Sejak minggu lalu, sejak saya membuat keputusan perubahan susunan Komisaris perusahaan, setiap hari email datang dari Yuni dengan nada protes dan marah. Saya diamkan saja surat itu. Saya tahu suasana batinya sedang tidak nyaman. Apapun alasan saya tidak akan dia bisa terima sebelum keinginanya depak Florence tercapai. Saya percaya dia sahabat saya, yang tentu dia sangat paham sifat saya. Sayapun sebaliknya juga harus memahami suasana hatinya. Perasaan tidak aman, kadang membuat orang berpikir diluar dirinya. Itu biasa saja.
Saya sudah membuat keputusan menempatkan Florence sebagai Preskom dan itu jelas pertimbangan profesional, bukan emosional. Saya bisa membedakan di mana Florence berdiri dan dimana Yuni. Tentu tidak elok saya menentukan mana yang baik dan mana yang tidak. Yang jelas masing masing punya alasan bagi saya untuk bersikap.
Florence mengenal saya disaat saya sebagai pemula dalam bisnis. Berbeda denga Yuni ketika bertemu saya, saya di puncak usia emas saya. Florence tahu saya pria yang lemah. Mudah kalah dan mengalah. Tidak bisa bersikap tegas. Kadang terkesan tidak berani berkata tidak. Mudah dimanfaatkan.
Dia selalu hadir disaat saya sangat membutuhkan dukungan moral Di saat saya dalam gelap, dia datang membawa lilin. Ketika saya limbung, dia menyediakan tubuhnya untuk menopang saya agar tidak jatuh. Ketika orang meragukan saya, dia menguatkan saya. Tidak pernah mengadili saya kecuali mengarahkan cahaya kepada saya. Walau dia pernah menikah dengan pria bukan saya, dan akhirnya perceraian terjadi, dia tidak pernah menyesali sebagaimana dia tidak menyesali memilih tidak menikah dengan saya. Namun 35 tahun persahabatan kami selalu terjaga.
Saya tidak mengatakan bahwa Florence melakukan itu semua karena dia pecundang di hadapan saya. Justru karena sikap tidak mementingkan diri sendiri dan tampa berhitung apa yang telah dia korbankan , sebenarnya dia membangun rasa hormat, yang menumbuhkan keyakinan dan kerpecayaan saya kepadanya tanpa syarat. Dari itu semua, tetap Istri saya di rumah tidak bisa bandingkan dengan Florence. Karena satu hal yang tidak pernah dimiliki oleh Florence? apa ? Dia tidak pernah berani menikah dengan saya. Sementara istri saya, adalah wanita pertama yang berani menikah karena Tuhan, bukan karena cinta manusia yang selalu bersyarat.
Kamu tahu Yun, Manusia memang lemah. Persahabatan adalah jembatan yang dibuat oleh manusia. Jembatan selalu lapuk. Janji biasa inkar. Karenanya ongkos persahabatan kadang dibayar dengan airmata dan keluhan yang tak sudah. Tetapi menikah karena Tuhan adalah jembatan persahabatan yang dibuat oleh Tuhan. Jembatan yang sangat kokoh, tak lapuk karena hujan, dan tak lekang karena panas. Dan itu jelas tidak mudah dan tidak sederhana. Butuh kekhlasan dan sabar tak bertepi…
***
Kemarin sehabis temanin Oma dan Nazwa makan di Lippo Karawaci, Oma pergi belanja bersama Nazwa. Saya pergi starbuck ketemu dengan Awi, Florence dan Yuni. Ketika saya datang ke table mereka, Awi langsung berdiri pesan kopi untuk saya. Florence dan Yuni diam saja. Saya menebak ada masalah. Tak berapa lama, Awi datang membawa kopi “ Capucino tanpa gula” kata Awi. Saya tersenyum. Saya liat Awi melirik ke Yuni dan memberi isarat. Yuni berdiri dari tempat duduknya.
Dia berlutut di hadapan saya “ Maafkan saya, B. Maafkan saya. Saya salah telah berprasangka buruk kepada kamu. Hukumlah saya. Saya siap terima.” Kata Yuni dengan suara tangis tertahan.
Saya pandang Awi. “ Saya ceritakan kepada Yuni persahabatan saya dengan kamu. Saya cerita ketika saya terpuruk, keluar dari penjara. Anak dan istri diusir dari rumah mertua. Kamu bantu saya, dan sewakan rumah untuk keluarga saya. Kamu memang keras dalam bisnis tetapi dalam bersahabat, hanya kamu yang menyabung nyawa melindungi saya dari preman yang berniat membantai saya. Saya tidak pernah ragukan persahabatan kita, walau kadang dalam bisnis saya kadang kesel dengan sikap kamu. Tetapi ternyata itu semua untuk kepentingan saya juga. Saya bersahabat dengan B sejak tahun 1988. ” Kata Awi seraya melirik kepada Florence.
“ Saya ceritakan ke Yuni. Suami menceraikan saya. Bank akan sita perusahaan saya karena hutang yang macet. B datang disaat saya kehilangan pintu untuk keluar. Dia bailout hutang itu. Padahal saat itu dia baru saja bangkit dari bangkrut. Dan karena itu dia bangkrut juga. Dia tidak pernah cerita kebangkrutannya kepada saya. Yang saya tahu dia terpaksa hijrah ke China. Bertarung sendiri tanpa teman dan saudara di negeri orang. Dia simpan kegalauannya sendiri demi sahabatnya. Saya bersahabat dengan B lebih 30 tahun “ Kata Florence.
Yuni masih berlutut. Saya hampiri dia “ Saya tempatkan Florence sebagai preskom kamu karena dia lebih tua dari kamu, dan dia bisa jaga kamu. Florence pasti jaga kamu, sebagaimana dia jaga saya selama ini. Awi sudah menua. Usianya sudah 62 tahun. Dia mau pensiun walau dia sendiri tidak pernah minta pensiun kepada saya. Lima tahun lagi, saya berharap putri kamu, putra Awi dan putra saya bisa gantikan persahabatan kita semua. Mereka bisa lanjutkan apa yang telah kita bangun dengan kerja keras.
Sekarang berdiri kamu. Saya sudah maafkan sebelum kamu minta maaf. Kamu adalah kesayangan kami. Saya dan AWi sangat sayang kamu, Yun. Kamu termuda diantara kami. Kamu telah melewati banyak kesulitan bersama kami. Udah ya. Senyumlah.” kata saya mengusap airmata Yuni. Florence tersenyum. Sayapun kembali ke Oma dan Nazwa temanin mereka belanja.
Memahami sahabat itu tidak mudah. Sahabat itu jangan dibuang. Apapun dia. Sabar sajalah. Semua akan baik baik saja.