Mereka yang berkuasa pasti menghabiskan banyak waktunya untuk menertawakan kita sebagai rakyat. Kita tidak menyadari itu. Karena kita berada di istana utopia dari sebuah kebodohan dan keluguan sebagai korban pemangsa. Sangat mudah percaya dengan janji utopia politisi dan bermimpi diatas kultus individu kepemimpinan. Tapi sebenarnya kekuasaan tiran berdiri diatas istana pasir. Pujian orang bodoh dan tolol mudah berubah jadi kebencian. Jarak benci dan cinta diatas pencitraan itu tipis banget. Karenanya apapun opini dan oposisi itu dianggap ancaman. Kawatir pencerahan membuat rakyat tercerahkan. Dan akhirnya melawan.
Tiran, sepanjang sejarah masa lalu, selalu memikirkan keuntungan mereka sendiri dibandingkan keuntungan masyarakat lainnya. Mengapa ? sifat manusia, pada umumnya dan sebagian besar, adalah egois. Tanpa egoisme anda kehilangan semangat bertarung mengalahkan. Egoisme itu bagus kalau dalam takaran wajar. Masalah wajar seperti apa? inilah yang rumit. Serumit cara berpikir kaum liberal yang mengusung demokratisasi,
“Kami, kaum progresif. Mengusung perubahan“ Demikian argumennya terdengar bijaksana dan baik “ Kita tahu reformasi apa yang dibutuhkan dunia, jika kita punya kekuatan, kita akan menciptakan surga. Demikian obsesi menjatuhkan Soeharto yang terkesan tiran. Maka, karena terhipnotis secara narsistik oleh perenungan akan kebijaksanaan dan kebaikan reformasi, sebuah tirani baru tercipta. Yaitu oligarchi, Atau gerombolan bandit. Yang lebih sadis daripada tirani Soeharto.
Yang saya bingung, semua partai dari Paslon 1 dan 3 mengatakan telah terjadi pelanggaran Pemilu yang TSM. Anehnya kan Partai koalisi pemerintah adalah juga mereka yang menjadi pendukung Paslon 1 dan 3. Anehnya lagi mereka ribut setelah usai Pemilu. Pertanyaannya adalah mengapa sampai TSM begitu mudahnya. Apakah sehebat itu Jokowi? Tanya teman. Terkesan lugu memang. Jokowi bagian dari gerombolan oligarchi. Dia sama saja dengan elite partai lain yang menjadi koalisi pemerintah. Hanya saja kebetulan jabatannya presiden, dan dia punya kontrol terhadap institusi negara seperti menteri, POLRi dan TNI,KPU, dan lainnya.
Nah mana ada Elite partai dan pejabat yang bersih? Itu sama saja seperti mana ada PSK yang perawan. Semua kotor lah. Jokowi bisa kapitalisasi situasi itu agar semua pihak TST saat dia berada dibalik paslon 2. Antar mereka saling sandera kasus. Bahkan mereka juga entertain keluarga Jokowi. Nah bertambah dah rumitnya. Apalagi masyarakat terpolarisasi dalam kontestasi pemilu, yang seakan sebuah perang antara si baik dan si Mantiko. Nyatanya itu hanya sebuah draman kolosal untuk rakyat yang bodoh.
Misal Jokowi membagikan Bansos disaat menjelang Pemilu. Itu dianggap cawe cawe. Kelihatan dengan kasat mata, itu benar adanya. Episode sayang anak. Namun substansinya Bansos itu diberikan karena situasi ekonomi sedang genting. Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan pada 30 oktober 2023 dan 29 januari 2024, yang mengantisipasi dampak dari inflasi. Maklum keadaan ekonomi kita sejak dua tahun lalu memang memprihatinkan. Likuiditas global semakin seret akibat kebijakan suku bunga the fed. Ini membuat ongkos operasi moneter sangat mahal. Rakyat awam mana paham itu.
Jadi jadwal pemberian Bansos itu bukan kehendak Jokowi tetapi KSSK. Kalau engga, bisa chaos ekonomi kita. Bisa batal Pemilu. Ya. Coba bayangin kalau harga beras sebelum Pemilu seperti sekarang Rp, 16.000/Kg. Kan bisa chaos politik. Maklum saat menjelang Pemilu situasi politik memang memanas. Krisis pangan bisa berdampak kepada krisis politik. Rakyat mudah sekali terbakar oleh provokasi dan POLRI/TNI tidak akan bisa menghalangi people power pada musim politik. Kalau paslon 2 diuntungkan secara politik karena Bansos itu, paslon lain juga dapatkan trade off dari adanya Bansos itu. Tanya aja berapa mereka dapatkan dana kampanye dari pengusaha yang menikmati restruktur kredit C-19 ratusan triliun.
Heboh setelah usai pemilu soal TSM. Mau adakan hak angket lah. Itu hanya drama. Yang harus dipahami dalam konteks politik. Keributan itu hanyalah bargain posisi. Termasuk hak angket. Kan politik selalu harus punya bargain. Perbedaan pendapat itu hanya karena merasa pendapatan beda. Kalau karena bargain terjadi kompromi, pendapatan sama, ya pendapat mereka jadi sama. Hak angket batal atau dibawa angin lalu hasilnya. Biasa saja. Kenapa begitu? Jangan meliat Jokowi dan Partai itu berdiri sendiri. Ada aktor lain yang juga menentukan, yaitu pengusaha. Selagi kepentingan pengusaha terjaga, kompromi antar elite pasti terjadi. Semua akan baik baik saja. Keberlangsungan oligarchi terus terjaga. Memang itu agendanya. Rakyat awam engga paham itu.
No comments:
Post a Comment