Tentu alasan pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan china sebagai mintra untuk membantu pembiayaan proyek didasarkan oleh masukan dari para menteri dan pejabat ahli dibidang perekonomian. Alasan mereka sangat dapat diterima dimana China membutuhkan solusi untuk mengurangi tekanan nilai Yuan terhadap US dollar dengan memindahkan modalnya ke luar negeri. Jumlah tabungan masyarakat di bank bank di china sekarang diperkirakan mencapai USD 2 triliun dan ini merupakan potensi besar bila bergerak keluar. Alasan ini dapat diterima namun yang harus dimengeri bahwa China akan bertindak sangat hati hati menjaga Yuan..Walaupun ada kebijakan Yuan dapat bergerak floating namun band masih dipatok dalam batas tertentu dan sangat kecil. Disamping itu ada ekpektasi Yuan akan terus menguat dan ini akan membuat masyarakat china berhitung lebih dulu untuk berinvestasi keluar. Dan lagi Beijing hanya memberikan kuota pada tahun ini sebesar USD 7 milliar untuk boleh dikeluarkan dari china. Jadi mengharapkan china mau melepas modalnya keluar negeri masih sangat lama. Samahalnya dengan mengharapkan China menjadi Negara multipartai, walaupun ada niat tapi entah kapan akan terlaksana.
Lantas apa lagi yang diharapkan oleh pemerintah Indonesia terhadap China dengan MOU berinvestasi ke Indonesia. Sebetulnya ini bukanlah investasi riil yang dibayangkan oleh public. Bagi china ini adalah bagian dari strategi menjual produk dan tekhnoloy yang mereka miliki kepasar international. Artinya kalaupun China ingin menanamkan modalnya ke Indonesia maka itu dalam kuridor Kredit Eksport kepada kontraktor yang bertindak sebagai EPC ( engineering procurement Contracting) nya.. Mereka tidak akan mengeluarkan uang sepeserpun kepada pemerintah Indonesia melainkan dalam bentuk barang / project jadi ( In kind loan). Uang tersebut akan diberikan langsung oleh bank dichina kepada kontraktor china yang tentu mempunyai kewajiban membayar kredit tersebut ke bank.
Disinilah rumitnya, dimana kontraktor china tidak akan mendapatkan kredit dari bank di china apabila tidak ada jaminan/collateral pembayaran hutang. Nah , jaminan / Collateral ini mereka harus dapatkan dari pihak Indonesial dan jaminan itu harus bankable/marketable dalam bentuk dollar. Inilah yang tidak mungkin dapat dilakukan oleh pemerintah karena terbentur dengan UU peberdaharaan negara dimana Pemerintah tidak boleh memberikan jaminan hutang atas suatu project. Penggalangan dana hanya bisa dilakukan melalui mekanisme pasar obligasi.
Kalaupun ada investasi langsung china ke Indonesia maka itu bertujuan untuk menguasai sumber daya alam dibidang migas dan mineral yang sangat dibutuhkan china untuk mendukung pertumbuhan ekonominya yang sangat pesat. Jadi yang pasti, apapun yang dilakukan china ( sama dengan Negara lainnya ) adalah mencari laba dan keamanan investasi. Inilah yang harus dipahami oleh pemerintah agar lebih focus untuk memperbaiki iklim investasi dan penegakan hukum agar motive investor dapat terpenuhi. Disamping itu pemberdayaan UKM harus dijadikan landasan utama agar investasi asing tidak sampai menjadikan public sebagai penonton dan konsumen semata.
Ada cerita teman saya ketika dia ikut rombongan Wapres tahun lalu ke Beijing “Business gathering yang dilakukan oleh pihak Indonesia dalam rangka mendapatkan mitra business hanya dihadiri segelintir pengusaha china dan itupun bukan dari kalangan direktur. Akhirnya, jadilah pertemuan itu sebagai ajang ngerumpi antar pengusaha Indonesia sendiri. Tanpa hasil apapun yang didapatkan. “
Anehnya setiap kunjungan delegasi ke china yang selalu berjumlah besar dengan membawa rombongan para konraktor /pengusaha, selalu dijadikan komoditas politik bagi pemerintah bahwa program meningkatkan pertumbuhan ekonomi lewat investasi asing akan segera terlaksana. Jadi , ada harapan dan keseriusan untuk mencapainya,. Padahal rakyat tidak butuh itu dan lelah dengan janji yang tak kunjung menjadi kenyataan.