‘Bibit – Chandra sudah dibebaskan dari segala tuntutan hukum. Akibat intervensi pemerintah dan publik. Walau tadinya begitu kuat upaya polisi dan jaksa menjadikan kedua pejabat KPK itu tersangka. Prita, yang sudah dinyatakan bersalah oleh Hakim, akhirnya kini mengarah kepada penyelesaian kasus diluar persidangan. Pihak Omni akan mencabut gugatan perdatanya. Soal Pidana akan diselesaikan sendiri keliatannya tanpa harus mendekam dalam penjara. Kedua kasus tersebut menjadi perhatian publik dan akhirnya selesai begitu saja. Tapi ada yang perlu dicatat disini bahwa system peradilan kita memang brengsek dan akhirnya tidak diyakini dapat memberikan rasa keadilan bagi publik.
Sekarang Kasus Century, anehnya tidak ada elite DPR dan publik mempermasalahkan kenapa Hakim menjatuhkan hukuman hanya 4 tahun kepada Robert Tantular. Tidak ada. Padahal gugatan ini dilaporkan Menteri Keuangan atas kejahatan perbankan yang sehingga negara dirugikan. Tidak ada yang memperhatikan bagaimana Menteri Keuangan langsung mengajukan banding atas keputusan hakim yang tidak adil itu. Bila semua tuntutan Menteri keuangan dipenuhi maka bukan tidak mungkin dana yang dilarikan keluar negeri dapat kembali dikuasai negara. Dalam hal ini pemerintah cq Menteri Keuangan adalah pihak yang dirugikan oleh hukum itu sendiri. Tapi tidak ada dukungan publik kepada menteri keuangan agar Hakim dapat menetapkan hukum seadil adilnya dengan membongkar siapa saja yang terlibat pidana dalam kasus Century ini.
Pada kasus Bibit – Chandra , Polisi dan Jaksa melihat materi hukum sebagai dasar untuk mengkriminalkan. Tapi publik melihatnya dari sisi politik. Publik menang. Soal Prita, Jaksa dan Polisi bersikap karena materi hukum itu sendiri tapi publik melihat dari rasa keadilan yang subjetive. Publik menang. Kasus Bank Century , lagi lagi polisi dan jaksa serta hakim melihat materi hukum bukan melihat azas keadilan tapi publik melihat kearah politik. Keliatannya publik lagi yang menang. Dengan dijadikannya Menteri keuangan dan Wapres sebagai pesakitan. Ketiga hal ini berkaitan dengan rasa keadilan, azas keadilan, politik. Dengan ketiga hal ini membuat keadaan hukum di Indonesia menjadi serba membingungkan.
Keadaan Hukum sekarang memang menyedihkan. Bukan saja rakyat yang bingung tapi juga penegak hukum dan pemerintah. Mereka bekerja berdasarkan system yang dibuat oleh negara dan tentu mereka harus tunduk dengan system itu sendiri. Kalau mereka melanggar system itu maka mereka dianggap tidak beriman kepada negara.Tapi kehendak publik soal keadilan yang kadang tabrakan dengan system hukum itu sendiri. Inilah dilemanya. Yang membuat system itu adalah DPR yang diusulkan oleh Pemerintah. Sudah lebih 10 tahun reformasi, masalah perbaikan system hukum belum juga sampai kepada rasa keadilan itu sendiri. Biangnya adalah elite politik yang tampil dipanggung memang brengsek. Niatnya sudah salah. Mau berkuasa dan dijadikan pemimpin karena ingin dihormati dan harta.Bukan berjuang karena Allah.
Suatu negara dikatakan berdaulat bila dia punya Hukum.Suatu masyarakat akan dinamis dan kondusif bila hukum tegak. Karena hukum lah kita berdiri tegak didepan mereh putih dan percaya dengan rupiah. Karena hukum lah kita mau datang ke bilik suara untuk memilih orang jadi pemimpin kita. Karena hukum lah kita bangga sebagai bangsa. Tapi apa jadinya bila hukum itu sendiri membuat kita ragu untuk berdiri tegak didepan merah putih dan ragu pegang rupiah. Ragu dengan pemimpin yang kita pilih. Ragu akan kebanggaan kita sebagai bangsa. Itulah yang kini dirasakan oleh publik. Seharusnya ini disadari oleh kita semua untuk focus kepada perbaikan system peradilan di Indonesia.
Jadi tak ada gunanya menjadikan DPR sebagai pahlawan soal kasus Century ini.Ini kotra productive bagi pembangunan bangsa. Harusnya publik mendesak DPR dan Pemerintah untuk melakukan upaya serius memperbaiki system hukum di Indonesia. Sudah saatnya hukum di Indonesia digali dari agama karena antara agama dan masyarakat telah terikat secara moral dan budaya berabad abad. Bila hukum bersumber dari agama maka tentu Allah yang akan menjaga ketertiban di bumi Indonesia. Masalahnya, masih adakah elite kita percaya kepada Allah ?
Sekarang Kasus Century, anehnya tidak ada elite DPR dan publik mempermasalahkan kenapa Hakim menjatuhkan hukuman hanya 4 tahun kepada Robert Tantular. Tidak ada. Padahal gugatan ini dilaporkan Menteri Keuangan atas kejahatan perbankan yang sehingga negara dirugikan. Tidak ada yang memperhatikan bagaimana Menteri Keuangan langsung mengajukan banding atas keputusan hakim yang tidak adil itu. Bila semua tuntutan Menteri keuangan dipenuhi maka bukan tidak mungkin dana yang dilarikan keluar negeri dapat kembali dikuasai negara. Dalam hal ini pemerintah cq Menteri Keuangan adalah pihak yang dirugikan oleh hukum itu sendiri. Tapi tidak ada dukungan publik kepada menteri keuangan agar Hakim dapat menetapkan hukum seadil adilnya dengan membongkar siapa saja yang terlibat pidana dalam kasus Century ini.
Pada kasus Bibit – Chandra , Polisi dan Jaksa melihat materi hukum sebagai dasar untuk mengkriminalkan. Tapi publik melihatnya dari sisi politik. Publik menang. Soal Prita, Jaksa dan Polisi bersikap karena materi hukum itu sendiri tapi publik melihat dari rasa keadilan yang subjetive. Publik menang. Kasus Bank Century , lagi lagi polisi dan jaksa serta hakim melihat materi hukum bukan melihat azas keadilan tapi publik melihat kearah politik. Keliatannya publik lagi yang menang. Dengan dijadikannya Menteri keuangan dan Wapres sebagai pesakitan. Ketiga hal ini berkaitan dengan rasa keadilan, azas keadilan, politik. Dengan ketiga hal ini membuat keadaan hukum di Indonesia menjadi serba membingungkan.
Keadaan Hukum sekarang memang menyedihkan. Bukan saja rakyat yang bingung tapi juga penegak hukum dan pemerintah. Mereka bekerja berdasarkan system yang dibuat oleh negara dan tentu mereka harus tunduk dengan system itu sendiri. Kalau mereka melanggar system itu maka mereka dianggap tidak beriman kepada negara.Tapi kehendak publik soal keadilan yang kadang tabrakan dengan system hukum itu sendiri. Inilah dilemanya. Yang membuat system itu adalah DPR yang diusulkan oleh Pemerintah. Sudah lebih 10 tahun reformasi, masalah perbaikan system hukum belum juga sampai kepada rasa keadilan itu sendiri. Biangnya adalah elite politik yang tampil dipanggung memang brengsek. Niatnya sudah salah. Mau berkuasa dan dijadikan pemimpin karena ingin dihormati dan harta.Bukan berjuang karena Allah.
Suatu negara dikatakan berdaulat bila dia punya Hukum.Suatu masyarakat akan dinamis dan kondusif bila hukum tegak. Karena hukum lah kita berdiri tegak didepan mereh putih dan percaya dengan rupiah. Karena hukum lah kita mau datang ke bilik suara untuk memilih orang jadi pemimpin kita. Karena hukum lah kita bangga sebagai bangsa. Tapi apa jadinya bila hukum itu sendiri membuat kita ragu untuk berdiri tegak didepan merah putih dan ragu pegang rupiah. Ragu dengan pemimpin yang kita pilih. Ragu akan kebanggaan kita sebagai bangsa. Itulah yang kini dirasakan oleh publik. Seharusnya ini disadari oleh kita semua untuk focus kepada perbaikan system peradilan di Indonesia.
Jadi tak ada gunanya menjadikan DPR sebagai pahlawan soal kasus Century ini.Ini kotra productive bagi pembangunan bangsa. Harusnya publik mendesak DPR dan Pemerintah untuk melakukan upaya serius memperbaiki system hukum di Indonesia. Sudah saatnya hukum di Indonesia digali dari agama karena antara agama dan masyarakat telah terikat secara moral dan budaya berabad abad. Bila hukum bersumber dari agama maka tentu Allah yang akan menjaga ketertiban di bumi Indonesia. Masalahnya, masih adakah elite kita percaya kepada Allah ?