Gelar Pahlawan Nasional itu ada karena sejarah mencatatnya agar dikenang sepanjang masa.. Disekitar kita , dalam keseharian kita. sebetulnya hadir Pahlawan. Bagi Martina Mcbride mengatakan dalam lagu yang apik In my daughters eye ” , dimata putriku aku adalah Pahlawan. Begitu juga bagi saya, ibu adalah pahlawan bagi saya. Namun setelah saya dewasa dan ibu saya berangkat tua maka saya adalah pahlawan bagi ibu saya. Di era modern kini, para entrepreneur juga telah menjadi Pahlawan pencipta kemakmuran dan lapangan pekerjaan bagi banyak orang. Penjaga kereta yang bergaji murah tetap berdedikasi untuk menjaga pintu kereta siang dan malam. Prajurit yang digaji ala kadarnya berdedikasi diwilayah sepi menjaga batas teritorial negara.
Terlalu banyak deretan Pahlawan yang bisa dicatat. Namun sejarah tak selalu mencatatnya dengan rapi, Karena sejarah yang kita kenal terlalu subjective oleh perspektif politik.Namun yang kita tahu dan pahami seorang pahlawan adalah yang kaya visi untuk ”memberi” ketika orang lain berpikir “memberi “ itu sangat mahal dan sulit. Kehidupan adalah harga yang terlalu mahal dan tak bisa dibeli. Tapi jutaan syuhada mati dihadapan bedil , Belanda dan Jepang untuk lahirnya kemerdekaan. Banyak orang pintar dan terdidik untuk hidup nyaman dan aman tapi Soekarno mengorbankan masa muda dan karirnya dipenjara. Ibu saya yang mengorbankan waktu dan tenaga, emosi dan lain sebagainya untuk saya. Semua mereka berbuat karena ”memberi” tanpa syarat.
Pahlawan adalah mereka yang melangkah diluar batas, melihat dari tabir kegegelapan bagi kebanyakan orang namun terang baginya. Berkorban karena cinta dan tak penting karena itu kadang mereka dipuja atau dimaki. Sebuah sikap yang tidak hanya dituntun oleh akal tapi lebih kepada tuntunan hati yang bermuara pada ruh spiritual. Mereka adalah segelintir orang yang sulit dipahami oleh akal kita yang menganggap segala sesuatunya dengan pamrih. Tak mungkin bisa dimaklumi oleh mereka yang berpikir kapitalism. Tak mungkin disadari oleh mereka yang doyan ”meminta” . Pahlawan dalam perspektif dunia akal adalah kekonyolan dan kesiasiaan. Melelahkan untuk dimengerti. Makanya tak banyak orang disebut sebagai pahlawan.
Tan Malaka pernah berkata ” Barang siapa sungguh sungguh menghendaki kemerdekaan buat umum, segenap waktu dan siap sedia dan ikhlas buat menderita ” kehilangan kemerdekaan diri sendiri ”. Itulah Tan Malaka, yang kontroversial. Dicatat oleh sejarah sebagai pembangkang idiologi Pancasila hanya karena dia berani berbeda menyuarakan negara tanpa kelas. Tan Malaka , sejarah hidupnya adalah sejarah keyakinanya. Juga adalah sajarah kita sebagai bangsa memaknai seorang Pahlawan. Saya tak berharap usulan Gus Dur sebagai Pahlawan Nasional karena perspektive politik kepentingan yang subjective. Karena saya yakin bahwa Gus Dur ketika dia berbuat dengan keyakinannya , diapun sadar untuk siap bernasif sama dengan Tan Malaka. Dan kalaupun kita ingin memberinya gelar Pahlawan nasional maka berilah dengan ikhlas. Itu saja.
Saya yakin bahwa Pahlawan untuk seorang Gus Dur dan juga bagi kita semua adalah sesuatu yang lebih bernilai dihadapan Allah. Karena Allah jelas mengatakan tak ada perbuatan yang terpuji “ kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. (QS 95. At-tiin 6). “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan “ Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (TQS. 16. An Nahl 97). Karena itu gelar Pahlawan yang diberikan oleh manusia tak begitu penting. P
Memang tak mudah dipahami karena manusia tak ada yang sempurna namun Allah berlaku adil seadilnya dan hanya Allah pula yang berhak menilai. Nilai itu hakikatnya ada pada niat karena cinta untuk mencari keridhoaan Allah. ”Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. (TQS.2. Albaqarah 207). Bagaimanakah sikap kita kepada Gus Dur ? atau kepada siapa saja yang telah berbuat karena cinta ...
Terlalu banyak deretan Pahlawan yang bisa dicatat. Namun sejarah tak selalu mencatatnya dengan rapi, Karena sejarah yang kita kenal terlalu subjective oleh perspektif politik.Namun yang kita tahu dan pahami seorang pahlawan adalah yang kaya visi untuk ”memberi” ketika orang lain berpikir “memberi “ itu sangat mahal dan sulit. Kehidupan adalah harga yang terlalu mahal dan tak bisa dibeli. Tapi jutaan syuhada mati dihadapan bedil , Belanda dan Jepang untuk lahirnya kemerdekaan. Banyak orang pintar dan terdidik untuk hidup nyaman dan aman tapi Soekarno mengorbankan masa muda dan karirnya dipenjara. Ibu saya yang mengorbankan waktu dan tenaga, emosi dan lain sebagainya untuk saya. Semua mereka berbuat karena ”memberi” tanpa syarat.
Pahlawan adalah mereka yang melangkah diluar batas, melihat dari tabir kegegelapan bagi kebanyakan orang namun terang baginya. Berkorban karena cinta dan tak penting karena itu kadang mereka dipuja atau dimaki. Sebuah sikap yang tidak hanya dituntun oleh akal tapi lebih kepada tuntunan hati yang bermuara pada ruh spiritual. Mereka adalah segelintir orang yang sulit dipahami oleh akal kita yang menganggap segala sesuatunya dengan pamrih. Tak mungkin bisa dimaklumi oleh mereka yang berpikir kapitalism. Tak mungkin disadari oleh mereka yang doyan ”meminta” . Pahlawan dalam perspektif dunia akal adalah kekonyolan dan kesiasiaan. Melelahkan untuk dimengerti. Makanya tak banyak orang disebut sebagai pahlawan.
Tan Malaka pernah berkata ” Barang siapa sungguh sungguh menghendaki kemerdekaan buat umum, segenap waktu dan siap sedia dan ikhlas buat menderita ” kehilangan kemerdekaan diri sendiri ”. Itulah Tan Malaka, yang kontroversial. Dicatat oleh sejarah sebagai pembangkang idiologi Pancasila hanya karena dia berani berbeda menyuarakan negara tanpa kelas. Tan Malaka , sejarah hidupnya adalah sejarah keyakinanya. Juga adalah sajarah kita sebagai bangsa memaknai seorang Pahlawan. Saya tak berharap usulan Gus Dur sebagai Pahlawan Nasional karena perspektive politik kepentingan yang subjective. Karena saya yakin bahwa Gus Dur ketika dia berbuat dengan keyakinannya , diapun sadar untuk siap bernasif sama dengan Tan Malaka. Dan kalaupun kita ingin memberinya gelar Pahlawan nasional maka berilah dengan ikhlas. Itu saja.
Saya yakin bahwa Pahlawan untuk seorang Gus Dur dan juga bagi kita semua adalah sesuatu yang lebih bernilai dihadapan Allah. Karena Allah jelas mengatakan tak ada perbuatan yang terpuji “ kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. (QS 95. At-tiin 6). “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan “ Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (TQS. 16. An Nahl 97). Karena itu gelar Pahlawan yang diberikan oleh manusia tak begitu penting. P
Memang tak mudah dipahami karena manusia tak ada yang sempurna namun Allah berlaku adil seadilnya dan hanya Allah pula yang berhak menilai. Nilai itu hakikatnya ada pada niat karena cinta untuk mencari keridhoaan Allah. ”Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. (TQS.2. Albaqarah 207). Bagaimanakah sikap kita kepada Gus Dur ? atau kepada siapa saja yang telah berbuat karena cinta ...