Di Hong Kong atau di Singapore atau diamana saja di luar negeri, saya tak bisa protes ketika aturan menjadikan saya sebagai second class walau
senyatanya saya bergaul dan berbisnis di first class. Saya dilarang masuk ke
restoran berkelas kecuali restoran kaki lima. Saya tidak bisa nyaman berada di
loby hotel , di Mall dan disegala fasilitas umum. Sebetulnya saya bebas masuk kesemua tempat tapi privasi saya dibatasi bahkan dilarang untukd diterapkan ditempat umum itu. Teman saya orang Jepang pernah bilang ke saya bahwa komunitas kami diperlakukanh sama seperi politik Apartheid yang
menjadikan orang kulit hitam di Afrika Selatan menjadi second class karena politik
perbedaan kulit. Ya sama dengan perlakuan terhadap komunitas kami yang hanya karena perbedaan selera dan gaya. Mengapa kami di ban menggunakan fasilitas umum? Apakah
berbeda selera dan gaya harus dikucilkan. Apakah dosa? Padahal sebelumnya semua orang bebas melakukan aktifitasnya sesuai kebiasaannya dimana saja. Tapi mengapa semakin maju semakin
banyak aturan? Namun kami terima dengan kerendahan hati tanpa protes dan tetap melanjutkan cara hidup kami ditempat yang masih bisa menerima komunitas kami. Walau situasinya tak lagi nyaman, penuh tatapan sinis dan penuh keterbatasan. Sangat menyedihkan, kata sebagian orang.
Mau tahu apakah komunitas saya
itu? Itu adalah komunitas yang disebut dengan aliran hisap! komunitas hisap
bukanlah kelas rentenir yang menghisap darah rakyat miskin yang berhutang.
Bukan pula kelas koruptor yang menghisap uang rakyat dan memiskinkan rakyat. Bukan
pula kelas pengacara yang menghisap uang clients. Komunitas hisap adalah
komunitas hisap rokok. Smoker community. Komunitas hisap ini jumlah memang tidak banyak
namun followernya selalu bertambah dan bertambah. Mungkin kini dari sepuluh
orang empatnya masuk dalam kelompok
hisap. Hanya soal waktu jumlahnya akan sama dengan kelompok non hisap. Komunitas
hisap sebetulnya berjasa memberikan pemasukan tidak sedikit kepada Negara berupa cukai. Memberikan sumbangan sangat
berarti memenuhi APBN dibanyak Negara. Tapi tetap saja komunitas Hisap dianggap
sebagai perusak, arogan, mementingkan diri sendiri dan yang lebih menyakitkan
dianggap sebagai komunitas second class. Majelis ulama Indonesia telah menyatakan
kegiatan hisap rokok adalah haram.
Dua bulan lalu saya bersama putri
dan istri saya pergi ke Mall. Kami mampir ke starbucks. Saya memesan hot
Capucino dan istri saya pesan juice, putri saya pesan green tea. Saya terpaksa
terpisah dengan istri dan anak saya. Istri dan anak saya menikmati suasana
sejuk ber AC dengan sofa yang empuk sementara saya harus duduk diluar , tak ada
AC, korsi ala kadarnya, meja yang berdebu karena ruangan terbuka sebatas tenda payung.
Dari luar saya melihat betapa nyamanya istri dan anak saya. Kemudian putri saya
menemui saya diluar. Putri saya dengan lembut mengatakan kepada saya bahwa kesadaran akan kesehatan adalah kesadaran intelektual
dan juga spiritual. Putri saya menjelaskan panjang lebar mengenai dampak
merokok bagi kesehatan. Saya bisa maklum karena putri saya calon dokter tentu
dia tahu banyak soal ini dan sebetulnya saya sudah tahu sebelumnya. Pengetahuan
saya tentang bahaya merokok tidak membuat saya sadar untuk berhenti merokok. Namun
ada satu hal yang membuat saya termenung ketika putri saya berkata bahwa satu
satunya kebiasaan manusia yang tak bisa dijelaskan secara intelek dan spiritual
adalah mengenai kebiasaan merokok.
Mengapa kebiasaan merokok tidak
bisa dijelaskan ? karena ini berkaitan dengan jiwa atau psikis. Ini terjadi
dari alam bawah sadar perokok itu. Tanpa saya sadari bahwa kebiasaan yang sudah
berlangsung lebih dari 30 tahun itu telah menimbulkan ketagihan atau kecanduan.
Saya akan menjadi tidak tenang jika
tidak menghisap rokok dalam waktu tertentu. Bila awalnya merokok hanya ikut
ikutan budaya pergaulan namun berjalannya waktu jumlah konsumsi rokok semakin
banyak dan banyak. Sampai pada kondisi secara kejiwaan bahwa saya tidak bisa
berpikir jernih bila tidak merokok. Saya
baru menyadari apa yang dikatakan oleh putri saya bahwa saya lebih mencintai
rokok dibandingkan diri saya sendiri dan bahkan paranoid dengan siapapun yang tak suka saya merokok. Menurut putri saya bahwa berhenti merokok
adalah cara menjaga amanah Tuhan terhadap tubuh kita dari kebiasaan destructive. Apakah saya bisa berhenti
merokok? Tanya saya. Bisa! Don’t accept your current situation as a permanent station in
life. You have the power to change. Demikian putri saya
menegaskan. Caranya, jangan pernah mulai untuk yang pertama kali. Sekali
berhenti maka lupakan semua hal tentang rokok. Kalau ada dorongan untuk
merokok maka lawanlah. Setidaknya jadikan itu latihan mengendalikan jiwa , mengalahkan nafsu untuk menjadi captain bagi jiwa kita sendiri.
Hari itu juga, ketika saya keluar
dari Starbucks, saya nyatakan pada diri saya sendiri untuk berhenti merokok.
Selanjutnya saya mulai berdialogh dengan teman teman yang sudah berhenti
merokok yang sebelumnya perokok berat. Dari mereka saya mendapatkan kekuatan bahwa saya bisa
sama seperti mereka. Setidaknya saya tidak mau lagi dijadikan masyarakat second
class hanya karena prilaku yang salah. Saya ingin sehat dan terhormat sebagai
bagian dari masyarakat modern yang intelek dan menjunjung tinggi spiritual
emotion. If you can control yourself you can control the world. Stop smoking