Setiap hari anda mungkin dijejali dengan berbagai informasi yang masuk kedalam rumah anda melalui televise. Mungkin anda kesal karena harus menunggu iklan usai untuk menonton lanjutan sinetron. Atau anda mungkin kesal karma lembaran Koran semakin tebal karena jumlah halaman iklan semakin banyak. Di jalan raya, andapun dipaksa untuk menatap billboard iklan. Dibandara, di stasiun, diterminal , bahkan di toilet anda akan menjumpai iklan. Dunia kini tidak bisa lepas dari marketing communication. Creativitas terbangun semakin meluas mencakup bauran komunikasi ( marketing mix communication ).
Creativitas communication and advertising, strategy dibangun untuk mendobrak road block audience terhadap emotion, perception, habitual , culture. Sehingga pada akhirnya menjadi konsumen yang setia. Emotion kita percaya setiap barang harus sesuai asas manfaat. Emotion ini dirubah bahwa barang bukan hanya butuh manfaat tapi juga image dan status. Peception kita tentang produk adalah karena dorongan kebutuhan dibalik produk tersebut. Misal. Kita minum coffee karma pengaruh coffeine. . Perception ini dirubah dengan coffee tanpa caffeine. Habitual ( kebiasaan) kita adalah belanja dilayani, dirubah self-service. Culture kita berbelanja harga murah dan kebutuhan. Culture ini dirubah , belanja karna image dan image. Maka harga bukan masalah.
Tanpa disadari masyarakat sebagai audience secara lambat namun pasti mulai jebol road blocknya dan mulai bergeser arahnya sesuai strategy marketing untuk menjadi pelanggan pemula dan akhirnya setia, bahkan membentuk road block baru sebagai consumer minded. Road block baru ini pula yang akhirnya merembet dalam kehidupan social culture masyarakat. Perasaan cantik, cerdas, gagah, cool dan lain sebagainya dapat dibeli dimana saja. Karena berbagai produk tersedia sebagai representasi dari perasaan yang diinginkan. Barang sebagai sebuah hakikat kebutuhan telah menjadi alat pemuas dan memuaskan segala yang sulit didapat orang. Sikap serba mudah dan nyaman hadir dari berbagai mesin industri. Semuanya untuk memanjakan kehidupan dan memendekan process dalam ilusi.
Yang terjadi kini, kita melihat akibat dari pengaruh marketing mix communication ini adalah orang ingin membeli apa saja yang bisa dibeli. Orang ingin mendapatkan apa yang bisa didapatkan dengan mudah karena akan selalu ada produsen yang siap memenuhi keinginan konsumen. Begitupula dengan kepemimpinan. Untuk jadi president , gubernur, bupati atau anggota legislative tidak perlu process pengabdian berpuluh tahun ditingkat berjenjang dari desa, kecamatan, kabupaten, provinsi. Tidak perlu. “Peminpin dengan process” harus diganti dengan “pemimpin tanpa proses”. Atau sama seperti “ coffee dengan caffeine diganti dengan “coffee tanpa caffeine” Atau “Susu padat lemak “ diganti dengan “susu tanpa lemak “. Maka kepemimpian tanpa process adalah road block baru untuk menjadi emotion block, perception block, habitual block , culture block, dalam budaya politik kita.
Padahal “Kepemimpinan” selalu berkaitan dengan kualitas-kualitas tinggi dalam moral dan karakter. Kualitas-kualitas, seperti visionary, empowering, authentic, resonant, heroic, transformational, dan puluhan ciri lain. Hal itu adalah hasil tempaan yang lama dan penuh jerih payah melalui keterlibatan penuh dedikasi di dalam komunitas yang melahirkan nature kepemimpinan itu. Maka, kepemimpinan juga dilekatkan dengan ide-ide dan perbuatan-perbuatan besar dan cinta besar yang membawa perubahan, sekalipun harus lama bertekun, bergerak melawan arus, dan tak jarang berkorban untuk para pengikut.
Makanya tidak banyak yang bisa diharapkan dari road block baru perpolitikan dinegeri ini. Karena system demokrasi memang hanya melahirkan negara partai. Tidak perlu terkejut bila barisan pelawak dan atis jadi caleg karena restu partai. Tidak perlu terkejut putra putri pejabat partaipun jadi caleg karena restu partai. Tidak ada yang aneh. Ini sudah lazim dalam system demokrasi. Tokoh tidak lagi dilahirkan tapi diciptakan oleh marketing mix communication. Mereka sepeti mie istant yang semua bumbunya adalah hasil rekayasa biotech bukan natural. Mereka naik terlalu cepat sebelum karakter dan kualitas moral mereka ditempa komunitas yang mereka pimpin. Dicangkokkan dari luar, mereka tidak berakar dalam komunitas itu. Seperti product “mie instant” ;. rasa soto tapi bukan soto, rasa ayam tanpa ayam, rasa pedas tanpa cabe. Semua palsu dan menipu.
Creativitas communication and advertising, strategy dibangun untuk mendobrak road block audience terhadap emotion, perception, habitual , culture. Sehingga pada akhirnya menjadi konsumen yang setia. Emotion kita percaya setiap barang harus sesuai asas manfaat. Emotion ini dirubah bahwa barang bukan hanya butuh manfaat tapi juga image dan status. Peception kita tentang produk adalah karena dorongan kebutuhan dibalik produk tersebut. Misal. Kita minum coffee karma pengaruh coffeine. . Perception ini dirubah dengan coffee tanpa caffeine. Habitual ( kebiasaan) kita adalah belanja dilayani, dirubah self-service. Culture kita berbelanja harga murah dan kebutuhan. Culture ini dirubah , belanja karna image dan image. Maka harga bukan masalah.
Tanpa disadari masyarakat sebagai audience secara lambat namun pasti mulai jebol road blocknya dan mulai bergeser arahnya sesuai strategy marketing untuk menjadi pelanggan pemula dan akhirnya setia, bahkan membentuk road block baru sebagai consumer minded. Road block baru ini pula yang akhirnya merembet dalam kehidupan social culture masyarakat. Perasaan cantik, cerdas, gagah, cool dan lain sebagainya dapat dibeli dimana saja. Karena berbagai produk tersedia sebagai representasi dari perasaan yang diinginkan. Barang sebagai sebuah hakikat kebutuhan telah menjadi alat pemuas dan memuaskan segala yang sulit didapat orang. Sikap serba mudah dan nyaman hadir dari berbagai mesin industri. Semuanya untuk memanjakan kehidupan dan memendekan process dalam ilusi.
Yang terjadi kini, kita melihat akibat dari pengaruh marketing mix communication ini adalah orang ingin membeli apa saja yang bisa dibeli. Orang ingin mendapatkan apa yang bisa didapatkan dengan mudah karena akan selalu ada produsen yang siap memenuhi keinginan konsumen. Begitupula dengan kepemimpinan. Untuk jadi president , gubernur, bupati atau anggota legislative tidak perlu process pengabdian berpuluh tahun ditingkat berjenjang dari desa, kecamatan, kabupaten, provinsi. Tidak perlu. “Peminpin dengan process” harus diganti dengan “pemimpin tanpa proses”. Atau sama seperti “ coffee dengan caffeine diganti dengan “coffee tanpa caffeine” Atau “Susu padat lemak “ diganti dengan “susu tanpa lemak “. Maka kepemimpian tanpa process adalah road block baru untuk menjadi emotion block, perception block, habitual block , culture block, dalam budaya politik kita.
Padahal “Kepemimpinan” selalu berkaitan dengan kualitas-kualitas tinggi dalam moral dan karakter. Kualitas-kualitas, seperti visionary, empowering, authentic, resonant, heroic, transformational, dan puluhan ciri lain. Hal itu adalah hasil tempaan yang lama dan penuh jerih payah melalui keterlibatan penuh dedikasi di dalam komunitas yang melahirkan nature kepemimpinan itu. Maka, kepemimpinan juga dilekatkan dengan ide-ide dan perbuatan-perbuatan besar dan cinta besar yang membawa perubahan, sekalipun harus lama bertekun, bergerak melawan arus, dan tak jarang berkorban untuk para pengikut.
Makanya tidak banyak yang bisa diharapkan dari road block baru perpolitikan dinegeri ini. Karena system demokrasi memang hanya melahirkan negara partai. Tidak perlu terkejut bila barisan pelawak dan atis jadi caleg karena restu partai. Tidak perlu terkejut putra putri pejabat partaipun jadi caleg karena restu partai. Tidak ada yang aneh. Ini sudah lazim dalam system demokrasi. Tokoh tidak lagi dilahirkan tapi diciptakan oleh marketing mix communication. Mereka sepeti mie istant yang semua bumbunya adalah hasil rekayasa biotech bukan natural. Mereka naik terlalu cepat sebelum karakter dan kualitas moral mereka ditempa komunitas yang mereka pimpin. Dicangkokkan dari luar, mereka tidak berakar dalam komunitas itu. Seperti product “mie instant” ;. rasa soto tapi bukan soto, rasa ayam tanpa ayam, rasa pedas tanpa cabe. Semua palsu dan menipu.