Masa kecil saya akrab dengan
orang orang miskin. Walau saya sekolah di SMA yang sebagian besar
muridnya berasal dari keluarga middle class
namun sahabat sejati saya justru adalah remaja miskin yang hidup sebagai kuli di pasar ikan. Karena kehidupan jalanan kadang dia juga melakukan kejahatan kecil seperti mencopet. Dia juga buta hurup. Walau kami bersahabat namun dia dengan dunianya dan saya dengan dunia saya. Saya tidak pernah memaksanya belajar membaca
atau berhitung. Saya tidak pernah memintanya berhenti menjadi preman. Namun disetiap kesempatan dia menunjuk sesuatu
dan bertanya kepada saya apa yang tertulis.Saya akan mengeja tulisan itu, dan
berharap dia mengenal satu persatu hurup yang tertulis. Ketika melihat jejeran
botol diwarung minuman, dia minta saya menghitung botol itu. Saya akan
menjawabnya dengan menulis diatas meja setiap bilangan itu. Setiap menjelang
maghrib, saya sudah ada di masjid dekat rumah saya, dan dia menunggu saya
diluar masjid. Entah mengapa , berlalunya waktu dalam kebersamaan degannya,
akhirnya dia bisa membaca ,berhitung dan
bisa sholat. Ketika tamat SMA , saya pergi merantau dan dia tetap di kota
saya. 10 tahun kemudian sejak perpisahan
dengan saya, dia telah menjadi masinis kapal dan berlayar ke berbagai kepulauan
Indonesia. Kini telah lebih dari 30
tahun dan rambut kami sudah mulai memutih.Dia sudah punya cucu, demikian juga
saya. Ada rasa puas tak terbilang ketika
dia berkata “ andaikan dulu bukan kamu sahabat saya, mungkin saya membusuk di
dalam penjara. Berkat kamu, saya bisa membaca, berhitung dan sholat, sehingga saya bisa belajar untuk melihat dunia
dan bijak.Alhamdulilah.
Saya punya teman di China. Sedari
kecil dia tidak pernah mengenal agama. Suatu saat mengatakan kepada saya bahwa dia sudah muslim. Bagaimana sampai dia bisa memeluk agama Islam?Siapa yang telah
mempengaruhinya?. Walau dia sahabat saya dalam dunia bisnis namun saya tak
pernah mempengaruhinya untuk masuk Islam. Menurutnya itu berawal karena sifat saya. Bahwa ada banyak pertanyaan tentang saya. Bagaimana mungkin dalam situasi tersulit saya tidak nampak resah?.
Tidak berusaha mencari hiburan memanjakan diri padahal saya mampu untuk
memanjakan diri? Tidak berusaha marah padahal saya pantas untuk marah?. Tidak
kecewa padahal saya pantas untuk kecewa?.Tidak tertawa padahal saya pantas
tertawa?. Selalu sholat walau dimanapun berada. Selalu terbuka bersahabat dengan siapapun. Selalu menghindari pertengkaran yang tak perlu. Demikian pertanyaan membuncah dalam dirinya terhadap saya. Dia yakin bahwa yang membentuk karakter saya adalah agama yang saya anut. Itulah yang mendorong tekadnya untuk belajar tentang Islam. Dia berusaha
mencari tahu sendiri. Ternyata lebih satu tahun dia mempelajari agama islam.
Lewat internet, dia mendalami agama islam. Berkat search engine google , setiap
pertanyaannya dapat segera terjawab lewat tulisan dijejaring sosial dalam
bahasa inggeris. Akhirnya dia sampai pada kesimpulan untuk memilih Islam
sebagai pedoman hidupnya.
Apa kesimpulan mendasar yang dia
dapat dari mempelajari Islam? . Dia mengatakan bahwa Islam adalah agama cinta.
Bukan agama sesembahan seperti yang diyakini agama lainnya. Apapun amalan yang
kita lakukan akan kembali kepada diri kita sendiri. Berkat cinta Allah, Dia
memberi manusia kecintaan akan harta dunia ( QS. Alil- Imran (3): 14 ) dan juga
kecintaan akan sesuatu yang berlebihan ( QS. AL Fajr (89) : 20 ). Padahal ini
jalan membuat manusia lupa akanNya. Bijaknya Allah, Dia pun mengirim Rasul
untuk menyampaikan kabar gembira bagaimana caranya mengelola kecintaan
kepada dunia itu tidak sampai membuat manusia lupa akan cintanya kepada Allah.
Kalaupun ada ketentuan punishment ( neraka ) dan reward ( sorga), itu bukanlah
platform beragama. Karena itu tak lain cara Allah menempatkan system
pengelolaan melekat pada diri manusia agar tetap berkiblat kepada Allah. Jadi , Islam
bukanlah agama yang dipenuhi oleh euforia metafora akan sorga, bukan pula agama
yang menjadi teror akan neraka. Bukan!. Islam adalah agama cinta dan kasih
sayang untuk mengenal Allah dan kembali kepada Allah dalam kadar kesempurnan
sebaik baiknya ciptaaan Allah. Semua selain Allah adalah ciptaan. Setiap
ciptaan tidak ada yang abadi juga tentu tidak sempurna. Namun yang pasti tidak
ada pencipta membenci ciptaannya. Demikian uraian teman saya itu. Saya
terpesona dengan ungkapanya itu.
Saya tidak pernah sungkan
berteman dengan orang non islam. Mitra
business saya sebagian besar etnis china yang
bukan muslim. Ada juga yang beragama kristen,katolik. Saya juga berteman
dengan orang syiah dan Yahudi. Namun saya tetap Islam. Saya tidak memuja mereka karena kekayaannya atau
karena mereka membantu saya dalam bisnis. Tapi saya bekerja keras untuk menjaga
commitment business dengan mereka. Saya sangat senang bila ada orang yang mau besilahturahmi dengan saya. Saya selalu senang menerima tamu. Siapapun
yang datang akan mendapatkan tempat terhormat walau dia buta hurup
,miskin. Mengapa? Ibu saya menasehati saya,
jangan kamu hina orang duafa dengan cara menceramahinya tapi bantulah mereka dengan harta yang kamu punya. Jangan kau hina orang yang berbeda paham denganmu sehingga kamu mengecapnya
kafir tapi bersabarlah. Jangan kau hina orang bodoh dan berakhlak buruk dengan hujatan, tapi nasehatilah dengan sabar. Bertemanlah dengan siapapun dengan niat baik. Tunjukan kepada mereka bahwa kamu
peduli. Kamu harus mampu merebut cintanya. Itu hanya mungkin bila akhlakmu
baik. Apabila kamu telah merebut cintanya maka jalan hidayah terbuka bagi
mereka. Mereka akan datang kepadamu tanpa sungkan untuk bertanya tentang "kebenaran". Bila mereka
bertanya maka jawablah dengan bijak tanpa terkesan mengguruinya.
Jadi hanya akhlak pribadi ihsan yang bisa merubah orang lain. Nabi telah mentelandankan betapa agung akhlaknya sehingga bisa merubah mental kaum arab yang jahiliah menjadi berakhlak Al Quran. Islam tidak dibesarkan oleh retorika, kehebatan pidato diatas panggung tapi oleh akhlak cinta dan kasih sayang para pengikutnya.
Jadi hanya akhlak pribadi ihsan yang bisa merubah orang lain. Nabi telah mentelandankan betapa agung akhlaknya sehingga bisa merubah mental kaum arab yang jahiliah menjadi berakhlak Al Quran. Islam tidak dibesarkan oleh retorika, kehebatan pidato diatas panggung tapi oleh akhlak cinta dan kasih sayang para pengikutnya.