Yang paling ditakuti namun tak bisa dihindari adalah inflasi.
Demikian konsep ekonomi secular berbicara diatas tesis ekonomi untuk
pertumbuhan. Itulah yang dikatakan teman saya ketika adanya isu akan ada
kenaikan harga BBM bersubdisi dalam waktu dekat ini. Berapa naiknya? Tidak tahu
pasti. Karena berdasarkan pasal 7 ayat 6a APBN-P 2012, pemerintah memang berhak
menaikan harga minyak berdasarkan kondisi pasar minyak. Sebagian besar elite
politik yang mendukung kenaikan harga BBM selalu beralasan bahwa subsidi hanya
dinikmati oleh orang kaya saja. Dan lagi subsidi yang sekian triliun itu hanya
dibakar tanpa ada value sama sekali bagi kesejahteraan rakyat. Sesuai Iklan
Menko Perekonomian di Televisi, alangkah baiknya bila subsidi itu digunakan
oleh menambah pos pembiayaan pro rakyat.
Lantas apa hubungannya dengan teori tentang inflasi ? tanya saya.
Tahukah kamu, kata teman saya,bahwa apapun dalihnya , bagaimanapun
inflasi itu adalah perampokan uang publik secara system lewat kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah. Tanpa disadari oleh siapapun uang dikantongnya
dicopet oleh tuyul bernama pemerintah. Ini disadari oleh pengambil kebijakan
dan mereka menyebut pengorbanan untuk sebuah pertumbuhan ekonomi untuk tomorrow but tomorrow never come .Yang ada adalah uang semakin terpenggal
seiring semakin menuanya umur republic ini. Inilah faktanya. Hitunglah berapa
persen kenaikan harga sejak era Soeharto sampai Era SBY. Anda tidak akan
percaya bahwa semakin tahun kantong kita semakin terkuras yang ditandai harga
bergerak lebih cepat ketimbang penghasilan tetap kita. Pemerintah boleh saja
bicara tentang angka statistik tapi itu semua dusta diatas angka yang njelimet
untuk meyakinkan kita agar menerima kenyataan dan jangan marah kalau dicopet..
Harap diketahui bahwa inflasi itu bagaikan tamu yang tanpa
disengaja memang diundang datang namun kehadirannya membuat pemilik rumah
resah. Betapa tidak ? ketika harga naik, inflasi terhitung sekian persen dan
setelah itu tak pernah lagi terkoreksi kebawah. Dia akan menjadi bagian dari
harga yang melekat erat. Mungkin beberapa periode pemerintah bisa mengelola
inflasi tapi tidak pernah bisa membuat harga turun. Mana ada harga barang jatuh
dipasar bebas?. Sekali naik lupa turun. Sama dengan kelakuan pejabat, sekali
naik lupa turun dan lupa janji. Makanya perlu administration price (subsidi) agar harga
bisa diatur. Itu sebabnya
perlunya kearifan dalam menyusun APBN yang tidak hanya melihat angka asumsi
economic growth tapi juga melihat
kedalam mikro socio masyarakat.Bukankah masyarakat tidak semua sama kemampuannya
dan masing masing punya variable untuk mereka berkembang dan juga terjatuh.
Inflasi itu bagian dari siasat pemerintah untuk mendongkrak
pertumbuhan ekonomi agar terciptanya lapangan pekerjaan melalui produksi. Tidak
mungkin ada pertumbuhan ekonomi tanpa inflasi, katanya. Tapi deplasi seperti di
Jepang memang lebih sulit diatasi ketimbang inflasi, kata saya menimpali. Ya
itulah dilema dalam system ekonomi sekular yang tumbuh karena rekayasa bukan
alamiah. Lantas kalau memang begitu siasat perlunya inflasi, mengapa menjadi
hal yang menakutkan ? Menurutnya karena pembangunan itu tidak seperti orang
makan cabe, yang langsung bisa dirasakan pedasnya. Menurut saya yang awam, kebijakan inflasi hanyalah
teori yang menjanjikan kebaikan tapi prakteknya tidak semudah itu. Masyarakat
tidak semuanya mampu mengikuti trend inflasi, apalagi mendapatkan manfaat dari peluang adanya inflasi.Yang pintar dan kuat tentu akan menjadikan
inflasi sebagai stimulate berproduksi
namun yang lainnya malah terjebak dalam lingkaran ekonomi yang hanya mampu
berkonsumsi. Kalau ini yang terjadi maka inflasi memang hantu dan setan yang
hanya memberikan kesengsaraan bagi yang lemah berproduksi. Kata saya
menyimpulkan.
Inflasi tidak perlu ditakuti ,kata teman saya, asalkan APBN dirancang untuk
memberikan kanal seluas mungkin masyarakat untuk ber produksi. Kunci produksi
adalah pertama, tersedianya infrastruktur ekonomi yang solid dan efisien
disemua sector secara meluas dan kedua, kepastian hukum yang menjamin keadilan
berkompetisi dan akses untuk berproduksi. Kedua hal inilah yang paling sulit di
provide oleh pemerintah kita.Karena APBN kita terjebak dengan hutang (Riba ) yang tak
bisa ditunda dan dikurangi. Hukum yang amburadul dengan maraknya korupsi sistematis yang menggrogoti APBN dan
melemahkan fundamental APBN untuk fungsi sosialnya bagi kesejateraan rakyat.
Siapapun yang jadi pemimpin kelak tetap akan menghadapi masalah yang sama
kecuali ada keberanian untuk me-restruktur APBN lewat perubahan system.
Mungkinkah ?