Sunday, June 29, 2014

Revolusi mental...

Ketika Deng Xiaoping awal berkuasa di China, dia mengumpulkan seluruh cerdik pandai. Yang tersisa diseluruh china hanya 1000 orang. Sisanya mati karena revolusi kebudayaan. Pada waktu itu Deng tak gentar untuk membangun cina walau kas kosong dan banyak industry yang lebih banyak buruh dibandingkan produksi serta 90 % rakyat china hidup dibawah garis kemiskinan. Ketika ditanya, apa modalnya? Deng menjawab yaitu Taoism dan Confucianism. Komunisme harus berjalan diatas akar budaya china yang berlandaskan kepada Taoism dan Confucianism. Ketika Iran melakukan revolusi dan menjadikan AS musuh utama, Iran tidak punya apa apa untuk membangun. Ladang minyak warisan Syah Iran tak bisa memompa minyak karena alat alatnya di embaro oleh AS/Barat. Kas Negara hampir kosong karena bantuan dana dari international di embargo, sementara dana keluarga syah di bekukan oleh AS. Khomeini ditanya apa modal Iran untuk membangun ? Jawabnya adalah Al Quran dan Hadith. Ketika Ghandi melakukan revolusi damai bersama 99% rakyat india buta hurup dan miskin, orang bertanya apa modalnya untuk membangun india ? jawabnya adalah “Agama dan Budaya “ Ketika Indonesia merdeka, 90% rakyat hidup dibawah garis kemiskinan. Ketika ditanya apa modalnya untuk membangun ? para pendiri Negara kita menjawabnya “ Agama dan Budaya.”

China, India, Iran, adalah tiga Negara yang berhasil membangun dengan berlandaskan kepada akar ( agama ) dan budaya. Ini disebut dengan istilah geopolitik. Napoleon sebagai pencetus ide nasionalisme pernah mengatakan “ Rezim boleh berganti namun gunung tetap ditempatnya”. Artinya antara budaya dan agama tidak bisa pisahkan. Fitrah manusia ketika diciptakan Allah diberi software NEED dan untuk mengelola NEED itu diperlukan agama. Agama sebagai akar dan budaya sebagai pohonnya. Tak akan hidup dan tegak pohon itu bila tidak ada akar. Inilah hakikat manusia. Agama berkata , adat memakai, maka jadilah dia sebagai sebuah program yang bernama idiologi. Idiologi inilah yang menjadi indentitias umat dan sekaligus eksistensi manusia sempurna.Bila kesempurnaan itu ada pada manusia maka segala hal didunia ini tidak ada yang sulit. Hanya butuh waktu, proses sunattullah akan berjalan dengan sendirinya untuk pemenuhan NEED itu. Kesalahan terbesar bangsa kita adalah melepaskan akar ( agama ) dan budaya dalam membangun peradaban. Demokrasi yang kita tempuh melahirkan sikap pragmatisme. Mereduksi nilai nilai agama dan budaya.Akibatnya  terjadi degradasi moral dan akhlak.Indentitas bangsa yang terbentuk dari karakter bangsa yang penuh toleran, kasih sayang atas dasar gotong royong telah tereliminasi oleh budaya sekterian, individualisme, menolak doing by process tapi too good to be true.

Saya teringat ketika satu hari terjadi dialogh dengan salah seorang professor di China, tentang “apakah Neoliberalisme itu?”. Sang professor tidak merespons cepat apa yang saya tanya. Tapi saya melihat ekspresi wajahnya yang murung. Matanya memerah menahan geram. Tapi akhirnya dibalik geramnya itu dia berkata bahwa Neoliberalisme adalah teori yang paling brengsek dari ekonom tolol, kebodohan penguasa yang buta masalah sosial. Bencana besar manajemen politik melebihi bencana alam dan menciptakan perbudakan secara systematis dimana uang sebagai tuan diatas segala galanya. Negara yang kita cintai terjebak dalam permainan ala kapitalisme itu. Uang sudah diperdagangkan, Riba sudah menjadi permisif. Ketamakan sudah menjadi air susu ibu. Individualisme menjadi kepribadian untuk aman dalam putaran waktu. Ya, mind corruption , memang dahsyat menghancurkan peradaban. Itu semua karena pejabat public tidak sadar bahwa hakikat mereka terpilih sebagai pemimpin adalah mengemban amanah yang harus dipertanggung jawabkan dihadapan Tuhan. Mereka hanya bercermin kepada realitas yang harus tunduk kepada capitalism tanpa berbuat apapun. Maka jadilah masyarakat dan bangsa terjajah dalam segala hal. Sangat sulit kemerdekaan dibidang ekonomi dapat tercipta ditengah budaya mind corruption ini.

Sistem kapitalisme adalah mind corruption yang berskala predator. Mereka yang menguasai tekhnologi menuntut diadakannya perlindungan akan hak paten.Pejabat yang berkuasa memenuhi hak mereka dengan UU dan peraturan , lengkap dengan ancaman penjara bagi yang melanggar. Tapi pada waktu bersamaan , pemilik paten menjadikan tekhnologi sebagai cara untuk memeras konsumen. Mereka bebas menentukan harga sesukanya, dengan alasan kebebasan pasar ( free market). Perhatikanlah , tak ada satupun linked produk ( bahan pendukung industri , pertanian, IT , pertambagan ) yang tak dikuasai oleh pemilik tekhnologi. Mereka adalah Trans National Corporation (TNC). Mereka kuat dibidang riset dan pendanaan. Dengan sistem kapitalisme mereka hidup menjadi diktator ekonomi dan memaksa semua negara tunduk dengan mereka. Bukan hanya dalam bidang tekhnologi linked produk, Dalam dunai keuangan pun sama. Semua produk investasi pasar uang dan modal berbasis kepada kekuatan lingkaran pemilik modal kelas dunia. Tak mungkin saham bisa laku deras bila tidak di underwrite oleh Fund Manage kelas dunia. Tak laku asuransi dijual bila tidak didukung reinsurance kelas dunia. Tak laku clearing house bila tidak didukung oleh international clearing house. Tak laku mata uang bila tidak didukung oleh mata uang asing seperti Dollar, euro.

Semua itu tidak datang dengan sendirinya. Ia datang karena kekuasaan yang melahirkan kebijakan dalam bentuk UU dan Peraturan. Dua jenderal memimpin negeri ini; Soeharto enam setengah periode dan SBY dua periode , telah berhasil menanamkan platform pembangunan seperti itu dan kalau besok kita pilih lagi presiden dari jenderal maka kita ikut  membiarkan itu terjadi tanpa ada kemauan untuk berubah menjadi lebih baik.  Yang dapat kita rasakan kini dan besok adalah semakin tergantungnya kita dengan kekuatan modal dan tekhnologi ,yang sebagian besar mereka orang Asing dan bermental penjajah. Mereka menjajah kita lewat penguasaan akan barang dan jasa. Semakin hari semakin membuat kita tergantung seiring dengan semakin mahalnya barang dan jasa itu. Pengalaman masa lalu kita dipimpin para jenderal bukan hanya merusak indentitas bangsa tapi juga merusak budaya bangsa. Padahal kemajuan suatu negara tergantung dari kekuatan budaya lokal menyelesaikan masalah kesehariannya. Kita harus kembali menempatkan akar ( agama) yang benar agar pohon ( budaya ) dapat tumbuh pada tempat yang benar dan untuk tujuan yang benar.

Karenanya penyelesaian masalah bangsa ini harus melalu revolusi mental dengan pendekatan kepada moral budaya dan agama. Seperti ungkapan Robert Bala Alumnus Universidad Pontificia de Salamanca dan Universidad Complutense de Madrid "Agama selain bagai elang (águila) yang terbang dengan idealisme spiritual yang tinggi untuk mencapai kesempurnaan pribadi, tetapi juga membumi bagai induk ayam (gallina) yang terlibat secara etis pragmatis dalam keseharian."Artinya bagaimana gerakan dakwah agama bisa melahirkan semangat kemandirian ditengah masyarakat. Bagaimana mentranformasi dari masyarakat yang nrimo, apatis ,pesimis, korup menjadi masyarakat yang progressive, passion, berikhsan. Merebut kemerdekaan memang mudah namun mempertahankan kemerdekaan jauh lebih tidak mudah. Karena cobaanya tidak datang dari lawan tapi dari diri kita sendiri, nafsu kita. Kalau proses ini dijalani, impian akan surga sudah akan terwujud kini dan di sini. 

1 comment:

Rinaldy Roy said...

KEKUATAN TERBESAR bangsa Indonesia KEYAKINAN KEPADA BERKAH RAHMAT ALLAH swt yang telah membebaskan rakyat Indonesia dari belenggu penjajahan.

Sedangkan ,ANCAMAN TERBESAR bangsa Indonesia adalah RASA HASAD (Al Qur'an, S Al Falaq) . Nabiyallah Adam as dan Iblis laknatullah pun tak sanggup mensterilkan rasa hasad ini sehingga terusir dari taman firdaus. Rasa Hasad ini menggerogoti rasa persatuan dan kebersamaan sehingga berpecah belah dan saling menjatuhkan dalam mewujudkan visi dan misi NKRI yaitu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kualitas elite rendah..

  Dari diskusi dengan teman teman. Saya tahu pejabat dan elite kita   berniat baik untuk bangsa ini. Namun karena keterbatasan wawasan dan l...