Tuesday, August 04, 2020

COVID-19 dan kebebasan ?



Apa yang sangat membuat orang China ngiri kepada negara barat atau di luar China adalah kebebasan. Karena kebebasan itu yang sangat mahal di China.  Di China orang tidak bisa pegang mata uang dollar. Untuk dapatkan passport engga mudah. Sangat panjang sekali proses bagi orang China untuk bisa dapat passpor. Walau sudah punya passport, mereka juga dikenakan aturan exit permits. Artinya kalau mereka ingin pergi keluar negeri, mereka harus isi formulir. Kalau formulir yang di isi, tidak sesuai dengan aturan pemerintah, maka pasti permohonan exit permit di reject. Apabila exit permits diberikan, mereka juga harus menempatkan uang jaminan. Makanya hanya orang kaya dan pengusaha atau profesional yang bisa dapat exit permits. Sangat diskriminasi terhadap orang miskin.

Walau Polisi jarang nampak di jalanan, namun setiap tindakan kriminal pasti cepat tertangkap. Karena setiap jengkal ada CCTV. Sekali kamera scann wajah pelaku kriminal, maka otomatis, KTP ( ID Card ) nya di block. Sehingga pelaku kriminal tidak bisa melakukan transaksi apapun. Di China setiap transaksi jasa dan barang diatas 10.000 yuan harus melampirkan ID Card. Kalau ID Card, terblock, maka tidak bisa transaksi. Hanya masalah waktu orang itu akan mati secara sosial. Atau segera melaporkan diri kepada aparat untuk proses hukum. Mereka juga tidak bisa beli rumah lebih dari satu. Karena China menerapkan pajak progressive yang ketat. Makanya orang kaya tanggung hanya bisa bergaya kaya saja. Tanpa ada kebebasan menikmati hidup kaerna hartanya.

Sistem komunis memang memasung kebebasan rakyat. Agar rakyat tetap dalam barisan idiologi negara. Tidak bisa demo. Tidak bisa berbeda pendapat dengan pemerintah. Apapun aturan ditentukan oleh partai. Melawan partai sama dengan mati.  “ Ketika pemeritah pusat me-lockdown Wuhan dan kemudian di ikuti kota lain, kami tidak bisa menolak. Karena kami memang tidak tahu arti kebebasan. Kehidupan kami diatur partai.  Tetapi setelah itu, negara lain juga mengikuti China. Kini kami tahu bahwa partai benar. Memang semua harus diatur oleh negara. Hanya bedanya partai lebih dulu paham, namun negara lain harus paham setelah Tuhan kirim COVID-19. Toh artinya memang manusia tidak bisa bebas. Begitu seharusnya” Kata teman di China.

Saya tidak hendak berpolemik tentang COVID-19. Nyatanya China lebih dulu membuka kuncian ekonomi, dan kini ekonomi mereka bisa rebound di tengah pendemi. Sementara negara lain masih suffering. Mengapa ? “ karena kami terbiasa diatur jarak dan waktu oleh negara. Social distance bagi kami sudah biasa. Sudah ada sejak kami lahir. Makanya social distancing bukanlah hal yang menyulitkan kami seperti negara lain.” Kata teman di China. Ternyata perubahan politik yang menghalangi kebebasan orang bukan karena offensif nya idiologi komunisme, tetapi karena intervensi Tuhan dengan menghadirkan COVID-19.  Hari ini saya baca berita Jerman demo karena alasan COVID-19 membuat kebebasan mereka terhalang. Sebelumnya di AS juga. Saya hanya tersenyum. Apalagi melihat peta warna merah seakan mengingatkan bendera komunis.

No comments:

Pemerintah Suriah jatuh.

  Sebelum tahun 2010, kurs pound Syuriah (SYP) 50/1 USD. Produksi minyak 400.000 barel/hari. Sejak tahun 2011 Suriah dilanda konflik dalam n...