Sunday, September 07, 2014

Soetarni Njoto

Pada Jumat 5 September 2014, Soetarni Njoto tutup usia, pada usia 86 tahun. Siapakah Soetarni? Soetarni berasal dari keluarga ningrat Mangkunegaran, Solo. Ia hanyalah ibu Rumah Tangga yang sederhana. Ketika suaminya menjadi pejabat negara dan politisi,  dia tidaklah sesibuk sebagaimana ibu pejabat, apalagi menghabiskan dana miliaran di luar negeri. Waktunya habis untuk mengurus 7 anaknya. Suaminya adalah Njoto. Menurut diskripsi TEMPO,Njoto adalah nama yang nyaris tak menyimpan pesona. Njoto, anak seorang pengusaha kaya, berkacamata tebal, yang dianggap Bung Karno seperti adik sendiri adalah seorang penulis naskah pidato Presiden Soekarno. Njoto berbeda dari orang komunis pada umumnya. Ia necis dan piawai bermain biola dan saksofon. Ia menikmati musik simfoni, menonton teater, dan menulis puisi yang tak melulu ”pro-rakyat” dan menggelorakan ”semangat perjuangan”. Ia menghayati Marxisme dan Leninisme, tapi tak menganggap yang ”kapitalis” harus selalu dimusuhi. Hidupnya pun bertolak belakang dengan para komunis yang menekankan aspek moralitas. Makanya banyak orang  jadi bertanya-tanya, dia ini komunis atau bukan? Dia juga seorang agamais yang tanggap membantu orang tua sahabatnya untuk naik haji ke Mekkah setelah tanpa sengaja sahabatnya ini “curhat” betapa sulitnya untuk bisa naik haji. Karena kedekatannya dengan Soekarno membuat D.N. Aidit tidak suka dan memecatnya dari kepartaian. Aidit menganggap Njoto seorang Soekarnois dan bukan komunis, sehingga rawan menggembosi partai. 

Photo keluarga Soetarni
Tapi bukan itu saja. Yang membuat akhirnya Aidit menyingkirkan Njoto dari lingkaran dalam Elite PKI adalah karena alasan skandal seks dan perselingkuhan dengan seorang gadis Rusia. Bagi Aidit, perselingkuhan dan poligami adalah haram bagi partaiMenurut cerita , dulu ketika tahun 1955 , anti poligami ini menjadi isue utama bagi PKI untuk menarik kaum perempuan masuk dalam barisan setia PKI dan sekaligus alat PKI untuk propaganda anti feodalisme. Ketika itu banyak orang kaya dan patron yang mempunyai istri lebih dari satu sementara banyak rakyat yang kelaparan tanpa mereka pedulikan. Bagi PKI, poligami adalah mental feodal dan digemari oleh para patron yang mengusung agama. Walau ketika itu elite partai Masyumi tidak ada yang poligami. Namun propaganda anti poligami itu nampaknya efektif. Dalam pemilu 1955 , PKI masuk 3 besar Partai peraih suara terbanyak. Kelebihan PKI adalah para elitenya menanamkan apa yang mereka kerjakan dan mengerjakan apa yang mereka katakan. Ciri khas elite Partai PKI adalah kesederhanaan. Sikap dan perbuatan mereka sangat sederhana. Bila mereka bicarapun sangat sederhana sehingga orang pada lapisan terbawahpun bisa mengerti. Kesederhanaan para elite partai inilah yang membuat mereka dekat dengan rakyat kebanyakan yang umunya tertindas oleh mental feodal. Karena itu PKI cepat sekali merebut cinta rakyat khususnya kaum miskin.Lantas benarkah Njoto selingkuh?  Memang pada pertengahan tahun 1963 Nyoto sebagai Ketua II Comite Central PKI, sering ditugasi berkomunikasi dengan partai komunis internasional di Uni Soviet. Karena itu selama kunjungan ke Rusia , dia berkenalan dekat dengan penerjemah perempuan bernama Rita. Njoto, kata Soetarni, memang menceritakan banyak hal tentang Rita kepadanya. "Kata Bapak, Rita cantik, ramah, dan pintar." Gadis Rusia itu mahasiswi sastra Indonesia di sebuah universitas di Moskow. Setiap kali Njoto ke sana, Ritalah yang menemaninya. Benarkah Njoto pria yang selingkuh dari istrinya? 

Aidit dan Njoto
Saat tragedi G30S PKI terjadi, Njoto dan Soebandrio sebenarnya sedang dalam perjalanan tugas negara keliling Sumatera. Alibinya jelas bahwa dia tidak terlibat dalam G30S PKI. Sebetulnya, karena sudah dipecat dari partai, berarti Njoto sudah tidak punya urusan lagi dengan PKI. Seharusnya dia aman aman saja. Tapi sejarah ”resmi” 1965 menunjukkan tak ada orang komunis yang ”setengah berdosa” dan ”berdosa penuh”. Di mata tentara, sang pemenang pertarungan, hanya ada komunis atau bukan komunis. Politik selalu akhirnya membenarkan balas dendam, dan revolusi bau amis darah tidak bisa dihindari.Nyoto harus menerima kenyataan ini. Setelah ia mengikuti Sidang Kabinet bersama Bung Karno di Istana Negara Bogor pada akhir 1965, ia “diambil” oleh aparat militer atas perintah jenderal Sumitro Asisten Operasi Menpangad. Walau ia bukan lagi elite PKI namun di Mahmilub dia membela teman teman PKI nya yang dia tahu berjuang untuk kaum tertindas.  Menurutnya G30S tidak mungkin dilakukan oleh PKI. Ini diluar perhitungan logika politik yang dia pahami. Ketika itu pamor PKI sedang tinggi tingginya dihadapan Rakyat. PKI masuk dalam kelompok partai 4 besar hasil Pemilu 1955. Beberapa elite PKI duduk dipemerintahan pusat dan Daerah. Kekuatan organisasi PKI dari akar rumput sampai kepusat sangat solid. Hanya butuh waktu paling lama satu Pemilu lagi sudah bisa menjadi pemenang pemilu dan memimpin negeri ini. Mengapa harus kudeta? Ia tentu juga mati-matian membela bahwa PKI tidak tahu menahu dengan pembunuhan para jenderal, apalagi berniat untuk berkhianat kepada Republik yang sama sama mereka perjuangkan lepas dari penjajahan.

Pada akhirnya kabar selingkuh Njoto memang tak menjadi kenyataan. Njoto tetap menjadi suami Soetarni. Karena itupula ketika meletus G30S PKI, wanita yang tidak mengerti politik ini akhirnya harus menerima kenyataan pahit. Soetarni bersama ratusan tahanan politik lainnya, ditahan di Kodim (Komando Distrik Militer), Jalan Setiabudi, Jakarta Selatan, bersama tujuh anak-anaknya. Ketika itu dia sedang mengandung dan akhirnya melahirkan di dalam tahanan. ia dibebaskan setelah delapan bulan mendekam di Rumah Tahanan. Keluar dari tahanan, Soetarni dan anak anaknya tinggal di Baturetno. Tahun 1969 ,kedatangan aparat yang membawa kembali Soetarni membuat kerabat kerabatnya panik. Seorang kakak kandungnya yang tinggal di Solo lalu menemui Nyonya Tien Soeharto, meminta pembebasannya. Keluarga ini memang memiliki hubungan kekerabatan dengan Tien Soeharto. Ibu Soetarni keturunan trah Mangkunegaran, sepupu orang tua Tien. Soetarni ditahan selama 11 tahun tanpa proses hukum. Kini ia telah tiada. Sejak akhir tahun 1965, seumur hidupnya menanti kepulangan suaminya yang tak pernah kembali. Politik secara kejam memisahkannya dengan pria yang dia cintai.Di dunia tak bersua , tentu di akhirat ia akan bertemu kembali.  

1 comment:

gatotgunawan said...

Selamat siang Bapak.. Kami mau minta izin apakah boleh tulisan Bapak tentang Ibu RA Sutarni kami muat dalam koran terbitan komunitas kami? Terima kasih

Kualitas elite rendah..

  Dari diskusi dengan teman teman. Saya tahu pejabat dan elite kita   berniat baik untuk bangsa ini. Namun karena keterbatasan wawasan dan l...