Ada satu cerita
tentang kesetiaan dan kehormatan. Kata
teman saya waktu makan malam kemarin. Saya tertarik untuk siap mendengar
karena budaya china selalu mendidik orang dengan cerita. Tak penting apakah
cerita itu benar atau tidak. Dengar kan saya, katanya dengan senyum indah.
Tersebutlah namanya Afung. Dia wanita desa kelahiran Shandong. Dalam usia
remaja dia bekerja sebagai pembantu rumah tangga dirumah seorang pengusaha yang berkewargaan negara asing. Sebetulnya tempat tinggal
ini tak lebih hanyalah tempat peristirahatan saja. Tuannya hanya datang kerumah
seminggu sekali. Biasanya akhir pekan. Dirumah itu hanya ada A Fung dan
Tuannya. A Fung bekerja dengan baik . Rumah itu terawat dengan baik dan tuannya
merasa senang karena itu. Pada suatu hari A Fung memohon kepada tuannya untuk
memberinya pinjaman uang membiayai ayahnya yang sakit keras di kampung. Tuanya
dengan bijak memberikan pinjaman sebesar yang diinginkan dan ditambah biaya
transfort pulang pergi. A Fung setengah membungkuk berkali kali mengucapkan
terimakasih sambil menjunjung uang itu diatas kepalanya. Dia berjanji akan
segera kembali bekerja setelah meliat keadaan ayahnya dikampung. Benarlah,
seminggu kemudian A fung sudah kembali ketempat tuannya untuk bekerja.
Sambil
membungkuk , A Fung mengucapkan terimakasih karena tuannya telah
berela hati memberinya pinjaman sehingga ayahnya dapat tertolong. Kini
keadaanya ayahnya sudah membaik. Dengan kerendahan hati sambil duduk dilantai,
AFung mengatakan bahwa dia akan terus bekerja untuk membayar hutangnya. Namun tuannya dengan tegas mengatakan bahwa
dia tidak perlu bayar hutang. Tuannya sudah melupakan soal hutang itu. Tuannya
sudah senang karena A Fung kembali bekerja dirumahnya. Empat bulan setelah
kejadian itu , Tuannya tidak pernah dating lagi kerumah. A Fung terus menanti
Tuannya. Untuk menjaga rumah tetap terawat dan agar dia tetap bisa makan ,
Afung bekerja di restoran cepat saji. Lima tahun kemudian , Tuannya muncul
dirumah. Afung setengah membungkuk memohon maaf karena selama tuannya tidak
datang dia terpaksa bekerja di restoran. Tuannya tidak habis mengerti karena
semua keadaan rumah terawat dengan baik. Posisi perabotan tidak ada yang
berubah. Kamarnya tetap bersih seperti awal dia tinggalkan. Padahal dia
membayangkan rumahnya sudah hancur dengan taman yang penuh ilalang. Afung tetap
setia menjaga amanah sebagai pembantu rumah tangga. Afung tetap membungkuk dan
berharap tuanya memaafkan kelalaiannya. Tuannya membelai kepalanya sambil
mengangkat wajahnya. Dengan tersenyum dan berlinang air mata , tuannya
mengangguk. Tanda bahwa tuannya telah memaafkan.
Mengapa Afung
begitu setianya? Tanya saya. Simaklah kata A Fung kepada tuannya. Ketika tuan
memberi saya pinjaman untuk biaya berobat ayah saya, saya merasa sangat
berhutang namun ketika akhirnya tuan menjadikan hutang itu sebagai pemberian
maka itu menjadi hutang yang tak mungkin saya lunasi sampai kapanpun. Tuan
telah membeli jiwa saya. Saya harus mengabdi setulus tulusnya untuk tuan.
Kalaulah bukan karena kemulian hati tuan , tidak mungkin tua mau berbuat baik
kepada saya seorang wanita miskin dan hamba sahaya ini. Kebaikan hati tuan
adalah cermin dari kehadiran Tuhan saya pada diri tuan. BIla saya berbakti
kepada tuan maka itu sama saja saya berbakti kepada Tuhan saya. Mungkin saya
tidak mungkin mendapatkan semua keinginan saya didunia ini namun yang esensial
saya dapatkan adalah kehormatan karena saya tahu berterimakasih dan bersyukur
atas kebaikan hati tuan, karena Tuhan tentunya. Terimakasih telah memberikan
kesempatan untuk hidup saya berguna menjaga amanah selama tuan tidak ada
dirumah. Demikan A fung. Tuanya tersenyum dan haru. Teman saya memperhatikan
mimik saya dengan tersenyum. Apa hikmah cerita ini? Kesetiaan adalah kehormatan
sebagai manusia hamba Tuhan..
Saya sempat
termenung lama dengan kisah yang disampaikan oleh teman itu. Teringat akan firman Allah“Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu menghianati Allah dan Rasul (Muhammad), dan (juga)
janganlah kamu menghianati amanat-amanat yang di percayakan kepadamu, sedang
kamu mengetahuinya. Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah
sebagai cobaan dan sesungguhnya disisi Allahlah pahala yang besar”.
(al-Anfaal:27-28).Dengan nikmat yang telah Allah berikan kepada kita maka sesungguhnya Allah telah membeli diri kita dan kita telah menjualnya kepada Allah “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka”. (At Taubáh: 111). Seperti yang dikatakan A Fung bahwa Tuan telah membeli jiwa saya. Saya harus mengabdi setulus tulusnya untuk tuan. Seharusnya kita juga harus setia kepada Allah untuk menjaga amanah
dengan baik. Apakah amanah itu? Amanah itu adalah diri kita sendiri dan alam semesta. Diri
kita adalah pemberian Allah. Lengkap dengan panca indra yang membuat kehidupan
begitu berharganya. Kita harus menjaga diri kita sebaik baiknya agar tidak
tercemar oleh akhlak rendah dengan senantiasa mengikuti perintah Allah dan
menjauhi laranganNya. Dalam kondisi apapun tetap harus setia kepada Allah. Dalam keadaan sakit,menderita , kalah, kesetiaan
kepada Allah tetap harus terjaga. Istiqamah! Sepeti A Fung, walau lima 5 tahun bekerja sebgaai pembantu rumah tangga yang ditinggal pergi oleh tuannya dan selama itu tidak pernah menerima gaji namun dia tetap setia yang tentu tetap berprasangka baik kepada tuannya. Itulah nilai nilai kesetiaan yang coba digambarkan oleh teman saya itu lewat ceritanya tentang A Fung.
Cerita yang disampaikan teman itu rasanya jauh panggang dari api
bila meliat perpolitikan di Indonesia. Kekalahan Patai Islam atau Partai yang didukung ormas islam dalam pemilu telah membuat mereka terpecah belah. Keimanan mereka goyah. Ragu dengan sumber kekuatan dari Allah sehingga mencari perlindungan kepada Partai sekular. Itu artinya tidak ada kesetiaan kepada Allah. Ragu akan pertolongan Allah dan tentu ragu dengan visi misi Islam sebagai rahmat bagi alam semesta. Yang lebih buruk lagi adalah dalam kekalahan dalam Pemilu tersebut justru membuat mereka terpecah belah maka inlah firman Allah "Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat,(QS. Ali Imran [3]: 105. Ya bangsa ini secara mental sedang sakit. Entah itu
partai yang berasaskan islam maupun yang berbasis ormas Islam maupun secular
semakin mempertontonkan bahwa tidak ada kesetiaan kepada rakyat yang memilih,
tidak ada kesetiaan teman seiman. Semua terjadi karena kekuasaan adalah segala
galanya. Karenanya tidak ada teman sejati yang ada hanyalah kepentingan. Padahal
Budaya kesetiaan adalah bagian dari kehormatan diri dihadapan Tuhan dan orang
lain. Kalau
kehormatan tidak ada lagi maka nilai kesempurnaan manusia sudah terhalau. Saya
yakin untuk kekurangan lain kita bisa perbaiki namun bila nilai kesetiaan tidak
ada lagi maka apapun yang kita
lakukan dan harapkan hanya akan melahirkan paradox. Yakinlah ! mari berubah…
No comments:
Post a Comment