praktis kekuatan partai Islam dan ormas Islam sudah berada di lingkaran Soeharto. Megawati menghadapi rezim tidak dengan mengerahkan massa. Dia tempuh jalur hukum walau kecil sekali akan menang. Namun Mega telah melakukan pendidikan politik yang hebat. Bahwa kalau mencintai negeri ini, apapun itu jangan pernah tidak percaya dengan Hukum. Walau akhirnya Mega kalah tetapi pendidikan politik tercipta dan semangat perubahan terjadi. Puncaknya rakyat bersama mahasiswa berani melalui aksi secara kolosal menduduki gedung parlemen. Soeharto jatuh.

Ketika PDIP menang Pemilu, saya terharu melihat ketegaran hati Mega yang dijegal dalam voting pemilihan presiden di MPR. Mega tanpak tegar dikalahkan oleh Amin Rais dkk dalam poros tengah. Padahal PDIP Partai pemenang pemilu. Gus Dur yang terpilih sebagai presiden. Kemudian pemilu berikutnya saya tetap memilih Megawati. Kalah berhadapan dengan SBY. Berikut nya tahun 2009 kalah lagi. Saya tetap tidak kehilangan harapan. Tahun 2014, Mega mundur dalam kontestan Pilpres. Yang maju adalah Jokowi. Saya tetap memilih Jokowi. Melihat koalisi gemuk dibelakang PS, saya tetap punya harapan. Akhirnya Jokowi menang tipis atas PS. Mega berhasil menempatkan seorang tukang kayu yang bukan elite partai. Bukan Jendral ke panggung poltik nasional. Menjadi presiden dengan populasi nomor 4 terbesar di dunia. Tampilnya Jokowi memberikan harapan kepada semua anak bangsa untuk bisa menjadi Presiden. Siapapun itu.

Saya hadir dalam aksi 411 dan 212. Bukan karena saya pendukung aksi. Saya hanya mau lihat dengan mata kepala. Apakah Jokowi sama dengan Soeharto? Saya terharu. Bukan karena jumlah massa yang banyak tetapi karena tidak ada satupun peluru tajam keluar dari moncong senjata. Walau hujatan kepada Jokowi begitu mengerikan. Hampir tidak bisa dipercaya orang teriak agama tetapi mengumpat dan mengancam. Semua selesai dengan Happy ending. Ulama dan pemeintah semakin akrab. Kemitraan yang terhormat atas nama kebaikan dan kebenaran. Yang membuat saya terharu lagi adalah last to minute Megawati menunjuk KH Ma’ ruf Amin sebagai cawapres mendampingi Jokowi Pilres 2019. Tak pernah terbayangkan era Soeharto ini bisa terjadi. Seorang ulama jadi calon orang nomor dua di republik ini.

Jokowi hebat namun tanpa sentuhan hati seorang Mega, seorang ibu, engga mungkin pemerintah Jokowi begitu tegarnya untuk terus berupaya membangun persatuan, memadukan perbedaan melalui pendekatan cinta. Itulah yang kadang membuat kita salah menilai seakan Jokowi lemah. Bagi Mega tidak ada musuh. Semua adalah anak bangsa. Semua punya hak demokrasi. Indonesia harus dibangun dengan semangat kemandirian dan kepedulian kepada kaum duafa. Jokowi telah mentunaikannya selama 4 tahun ini walau dihantam badai fitnah tak henti.

Saya tidak berharap proteksi bisnis dalam program ekonomi Jokowi. Saya tidak punya bisnis rente. Tidak juga memanfaatkan hubungan pertemanan dengan elite partai untuk bisnis. Saya bukan kader partai. Saya pilih Jokowi hanya karena tidak ingin ada kekerasan atas nama hukum. Apalagi kekerasan karena alasan politik. Cukuplah generasi saya yang pernah merasakan. Damai itu mahal sakali. Berkah tak terbilang. Jagalah itu.

Thursday, January 17, 2019

Mengalah, bukan kalah.



Mungkin ada sebagian anda yang sebagai anak tertua harus berkorban demi adik adik agar mereka jadi sarjana dan anda harus cari uang membantu orang tua membiayai adik adik. Mungkin ada pengusaha harus jual harta pribadinya untuk membayar gaji karyawan agar perusahan tetap jalan. Mungkin ada juga yang harus rela berpisah dengan kekasihnya demi kebaikan masa depan kekasihnya. Mungkin juga mengorbankan kebebasan pribadinya setelah dia menjadi ibu rumah tangga dimana harus focus mengurus suami dan anak-anak. Artinya pengorbanan bukanlah sesuatu yang langka. Dapat terjadi kepada siapa saja asalkan dihati orang masih ada bahasa cinta.

Dalam kehidupan yang lebih luas dalam hal apapun , dimanapun, akan selalu ada orang harus mengalah dengan cara mengorbankan dirinya. Soal bagaimana dan seberapa berat pengorbanan itu tergantung persepsi masing masing. Yang jelas ketika orang harus berkorban maka itu terjadilah. Itu kehendak Tuhan sebagai bentuk kecintaan Tuhan kepada dirinya. Ahok dari awal sangat yakin dia akan menang. Elektabilitas dan popularitas nya sangat tinggi bila dibandingkan dengan paslon lainnya. Namun akhirnya harus kalah maka itu adalah sebuah pengorbanan untuk sesuatu yang lebih besar nilainya. DKI hanyalah sebuah kota dan Ahok sudah buktikan pengorbanannya. Dan disaat dia harus berkorban lebih besar untuk Indonesia, dia tidak akan ragu karana itu.

Lantas siapa yang mengorbankannya ? Ahok mengorbankan dirinya sendiri lewat proses politik yang ada. Mengapa ? Ahok adalah pemain politik yang sangat paham percaturan politik yang dimainkan oleh para elite partai. Ibarat pemain bola dia tahu kemana arah bola akan dioper oleh temannya dan tahu dimana dia harus berada agar memberikan peluang bagi temannya untuk bebas memasukan bola ke gawang, untuk akhirnya memenangkan permainan.. mengapa saya katakan itu ? Karana dia petanaha yang menguasai akses ke semua infrastruktur politik dan birokrasi di DKI. Menjelang hari H pilakda DKI, Mike wakil presiden AS memastikan berkunjung ke Indonesia. Setelah itu catur yang sudah dalam formasi dirombak total olek elit partai. Konsesus senyap terjadi. Ahok tidak berdaya. Dia sadar ini saat nya dia berkorban. Malam sebelum Pemilih DKI masuk ke bilik suara, Ahok sudah tau dia akan kalah. Makanya kekalahan itu bisa dia terima. Akhir babak kita tahu bagaimana tenangnya Ahok meninggalkan balaikota dan menerima keputusan hakim sebagai terpidana.

Kita yang orang awam tidak akan bisa menerima kenyataan politik bagaimana orang sebaik itu harus dikorbankan. Tetapi kita lupa bahwa Ahok di usung oleh PDIP yang punya target memenangkan Jokowi dalam periode kedua. Dan memastikan PDIP sebagai pemenang pemilu 2019. Kalau Ahok menang ongkos politik akan sangat mahal menjaga stabilitas politik akibat emosi agama menjadi kayu bakar yang akan membuat api semakin besar berkobar. Dan AS ada dibelakang paslon ASU yang siap menjadikan Indonesia Suriah kedua. Sementara keadaan ekonomi butuh stabilitas politik untuk proses recovery akibat ulah SBY.

Dengan naiknya ASU, proses politik memotong kaki lawan politik dapat terjadi efektif bedasarkan UU. Proses menjadikan Jokowi untuk menang semakin terbuka sejak Wowo bertemu secara pribadi dengsn LBP untuk menjadi Capres. Bayangkan kalau yang maju capres adalah HRS dan anggota dewan syuro PKS. Kita akan menghadapi goncangan politik keras sekali. Engga bisa santai lagi di Cafe sambil minum kopi ngetawain kaum Kampret lewat sosmed. Ahok tidak kalah. Dialah pemenang sesungguhnya. Hanya Tuhan yang bisa membalas pengorbanan itu dengan sebaik baiknya pahala.

Kalau ahoker golput maka dia sebenarnya membuat pengorbanan Ahok sia sia. Mereka tidak mengenal siapa sebenarnya Ahok. Ingat ungkapa bijak orang china “ awalnya membangun jalan itu memang sakit dan luka. Namun dengan terbukanya semak belukar jalan pun tercipta”

Sunday, January 13, 2019

Menolong kaum duafa.


Tahun 2011, saya ada janji dengan teman banker untuk meeting di sebuah Hotel. Dengan menggunakan taksi saya menuju tempat meeting itu. Saya merasakan kendaraan berjalan dengan lambat dan tidak stabil. 
“ Bapak engga apa apa ? 
“ Eh ya pak. Engga apa apa.” Kata supir dengan terkejut. 
“ Kenapa jalannya lambat.?
“ Ya pak. Maaf saya sempat bengong tadi. Baik pak. “ katanya kendaraan kembali melaju dengan agak cepat. 
“ Bengong kenapa ?
“ Hmmm “ Terdengar seperti ragu untuk mengatakannya. Saya diamkan saja. 
“ Saya bingung dengan anak saya. " katanya kemudian. " Sudah saya bilang engga usah lanjutin ke universitas. Tetapi dia tetap ngotot juga. Seminggu lalu dia diterima di universitas negeri. Saya engga punya uang untuk bayar.” Katanya. Saya diam saja. Bayangan saya ada seorang anak yang sedang bertarung dengan nasipnya. Untuk masa depannya. Tanpa sedikitpun mengkawatirkan akan keadaan ayahnya yang tidak ada uang. Tekadnya untuk sekolah lebih karena ingin perubahan terhadap nasip keluarganya.
“Anak bapak terima dimana ?
‘ Ini pak. “ Kata supir taksi itu memperlihatkan dokumen kepada saya. Itu dokumen dari universitas yang menyatakan putranya lulus test. Dan syarat yang harus dipenuhi. 
“ Pak, ini ada uang dollar. Bapak tukar di money changer. Jumlahnya cukup untuk bayar uang kuliah anak bapak” Kata saya ketika hendak turun. Di tas saya memang selalu ada uang dollar. “ Dan ini ongkos taksi saya.” sambung saya. Keluar dari taksi itu. Supir taksi itu mengejar saya “ Kenapa bapak bantu saya? 
“ Bukan saya. Tetapi Tuhan. Itu uang titipan Tuhan. Semoga bermanfaat. Saya doakan agar anak bapak bisa terus kuliahnya.” 

Supir taksi itu menyalami saya dengan airmata berlinang. Sayapun berlalu. Bagi saya, putranya pantas mendapatkan itu. Ayahnya memang mengeluh dengan keadaanya tetapi tidak menadahkan tangan. Itu pesan cinta dari Tuhan kepada saya. Dan lagi putranya terima di perguruan tinggi Negeri. Tidak mudah orang bisa masuk PTN. Lah saya aja gagal. Kalau empati saya tidak tergerak membantunya , entah manusia macam apa saya ini. Mungkin Tuhan akan mengutuk saya karena kufur nikmat.

Orang tua saya menasehati saya " ada tiga hal yang kalau orang datang ke kamu tidak boleh menghindar atau punya alasan untuk menolak. apa itu? pertama, bayar sewa rumah, bayar biaya pendidikan, bayar biaya kesehatan. Mengapa ? siapapun itu kalau sampai dia datang ke kamu itu karena dia menggadaikan kehormatannya. Kehormatan itu diberikan Tuhan kepada dirinya. Karena tidak ada lagi yang dia miliki maka itulah yang dia gadaikan. Kalau sampai kamu tolak maka itu sama saja kamu menolak kehadiran Tuhan. Kamu menolak menjadi agent Tuhan untuk tegaknya keadilan Tuhan. " Saya bukan orang kaya. Juga bukan orang mudah keluar uang untuk hal yang engga jelas. Tetapi untuk tiga hal itu, saya tidak bisa menolak.

Saya menolak pemberian uang tunai karena alasan kemiskinan. Seperti program BLT. Tetapi saya tidak akan menolak bila uang itu untuk program yang jelas. Mengapa ? Memberi uang tanpa program kepada orang duafa sama saja memberi racun kepadanya. Menanamkan budaya malas. Tidak mendidik. Tetapi memberikan bantuan akses kepada pendidikan itu sama saja memberinya akses kemandirian. Memberinya akses kesehatan, memberinya harapan. Memberinya akses tempat tinggal memberinya kekuatan untuk berkembang. Makanya saya terharu dengan program Jokowi. Program keluarga harapan. Program ini memberikan bantuan berupa akses kepada kesehatan dan pendidikan bagi keluarga duafa, yang jumlahnya bisa mencapai Rp. 9 juta. Tentu selektif dan massive. Ada 10 juta orang duafa terseleksi dapat program ini. Tentu mereka berterimaksih kepada Jokowi. Doa mereka mengalahkan ribuan ulama. Kemenangan kita ada pada sikap kepedulian kita kepada kaum duafa. Itu janji Tuhan. Yakinlah!

Thursday, December 27, 2018

Saling menolong



Ketika fajar menjemput, membuat saya terjaga. Dari jendela kamar saya tatap langit yang masih kelabu, menanti penuh matahari bersinar sebentar lagi. Entah mengapa saya ingin berdoa tentang banyak hal, namun doa itu hanya sampai di kerongkongan. Saya terdiam malu menatap diri saya sendiri ketika saya meminta kepada Tuhan, akhirnya saya berguman “ Ya Allah, bebaskan aku dari kebencian kepada makhlukmu. Kebencian karena apapun sebabnya. Karena selagi aku masih punya rasa benci, tak akan pantas aku menyebut namamu, apalagi menyembahmu.”
***
Sehabis sholat subuh dari masjid ,saya jalan kaki bersama istri ke luar dari komplek perumahan. Berjalan 30 menit. Istri mengajak saya mampir kewarung yang dikerumuni orang banyak dan antirian panjang. Warung itu menjual nasi ulam.Menunya hanya sambel ,lalapan, telur atau tempe. Pelanggannya umumnya adalah buruh pabrik dan orang pinggiran. Lantas apa yang menarik dari warung ini ? harga sebungkus nasi hanya Rp 5000. Warung buka hanya 2 jam setelah sholat subuh.Pemilik warung adalah pak haji. Dia berdagang masih menggunakan pakaian sholatnya.Peci haji dan sarung,baju koko. Wajah pak haji nampak tak lepas dari senyum ramah melayani semua pembeli.

“ Apakah untung ? Tanya saya.
" kagak untung lah. Rugi dapatnya. Tapi ada aja hamba Allah yang mau urunan. Kata pak haji tersenyum sambil melirik kearah istri saya. Seusai pesan dua bungkus istri saya memberi uang satu lembar warna merah dan berlalu " Terimakasih Bu haji. Semoga berkah" Kata pak haji pedagang warung itu. Saya takjub melihat cara istri saya. Karena mungkin ada beberapa hamba Allah yang juga sama dengan istri saya membayar lebih tanpa bertanya dan minta uang kembalian.

Ketika menuju pulang " Coba dech pah kalau tadi kita makan di restoran, uang segitu memang bisa bikin kita kenyang tapi ...hanya kita yang kenyang.". kata istri saya dengan tersenyum indah. Saya mengangguk.

Saya memulai kehidupan dalam komunitas saya. Keluar rumah , saya berjalan kaki ke pangkalan Ojek. Baru melihat saya nongol ditikungan jalan, tukang Oject yang lagi mangkal langsung semua berdiri dan selalu diiringi dengan senyuman. Biasanya mereka adu cepat menawarkan diri dalam suasana berkompetisi. Namun kali ini , mereka serentak menawarkan ojek salah satu temannya. ” Pak Haji, naik ojek dia aja ” kata mereka serentak. Saya tidak tahu mengapa begitu.

Dengan bismillah, saya ikut saja. Dalam perjalanan, tukang ojek itu cerita tentang uang sekolah anaknya belum bayar. Dalam hati saya tersenyum. Tahulah saya mengapa teman temannya minta agar saya naik ojek dia. Setelah turun dari ojek, saya membayar ongkos oject dan tip untuk uang sekolah anaknya. Tahap awal perjalanan, saya menyaksikan kebersamaan dari komunitas terkecil dilingkungan terdekat saya. Mereka tahu temannya punya masalah dan mereka peduli dengan temannya.

Dari pinggir jalan raya, saya naik angkot. Seperti biasanya, supir angkot tidak akan pergi sebelum penumpang penuh. Siang itu udara cukup panas. Tapi tidak ada satupun penumpang angkot yang mengeluh dengan ulah supir angkot yang tak beranjak pergi sebelum penuh. Setelah cukup lama menanti, akhirnya supir angkot menyerah untuk terus berangkat walau penumpang belum penuh.

Dalam perjalanan menuju terminal, matanya dengan awas melirik disetiap mulut gang. Berharap ada penumpang yang melambaikan tangan minta ditunggu. Feeling nya cukup kuat, bila dia yakin ada calon penumpang akan keluar dari gang, dia akan menunggu dengan sabar. Kembali kami para penumpangpun harus ikhlas menunggu dalam kepanasan. Tidak ada gerutu atau kesal. Apa yang saya rasakan bahwa komunitas ”bawah” terlatih sabar dengan sarana ala kadarnya. Pemberi jasa maupun penerima jasa , sadar sesadarnya untuk saling memaklumi. Memang aturan tertip dijalan dilanggar, namun Polisi hanya melihat tanpa berbuat sesuatu untuk menegur. Hukum boleh berkata tapi realita menghapus hukum itu sendiri.

Setelah turun dari Bus Way di terminal Pasar Baru, saya berjalan kaki ke Mesjid Istiqlal untuk sholat Lohor. Dekat lapangan banteng, langkah saya terhenti melihat disamping halte dua orang anak manusia sedang makan siang. Satu bungkus nasi dimakan berdua. Mereka tidak memperdulikan hilir mudik orang berjalan. Siang ini mereka menikmati makan siang dari rezeki yang mereka terima.

Saya melihat dari kejauhan ada temannya menghampiri mereka yang langsung ditawari makan. Nasi bungkus itu yang hanya berisi tempe dan tahu, dibagi untuk tiga orang. Maka pesta makan siang berlangsung dengan keringat mengalir dikening mereka. Mereka makan dengan lahapnya. Saya tahu bahwa mereka adalah kelompok urban yang hidup melata di Jakarta dengan tanpa penghasilan tanpa hope. Tapi mereka tetap bertahan, karena...kebersamaan. Saling berbagi dengan iklas. Sedikit didapat ,sedikit itulah dibagi.

Seusai sholat lohor, saya makan siang di warteg dekat Mesjid Istiqlal. Selama saya makan saya melihat orang sehabis makan hanya dicatat oleh tukang warteg tanpa membayar sama sekali. Ketika saya tanya, petugas warteg itu mengatakan itu catatan bon ( hutang makan ) yang akan dibayar kelak. Tentu setelah yang berhutang punya uang ( entah dari mana karena tidak punya sumber panghasilan tetap ).

Saya tertegun. Sebuah jalinan kebersamaan yang luar bisa dan hampir tidak ditemui dalam dunia kapitalis. Komunitas yang akrab lahir batin. Pedagang warteg itu telah bertindak sebagai undertaker dan juga provider sosial tanpa ada insetif permerintah, tanpa UU dan Peraturan. Walau setiap hari ada petugas kota memungut retribusi namun dia sadar hanya masalah waktu tempatnya akan digusur oleh PEMDA demi ketertiban kota dan tentu hutang pelanggan akan sulit ditagih. Dia mengambil resiko demi komunitasnya terdekatnya.

Saya membaca koran di tangga Mesjid Istiqlal. Ada artikel menarik tentang seseorang yang mantan pedagang kaki lima, mengorganisir pedagang kaki lima untuk membangun Mall Modern. Tidak ada bantuan pemerintah, tidak ada bantuan perbankan, tidak ada bantuan developer komersial. Mall terbangun berkat kebersamaan pedagang kaki lima. Maka jadilan Mall modern pertama di Indonesia yang dibangun oleh komunitas pedagang kaki lima. Mal terbangun untuk menampung komunitas PKL dan otomatis mereka terangkat dari status informal menjadi formal.

Saya termenung, dan akhirnya saya bertanya kepada Tuhan” Begitu banyak penderitaan dan kekurangan dalam hidup kebanyakan orang tapi mereka tetap melangkah di bumiMu tanpa ada takut, dan selalu punya harapan. Mengapa ?“

“ Karena Aku menanamkan cinta didalam hati mereka untuk membebaskan mereka dari kebencian, agar mereka saling tolong menolong. Ingatlah bahwa semua bukan karena apa yang dirasakan, dilihat tapi begitulah cara Aku berkuasa dan mencintai mereka, menguji siapa yang paling ikhlas diatara mereka.”

Kualitas elite rendah..

  Dari diskusi dengan teman teman. Saya tahu pejabat dan elite kita   berniat baik untuk bangsa ini. Namun karena keterbatasan wawasan dan l...