" Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir" ( Surat Yusuf ayat 87)
***
Bulan lalu kakak ipar saya meninggal dalam usia 61 tahun. Yang saya tahu bahwa seumur hidupnya tidak pernah sakit parah. Dia tidak ada penyakit genetic seperti kolestrol, asam urat , diabetes. Jadi wajar bila berita kematiannya membuat saya terkejut, apalagi menurut cerita bahwa hanya satu hari dia diopname di rumah sakit, nyawapun melepas dari raganya. Jauh sebelum dia meninggal, saya memang melihat wajahnya semakin pudar. Saya tahu bahwa dia lelah dan merasa kalah dalam usia menjelang senja. Karena melihat keadaan anak anaknya yang tak ada satupun yang mapan. Kehidupan ekonominya yang juga semakin buruk. Sementara istrinya kena diabetes yang berkali kali masuk rumah sakit. Dia pernah mengatakan dia merasa putus asa. Sejak itulah , dia acap murung dan menyalahkan orang lain. Padahal semua masalah dia menjadi tanggungan istri saya, termasuk masalah anak anaknya selalu pada akhirnya diselesaikan oleh istri saya. Berkali kali saya katakan agar dia bersabar dan melihat hikmah atas setiap masalah yang datang. Dia tidak perlu kawatir. Dia masih punya rumah. Masih punya keluarga. Kalau ada masalah yang tak bisa diatasi, keluarga besar selalu ada untuk membantu. Ini nikmat yang luar biasa dari Allah kepadanya. Dia harus bersukur. Tapi dia tidak melihat itu semua.
Memang seumur hidupnya dia bekerja keras untuk membahagiakan keluarganya. Semua cara dia lakukan untuk kemajuan usahanya. Kadang saya perhatikan dia tidak peduli lagi akan resiko. Namun ketika sedang menuju puncak , akhirnya jatuh tersungkur begitu saja. Dia tidak menyerah. Dia bangkit lagi. Berjuang lagi dan akhirnya jatuh lagi. Saya senantiasa memberikan semangat agar dia terus berjuang dan berjuang sampai ajal datang. Tapi berjalannya waktu menuju usia Imenjelang senja ini dia merasa tak ada lagi kekuatan untuk berbuat seperti dulu. Baginya , masa lalu yang suram dan masa kini tetap suram maka masa depan yang belum terjadi dianggapnya juga suram, maka hilanglah harapan. Ketika orang kehilangan harapan maka separuh jiwanya sudah mati. Mengapa ? Karena harapan adalah sesuatu yang baik. Bahkan sangat baik. Ia menuntun kita dalam gelap dan membawa kita melewati onak dan blukar kehidupan. Dengan harapan membuat kita hidup. Kita bergerak. Ketika orang berputus asa maka kreatifitas nya juga mati. Semangatnya juga mati. Karena putus asa berhubungan dengan hilangnya harapan.
Begitu pentingnya harapan itu bagi jiwa manusia maka dengan kasih sayangNYA Allah berfirman "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, 'Tuhan kami ialah Allah,' kemudian mereka meneguhkan pendirian, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), 'Janganlah kamu merasa takut (menghadapi masa depan) dan janganlah kamu bersedih hati (terhadap masa lalu)'; dan gembirakanlah mereka dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu." (QS Fushshilat: 30). Bagi orang beriman ,tak ada istilah putus asa. Tak ada yang perlu dicemaskan, juga tak perlu sedih hati. Mereka yakin bahwa Allah Maha kasih lagi penyayang, dan rahmat-Nya meliputi segenap alam, Makanya perlunya agama untuk memaknai setiap yang terjadi sehingga tertanam sikap sabar. Penyebutan sabar dalam Al-Qur`an tidak kurang dari tujuh puluh kali, dan seluruh nya dalam bentuk pujian dari Allah. Di antaranya, menghubungkan kesuksesan dengan kesabaran (QS. Ali Imran ayat 200), menghubungkan kepemimpinan dalam agama dengan kesabaran dan keyakinan [QS. Sajdah ayat 23].
Manusia diciptakan atas skenario Allah [QS. Al-Hadid :22-23] dengan peran yang sangat mulia yaitu tempat Allah membanggakan ciptaanNYA kepada makluk lainnya ( Shaad:71-72). Artinya manusia adalah makluk yang sangat istimewa. Karenanya saya yakin sekali bahwa siapapun dia akan mendapatkan sesuatu sesuai dengan kadar tekad dan semangatnya. Orang yang benar-benar ingin menggapai satu tujuan, pasti akan mengoptimalkan segala daya upaya dalam mewujudkannya. Segala yang berpotensi menghalangi pencapaiannya, akan disingkirkan, demi mempercepat dan melempangkan jalan menuju tangga kesuksesan yang selama ini diidamkannya. Detik-detik waktunya selalu disibukkan dengan hal tersebut. Mencari-cari kesempatan dan sarana yang bisa membantu pencapaian keberhasilannya. Pikiran dan kata hatinya juga larut dengannya. Karena ia mengetahui, “keberhasilan sesuai dengan kepenatan yang dilalui”. Proses itu dilalui dengan keyakinan bahwa apapun yang terjadi maka itu adalah pesan dari Allah agar bila berhasil dia harus bersyukur dan bila gagal dia harus bersabar untuk mencari jalan lain. Soal waktu bila sukses itu akan datang,tIdak usah dipikirkan. Tetap yakin bahwa just the matter of time will be success. Sesungguhnya Allah menepati janji lagi jujur. Siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Itulah seharusnya yang menjadi pegangan kita orang beriman sampai ajal menjemput.
Berdasarkan pengalaman dari teman teman dan keluarga yang saya ketahui bahwa apabila seseorang sudah tidak lagi punya harapan maka hanya masalah waktu dia akan Allah panggil pulang. Umurnya menjadi pendek. Itulah yang saya katakan kepada kakak ipar saya. Dia sulit memahami itu. Orang yang cerdas lagi pintar tahu makna hidup, ia akan memikirkan perintah Allah, pelaksanaannya dan taufik dariNya, bukan menunggu-nunggu jaminan dariNya. Sesungguhnya, berputus asa karena hopeless merupakan kerugian yang tidak bisa diukur dengan materi. Berpikir positif dan semangat untuk berkompetisi harus selalu menyala dalam kalbu setiap muslim, jangan sampai pudar. Demikian juga, hendaknya kita melihat limpahan nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tidak pernah putus. Terutama nikmat iman dan Islam. Kalaupun Allah Subhanahu wa Ta’ala menunda kenikmatan yang lain, bila kita mau jujur, kenikmatan yang sudah kita terima dariNya masih jauh lebih banyak...
Memang seumur hidupnya dia bekerja keras untuk membahagiakan keluarganya. Semua cara dia lakukan untuk kemajuan usahanya. Kadang saya perhatikan dia tidak peduli lagi akan resiko. Namun ketika sedang menuju puncak , akhirnya jatuh tersungkur begitu saja. Dia tidak menyerah. Dia bangkit lagi. Berjuang lagi dan akhirnya jatuh lagi. Saya senantiasa memberikan semangat agar dia terus berjuang dan berjuang sampai ajal datang. Tapi berjalannya waktu menuju usia Imenjelang senja ini dia merasa tak ada lagi kekuatan untuk berbuat seperti dulu. Baginya , masa lalu yang suram dan masa kini tetap suram maka masa depan yang belum terjadi dianggapnya juga suram, maka hilanglah harapan. Ketika orang kehilangan harapan maka separuh jiwanya sudah mati. Mengapa ? Karena harapan adalah sesuatu yang baik. Bahkan sangat baik. Ia menuntun kita dalam gelap dan membawa kita melewati onak dan blukar kehidupan. Dengan harapan membuat kita hidup. Kita bergerak. Ketika orang berputus asa maka kreatifitas nya juga mati. Semangatnya juga mati. Karena putus asa berhubungan dengan hilangnya harapan.
Begitu pentingnya harapan itu bagi jiwa manusia maka dengan kasih sayangNYA Allah berfirman "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, 'Tuhan kami ialah Allah,' kemudian mereka meneguhkan pendirian, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), 'Janganlah kamu merasa takut (menghadapi masa depan) dan janganlah kamu bersedih hati (terhadap masa lalu)'; dan gembirakanlah mereka dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu." (QS Fushshilat: 30). Bagi orang beriman ,tak ada istilah putus asa. Tak ada yang perlu dicemaskan, juga tak perlu sedih hati. Mereka yakin bahwa Allah Maha kasih lagi penyayang, dan rahmat-Nya meliputi segenap alam, Makanya perlunya agama untuk memaknai setiap yang terjadi sehingga tertanam sikap sabar. Penyebutan sabar dalam Al-Qur`an tidak kurang dari tujuh puluh kali, dan seluruh nya dalam bentuk pujian dari Allah. Di antaranya, menghubungkan kesuksesan dengan kesabaran (QS. Ali Imran ayat 200), menghubungkan kepemimpinan dalam agama dengan kesabaran dan keyakinan [QS. Sajdah ayat 23].
Manusia diciptakan atas skenario Allah [QS. Al-Hadid :22-23] dengan peran yang sangat mulia yaitu tempat Allah membanggakan ciptaanNYA kepada makluk lainnya ( Shaad:71-72). Artinya manusia adalah makluk yang sangat istimewa. Karenanya saya yakin sekali bahwa siapapun dia akan mendapatkan sesuatu sesuai dengan kadar tekad dan semangatnya. Orang yang benar-benar ingin menggapai satu tujuan, pasti akan mengoptimalkan segala daya upaya dalam mewujudkannya. Segala yang berpotensi menghalangi pencapaiannya, akan disingkirkan, demi mempercepat dan melempangkan jalan menuju tangga kesuksesan yang selama ini diidamkannya. Detik-detik waktunya selalu disibukkan dengan hal tersebut. Mencari-cari kesempatan dan sarana yang bisa membantu pencapaian keberhasilannya. Pikiran dan kata hatinya juga larut dengannya. Karena ia mengetahui, “keberhasilan sesuai dengan kepenatan yang dilalui”. Proses itu dilalui dengan keyakinan bahwa apapun yang terjadi maka itu adalah pesan dari Allah agar bila berhasil dia harus bersyukur dan bila gagal dia harus bersabar untuk mencari jalan lain. Soal waktu bila sukses itu akan datang,tIdak usah dipikirkan. Tetap yakin bahwa just the matter of time will be success. Sesungguhnya Allah menepati janji lagi jujur. Siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Itulah seharusnya yang menjadi pegangan kita orang beriman sampai ajal menjemput.
Berdasarkan pengalaman dari teman teman dan keluarga yang saya ketahui bahwa apabila seseorang sudah tidak lagi punya harapan maka hanya masalah waktu dia akan Allah panggil pulang. Umurnya menjadi pendek. Itulah yang saya katakan kepada kakak ipar saya. Dia sulit memahami itu. Orang yang cerdas lagi pintar tahu makna hidup, ia akan memikirkan perintah Allah, pelaksanaannya dan taufik dariNya, bukan menunggu-nunggu jaminan dariNya. Sesungguhnya, berputus asa karena hopeless merupakan kerugian yang tidak bisa diukur dengan materi. Berpikir positif dan semangat untuk berkompetisi harus selalu menyala dalam kalbu setiap muslim, jangan sampai pudar. Demikian juga, hendaknya kita melihat limpahan nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tidak pernah putus. Terutama nikmat iman dan Islam. Kalaupun Allah Subhanahu wa Ta’ala menunda kenikmatan yang lain, bila kita mau jujur, kenikmatan yang sudah kita terima dariNya masih jauh lebih banyak...