Partai Sosialis Indonesai (PSI) merupakan gabungan dari Parsi ( Partai Sosialis Indonesia) yang didirikan oleh Amir Sjarifoeddin dan Partai Rakyat Sosialis, Sutan Sjahrir. PSI didirikan 4 bulan setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Ketua nya Sutan Sjahrir dan wakilnya Amir Sjarifoeddin. Dalam sejarah, Amir Sjarifoeddin di hukum mati tahun 1948 dan Sutan Sjahrir dipenjara tahun 1962. Keduanya dihukum karena kasus makar terhadap NKRI.
Saya tidak akan membahas soal PSI. Namun soal system ekonomi sosialisme ala PSI. Walau terbentuk karena semangat anti kapitalisme dan imperialismem, namun tentu sangat berbeda dengan sosialisme marxisme. Atas dasar literasi yang saya punya, saya akan gambarkan secara sederhana apa itu sosialisme nya PSI.
Setiap individu punya hak menentukan sendirian pilihannya untuk mendapatkan income (I). Setiap Income digunakan untuk pengeluaran konsumsi. Sekaya apapun orang, makannya hanya tiga kali sehari. Nah kelebihan dari pendapatan setelah konsumsi (C) itu mereka salurkan ke tabungan. Tabungan ( S) itu bukan hanya di bank tetapi juga dalam bentuk investasi. Dari sini berlaku rumus I=C+S.
Kebijakan negara meng-influence terjadinya perubahan pada sisi S (saving). Karena ini berkaitan dengan behaviour economy dalam masyarakat, yang kadang terjebak dengan kebutuhan Maslow. Makannya diperlukan ilmu diluar ekonomi untuk melahirkan kebijakan yang bisa menimbulkan proses social engineering terhadap kelebih pendapatan. Dalam study public policy, social engineering itu dipelajari.
Misal, agar tidak terjadi tumpukan uang di sektor moneter dan beralih ke sektor real seperti industri barang dan jasa, maka pemerintah membuat kebijakan bahwa tabungan di Bank dikenakan pajak progressive. Dampaknya bagus terhadap perubahan behaviour tentang uang. Bahwa esensi uang itu adalah apabila produksi dan distrbusi berjalan lancar secara sistem. Inilah esensi dari sosialisme.
Nah agar aliran dana terjadi meluas dan tidak terakumulasi kepada sekelompok saja, maka pemerintah buat kebijakan anti rente. UU Persaingan usaha di-implementasi dengan tegas. Sehingga antara yang besar dan kecil hidup berdampingan secara harmoni. Dengan demikian terjadi kelancaran proses produksi tanpa ada distorsi yang berdampak kepada ketimpangan sosial.
Kemudian agar sektor real bergairah, efisien atas dasar kreatifitas, pemerintah membuat kebijakan insentif pajak bagi dunia usaha yang melakukan riset IPTEK. Dari sini akan melahirkan kolaborasi dan sinergi antara akademisi, profesional dan dunia usaha. Perubahan pun terjadi. Perubahan kepada akal sehat alias rasionalitas tanpa terjebak populisme.
Artinya public policy PSI itu basisnya adalah social engineering. Rekayasa sosial untuk terjadinya transformasi dari ekonomi tradisonal ke ekonomi modern, dan itulah perlunya kepemimpinan negara yang kuat. Mengapa ? social engineering tidak akan efektif menginfluence perubahan prilaku ( behaviour) publik kalau tidak disertai dengan proses value engineering.
Apa itu value engineering ? dalam bahasa mesranya berarti spiritualitas. Rekayasa nilai terhadap kebiasaan yang menghambat kita berkembang mengikuti sunnatulah atau hukum kausalitas. Berkembang karena perubahan pada setiap dimensi kehidupan lewat cinta, tanggung jawab, keseimbangan batin, kreatifitas sains, dan kasih sayang.
Kalau dianalogikan seperti teko dan teh. Social engineering itu teko. Sementara value engineering tehnya. Indah gimanapun teko tapi tehnya tidak berkualitas, ya itu namanya penampilan doang yang hebat tapi tidak ada manfaatnya. Setinggi apapun pertumbuhan ekonomi tetapi tidak berkualitas itu hanya fake growth yang hanya melahirkan penjajahan model baru.
Ayah Prabowo adalah Soemitro Djojohadikoesoemo adalah salah satu tokoh Partai Sosialis Indonesia (PSI). Beliau termasuk salah satu tersangka kasus PRRI 1955. Beliau melarikan diri ke luar negeri bersama keluarganya. Kembali lagi ke Indonesia setelah Soekarno jatuh. Nah apakah Prabowo akan mengikuti ldiologi ayahnya dalam mengimplementasikan Pancasila? Kita lihat nanti. Paham ya. Itu aja penjelasan singkat dari saya, pedagang sempak.
No comments:
Post a Comment