Tuesday, August 08, 2017

Hutang dan Gaji DPR.

Pendahuluan
Sebelum membahas soal hutang Pemerintah maka sebaiknya kita pahami dulu aturan main.Dulu ketika Orla dan Orba Dari tahun 1970 sampai tahun 2000, kita mengenal APBN dengan format T Account. Pembukuan negara seperti pembukuan Toko, yang hanya berisi informasi penerimaan dan pengeluaran. Hutang dianggap sebagai penerimaan. Makanya hutang lebih bersifat politik. Dulu hutang negara berdasarkan G2G dan multilateral dengan awalnya dibentuk IGGI ( Inter Governmental Group on Indonesia) dengan ketuanya Belanda dan kemudian CGI ( Consultative Group on Indonesia) yang ketuanya Prancis. Tahun 2000 format APBN itu dirubah menjadi I account. Ini standard Government Finance Statistic. Ia sudah menjadi standard dunia , yang bisa di ukur dan dianalisa oleh siapapun. Jadi lebih transfarance. Jadi sejak APBN mengikuti format I Account maka dia sudah menjelma seperti Neraca Perusahaan yang mudah dibaca oleh publik. Pemerintah tidak bisa lagi sesukanya menentukan pos APBN. Kualitas perencanaan di plototi dan dianalisa oleh beragam investor institusi dalam dan luar negeri. Kalau APBN dibuat tidak rasional, tentu tidak kredibel maka pasti ditolak oleh market dan SBN tidak akan laku dijual. Ingat bahwa hutang era sekarang bukan hutang politik tapi murni hutang berdasarkan hukum pasar.

Dasar Hukum utang Negara.
Hutang tidak dianggap sebagai penerimaan tapi masuk dalam pos pembiayaan anggaran. Apa yang dimaksud dengan pos pembiayaan anggaran? Anggaran pembiayaan disusun dulu seperti bangun jalan negara berapa km, panjang jembatan, bangun rumah sekolah, bangun rumah sakit dll. Itu dibuat detail dan kemudian disusun dalam bentuk RUU APBN. Pemerintah ajukan kepada DPR Draft APBN itu. DPR akan membahas dari satuan satu sampai dengsn satuan tiga ( sampai siapa supliernya). Apabila disetujui maka dihitung berapa penerimaan negara ditargetkan. Kalau penerimaan lebih kecil daripada pengeluaran maka itu namanya defisit. Nah, UU mengatur bahwa defisit tidak boleh diatas 3% dari GNP. Bila pagu 3% terlewati maka draft APBN ditolak DPR. Tapi bila masih dibawah 3 % maka bisa di syahkan RUU APBN itu.

Dari mana Pemerintah menutupi defisit itu? Ya dari hutang. Hutang kesiapa ? Pertama hutang kepada publik. Publik itu tidak hanya luar negeri tapi juga dalam negeri. Skemanya adalah penerbitan SBN ( surat berharga negara). Untuk pasar uang dalam negeri Pemerintah terbitkan SBN rupiah dan luar negeri SBN Valas. Kedua, menarik pinjaman program yang berkaitan dengan kerjasama multilateral seperti Bank Dunia, ADB, Islamic Bank, Asia Infrastruktur Fund. Untuk diketahui bahwa disemua lembaga multilateral Indonesia bukan hanya debitor tapi juga salah satu 20 pemegang saham terbesar dari 153 negara. Pinjaman ini sifatnya by project. Artinya harus lolos Due diligent. Syarat dan bunga sangat lunak. Ada juga pinjaman bilateral yang berupa software, seperti konsultan perencanaan, riset dll, tapi ini bersifat kerjasama tanpa bunga ( Hibah). Dari mana negara bayar hutang dan cicilan ? Ya dari penerimaan pajak dan keuntungan bumn serta sumber lain, misal melalui refinancing.

Karena adanya pagu hutang yang ditetapkan oleh UU maka walau program Jokowi sangat ambisius membangun insfrastruktur tapi kan dana APBN terbatas. Contoh dari Rp 5500 triliun dana pembangunan insfrastruktur sampai dengan tahun 2019, kemampuan APBN hanya Rp 1500 triliun. Dari mana sisanya? Menjaminkan BUMN? Tidak boleh bedasarkan UU. Karena apapun yang berkaitan dengan jaminan aset negara harus seizin DPR. Melanggar itu akan berdampak lengsernya Jokowi. Jadi bagaimana ? Ya melalui skema Publik Private Partnership ( PPP). Artinya Pemerintah bisa menyerahkan proyek yang punya komersial tinggi untuk dibangun swasta ( Lokal atau asing). Pemerintah hanya memberikan konsesi BOT dalam jangka waktu tertentu , setalah itu harus diserahkan kepada Pemerintah. Kalau untung pemilik konsesi harus Bayar pajak. Kalau rugi tanggung sendiri. Negara tidak terlibat ambil resiko apapun.

Hutang issue Politik.
Nah sekarang mengapa sampai ada anggota DPR bertanya kepada SMI untuk apa saja hutang itu? Walau tidak dijawab namun sebetulnya SMI sangat paham bahwa pertanyaan itu bersifat politis dan sengaja digoreng untuk konsumsi orang awam. Bahwa DPR tidak tanggung jawab soal hutang itu. Dan hutang murni karena polecy Pemerintah. Itu pembodohan. Mengapa ? kenyataannya tanpa Dpr tidak mungkin Pemerintah bisa berhutang. Bahwa lawan politik Jokowi sengaja membangun stigma hutang itu sama dengan era Soeharto bahwa hutang ada kaitannya dengan politik pihak asing yang ingin menguasai Indonesia. Padahal kenyataannya sekarang hutang tidak ada kaitannya dengan politik. Karana sifatnya tidak G2G tapi market demand. Disamping itu hutang dikaitkan dengan negara digadaikan. Ini jelas masuk kepemikiran orang awan yang konotasi hutang sama dengan berhutang kepada rentenir. Padahal tidak begitu. Lima negara Eropa default bayar hutang. Apakah negara mereka dilelang? Kan engga. Malah seluruh negara besar ikut membantu menyelamatkan meraka dari kebangkrutan. Mengapa ? Karena yang memberi hutang adalah pasar dan itu jumlahnya ribuan. Kalau tidak ditolong maka akan berdampak sistemik. Bisa hancur moneter dunia. Jadi paham ya.

Dunia sudah berkembang modern dan serba terbuka. Mengapa Indonesia di era Jokowi sampai dikeluarkan dari fragile five ? Karana moneter kita sudah diatas 50% bergantung kepada pasar uang domestik. Mengapa Indonesia masuk kualifikasi investment Grade ? Karena APBN kita kredibel secara financial ratio. Mengapa index easy Business kita membaik? Karana kepastian investasi membaik dan mudah. Mengapa kita dikagumi oleh bank dunia ? Karena walau DPR bego tapi Pemerintah smart dan kuat secara konstitusi sehingga mampu melakukan reformasi APBN secara signifikan dan reformasi MIGAS. Nah.... kalau DPR melarang hutang maka sebaiknya anggaran untuk gaji dan fasilitas mereka dihapus saja. Mengapa ? Karena mereka engga paham jadi legislatif dan tidak paham mengelola negara secara modern. Kan sia sia bayar orang bego. Dan kalau lawan politik Jokowi menggoreng issue soal Hutang maka itu semakin menunjukan kelemahan mereka , yang memang tidak ada issue seksi yang bisa menjatuhkan Jokowi.

No comments:

Akhlak atau spiritual

  Apa pendapat bapak soal kenaikan pajak PPN 12 % “ tanya Lina. Peningkatan tarif PPN tujuannya tentu untuk meningkatkan penerimaan negara d...