Thursday, April 19, 2012

Kodok dan Manusia


Kemarin waktu makan malam dengan teman , dia mengutarakan sebuah kisah dan menurut saya tepatnya adalah sebuah analogi tentang kearifan. Anda tahu apa itu kodok ? tanyanya. Saya hanya tersenyum. Menurutnya kodok itu jenis binatang yang sangat sombong. Bila mereka berkumpul maka masing masing akan mengeluarkan suara. Mereka akan berlomba lomba berteriak paling keras. Terkesan bertautan. Mungkin yang dikatakan masing masing kodok itu adalah dialah yang terbaik dan terbesar diatara lainnya. Saya tertawa. Menurutnya benar adanya begitu. Buktinya lambat laun kodok yang berukuran kecil akan pergi berlalu dari kerumunan itu. Suaranya tak terdengar lagi. Yang tersisa hanyalah kodok yang berukuran besar. Bila tersisa hanya dua kodok maka kodok itu akan bertarung untuk menentukan siapa yang paling kuat.  Anehnya setiap pertarungan terjadi, tidak pernah ada yang menang. Dua duanya kalah. Karena keduanya saling memakan kaki lawannya. Bayangin aja kalau kodok tak ada kaki maka dia tidak bisa melompat dan tak bisa mencari mangsa dan mudah dimangsa predator.

Begitulah Tuhan menciptakan binatang sebagai contoh dan pembelajaran kepada manusia. Sejarah memang mencatat buram tentang manusia yang tak ubahnya sepeti kodok. Ribuan  tahun manusia selalu bertikai untuk menjadi penguasa terhadap lainnya Setiap pertikaian memakan korban mati tak terbilang. Setiap kemenangan yang didapat dari kesombongan selalu dibangun diatas ilusi, keserakahan, fitnah, penindasan dan kemunafikan. Segala sifat buruk dengan iblis sebagai mentor terbentuk begitu saja. Sehingga manusia tak ubahnya binatang dan menjauh dari sifat ilahiah yang mengutamakan kasih sayang dan cinta. Kedamaian menjadi mahal. Kehidupan menjadi kelam. Yang miskin meradang dendam kepada sikaya. Sikaya ketakutan jatuh miskin. Penguasa kawatir jatuh dari singgasana. Rasa malu terhalau dan kemanusiaan menjadi komoditi. Tidak ada lagi keiklasan.

Teman saya mengulang ungkapan kearifan bahwa bila kita menghadapi kesombongan maka jangan dilawan. Karena tidak ada gunanya. Tanpa dilawanpun mereka akan mati dengan sendirinya. Lebih baik menghindar dan menonton proses kehancuran dirinya. Lihatlah sejarah,para pemimpin dan penguasa yang sombong hancur dengan sendirinya. Lihatlah AS, tidak ada tentara berlapis dan pesawat tempur menghantam AS tapi karena kesombongan mereka sendiri membuat mereka menjadi manusia terendah didunia, seperti layak Negara kalah perang. Apakah ada yang lebih rendah dibanding penerima hutang? Kata teman saya. Saya maklum adanya karena dalam Islam orang terlilit hutang memang pantas di zakati karena dia lemah. Begitulah kenyataannya kini bagi AS yang tadinya begitu sombong namun akhirnya menjadi pengemis kepada Negara lain dan dibicarakan oleh setiap lembaga keuangan international sambil mencibir betapa brengseknya Negara itu dikelola.

BIla kerumunan manusia bertarung untuk mengatakan dialah yang paling hebat dan dapat dipercaya, maka yang merasa kecil dan orang baik akan pergi menjauh dari kerumunan itu. Kalau dia tidak pergi menjauh maka dia lebih bodoh dari Kodok.  Kata teman saya itu. Saya tertawa mendengar analogi ini.  Bagaimana dengan sytem demokrasi yang menang yang berkuasa ? Tanya saya. Menurutnya itulah yang konyol dari system demokrasi yang kini banyak  digandrungi oleh masyarakat modern. Bila Pemilu digelar maka satu sama lain bertarung untuk mengatakan dialah yang paling baik dan yang lain jelek. BIla ternyata menang dalam Pemilu , pertarungan tidak selesai begitu saja. Akan ada putaran berikutnya pertarungan di Parlemen. Satu sama lain terus bertikai sehingga tida ada yang menang. Yang memimpin tak bisa bergerak karena terus diganggu oleh yang kalah. Yang kalah tidak pernah aman karena terus terancam oleh rekayasa pengadilan ala penguasa.

Siapapun dia, akan hancur dengan sendirinya bila membuka diri dengan kesombongannya untuk menjatuhkan pihak lain.  Itu sebabnya Nabi dengan wanti wanti mengingatkan bahwa mencari kekuasaan itu adalah penderitaan diakhirat kelak. BIla niat untuk tampil sebagai pemenang maka pada waktu bersamaan niat mengalahkan orang lain juga ada. Pada momen itulah segala cara dihalalkan atau dalam kata lain disebut  strategi dan taktik untuk meraih kemenangan. Padahal yang dimaksud taktik dan strategi itu tak lain bermain main dengan Allah, seakan Allah itu mudah dipermainkan. Padahal Allah itu tidak tidur dan Allah maha mengetahui atas apa yang tersembunyi. Pada akhirnya sebuah perjuangan bukanlah diukur dari hasil yang dicapai tapi proses mencapai kemenangan itulah yang jadi ukuran , walaupun hasilnya tidak sesuai dengan keinginan. Bila prosesnya benar menurut Allah maka rahmat Allah akan sampai: Semuanya akan menjadi mudah dan lapang dalam situasi apapun. 

No comments:

Kualitas elite rendah..

  Dari diskusi dengan teman teman. Saya tahu pejabat dan elite kita   berniat baik untuk bangsa ini. Namun karena keterbatasan wawasan dan l...