Lama kami tidak bertemu. Mungkin
lebih dari 30 tahun. Ketika bertemu minggu lalu, wajah kami tak nampak seperti
30 tahun lalu. DIsana sini sudah nampak warna putih dirambut. Kerutan tersamar
juga nampak. Yang tak pernah berubah adalah gaya bicara dan senyuman. Masih
seperti yang dulu. Dia bercerita pengalaman hidupnya selama 30 tahun itu. Menurutnya bahwa rasa sesal itu datang bila
kita punya banyak pilihan. Setamat kuliah dia punya banyak pilihan. Jadi
professional, PNS atau Wiraswasta. Ketiga hal itu mudah diraihnya. Karena dia
lulusan terbaik di universitasnya tentu tidak sulit untuk menjadi professional
atau PNS. Orang tuanya juga termasuk orang kaya yang tentu tidak sulit baginya
mendapatkan modal untuk berwiraswasta. Dia memilih PNS. Alasannya sederhana
bahwa orang tuanya juga PNS dan telah memberikan kesejahteraan hidup bagi
keluarganya. Dia ingin mengikuti jejak Ayahnya. Hidup serba teratur dan
terjamin dari segala resiko kebutuhan hidup dan tunjangan social. Dua tahun
setelah menjadi PNS, diapun menikah. Hidup dilaluinya bagaikan alir mengalir
datar diatas kaca. Dia hanya butuh kesabaran melewati rentang waktu sampai
pensiun.
Apakah dia bisa sabar? Menurutnya
hanya lima tahun usia pernikahannya atau 7 tahun sebagai PNS, dia sudah merasa
bosan. Merasa ada sesuatu yang terbuang sia sia. Dia menyesal dengan pilihannya sebagai PNS. Mengingat waktu yang
ditempuhnya dalam pendidikan, kesulitannya mendapatkan predikat terbaik,
ternyata setelah bekerja, semua itu tidak terpakai. Hal yang paling sederhana
dan sangat rasional menurutnya ternyata tidak rasional bagi lingkungan
tempatnya bekerja. Tanpa disadari dia
berada dalam ruang yang memenjarakan kreatifitasnya dan membuat dia merasa tak
berguna sebagai orang yang terdidik dengan baik. Selanjutnya pandangannya
sering keluar. Pekarangan rumah orang semakin nampak hijau. Profesi lain selain
PNS jauh lebih membahagiakan dibandingkan sebagai PNS. Terbayang kehidupan
dimana orang akan membayarnya karena keahliannya. Ada rasa bangga dihormati dan
dibayar. Maka diapun memutuskan untuk berhenti sebagai PNS. Jalan professional
adalah pilihannya. Lima tahun sebagai professional , dia mulai merasa terhina
dan rendah. Betapa tidak? Ternyata tak mudah membuat orang lain percaya dia
ahli dan pantas untuk dibayar. Kalaupun ada yang memakai jasanya, itupun
bayarannya sangat murah. Dia menyesal sebagai professional karena direpublik ini jasa professional hanya mahal untuk kelas pengacara nakal dan akuntan nakal. Yang pintar dan jujur tak laku dijual.
Hidup hanya sekali. Tak ingin terkurung lama sebagai profesional yang bersepatu miring. Diapun mengambil keputusan untuk pindah menjadi wiraswasta.
Ketika keputusan ini dibuat , usianya sudah diatas 40 tahun. Tenaga tak sekuat
ketika masih dibawah 30 tahun. Ketika itu dia sadar bahwa dia tak mungkin
kembali lagi sebagai PNS. Tak mungkin berbalik lagi sebagai professional karena
dia tidak berbakat sebagai seorang ahli dan penjual sekaligus. Wiraswasta
adalah pilihah akhir pada posisi dia berada disudut dan usia paruh baya.
Mungkinkah akan sukses? Ternyata usahanya sebagai wiraswasta dalam 5 tahun
dapat berkembang baik walau tidak besar. Setidaknya usahanya itu bisa membuat
dia bahagia dan lapang. Mengapa dia gagal sebagai PNS? karena
dia masih melihat kemungkinan lebih baik sebagai professional. Mengapa dia
gagal sebagai professional? Karena dia masih melihat kemungkinan sukses sebagai
wiraswasta. Dan ketika dia memilih wiraswasta, dia tidak punya pilihan lain. No
way return. Justru karena itulah membuat potensinya bangkit dan terangkat
kepermukaan. Dia bisa bersikap bijak bahwa jika cobaan sepanjang sungai, maka Kesabarannya seluas Samudra. Jika harapan sejauh hamparan mata memandang, maka tekad mesti seluas angkasa membentang. Jika pengorbanan sebesar Bumi, maka keikhlasan harus seluas Jagad Raya. itulah hikmah perjalanan hidupnya. Apakah dia benar dengan pilihan sebagai wiraswasta? Menurutnya ini bukan soal kesempatan tapi memang harus memilih. Ketika memilih maka jangan lagi melihat kepada yang lain.
Ditahun 711 M, Thariq bin Ziyad memimpin
7000 tentara Islam melakukan pelayaran ke Spanyol untuk tujuan penaklukan. Sesampai
di Spanyol dia memerintahkan kepada pasukannya untuk membakar seluruh kapal.
Pasukannya sadar bahwa mereka tidak ada jalan untuk kembali atau lari. Hanya
ada satu jalan yaitu melangkah kedepan dan menang. Sehingga seluruh kekuataan
pasukan focus kepada sasaran dan tak pernah lagi berpikir lain kecuali
bertarung sampai titik darah penghabisan. Sejarah membuktikan bahwa Thariq bin
Ziyad berhasil merebut Spanyol. Bagaimana motivasi no way return itu bisa
membuat orang sukses? Inilah pidato Thariq : Di mana jalan pulang? Laut berada
di belakang kalian. Musuh di hadapan kalian. Sungguh kalian tidak memiliki
apa-apa kecuali sikap benar dan sabar. Sekiranya perang ini berkepanjangan, dan
kalian tidak segera dapat mengatasinya, akan sirnalah kekuatan kalian. Akan
lenyap rasa gentar mereka terhadap kalian. Oleh karena itu, singkirkanlah sifat
hina dari diri kalian dengan sifat terhormat. Ketahuilah, sekiranya kalian
bersabar untuk sedikit menderita, niscaya kalian akan dapat bersenang-senang
dalam waktu yang lama. Demikain Thariq mengajarkan sebuah inspirasi bahwa kesabaran adalah kata kunci melewati setiap pilihan agar tidak tergoda dengan pilihan yang lain dan istiqamah untuk bisa meraihnya. Power of patience; Our patience will achieve more than our force.
PNS atau Professional atau Wiraswasta adalah soal pilihan. Apapun pilihan tidak ada yang
salah. Yang salah adalah apabila kita tidak pernah memilih kecuali hanya ikut
ikutan. Pemilih sejati adalah mereka yang tidak pernah menyesal karena
pilihannya dan bertarung dengan hati , berbuat untuk cinta dan berharap kepada
Allah. Sekali memilih maka tetaplah focus sampai akhir dan selesai, tapa sesal
apapun. Itulah tandanya orang bersyukur akan nikmat Allah. Destiny is no matter of chance.
It is a matter of choice. It is not a thing to be waited for, it is a thing to
be achieved.
No comments:
Post a Comment