Tuesday, January 24, 2012

Tugas agung ...

Lunar New Year, teman saya sebagai pimpinan Venture Capital di China mengundang saya untuk makan malam bersama seluruh staff nya.  Acara itu diadakan di Zuhai.  Semua tamu yang datang dari Hong Kong diberi kamar hotel untuk menginap satu malam, termasuk saya.  Saya datang bersama teman dari New York yang kebetulan ada tugas di Hong Kong.  Acara itu memang cukup meriah karena bukan hanya acara makan malam tapi juga dilengkapi acara panggung kesenian yang dibawakan oleh para staff perusahaan. Ada lomba karaoke, juga lomba tari, dan lain sebagainya. Saya menyaksikan acara pergantian tahun ala china ini merasa kedekatan antara pimpinan dan staff beserta karyawan. Ditengah kesulitan ekonomi akibat krisis global, mereka masih bisa tersenyum dalam kebersamaan dan tentu mereka yakin akan sebuah hope bahwa dimasa depan semua akan baik baik saja. 

Kemudian, acara itu diselingi para pimpinan membagikan amplop warna merah yang didalamnya ada terselip uang. Ini sebagai ujud kasih sayang dan berharap berkah akan datang berlipat ganda asalkan mereka peduli kepada mereka yang dibawah. Begitu keyakinan orang china.   Saya menyaksikan acara itu sampai selesai. Teman saya dari NY, sempat berbisik kepada saya bahwa mereka saling membagikan uang tapi seperti becanda. Tentu  jumlah uang itu bukan ukuran tapi ujud kepedulian, itu yang penting. Bagaimanakah perasaan terdalam ketika anda memberi dan menerima, itulah yang ingin diungkapkan dari budaya berbagi ini. Kata saya. Teman saya hanya menggelengkan kepala. Dia tidak melihat itu sebagai ujud kasih sayang yang tulus. Itu hanya culture yang no meaning. Katanya. 

Saya tetap berkeyakinan bahwa memberi adalah sesuatu yang sangat bermakna. Kami tak ingin berdebat soal ini. Setelah menjelang dini hari , acara bubar. Para undangan semua pulang dan kami kembali kekamar hotel.  Pagi pagi saya bertemu teman di tempat break fast. Dia kembali penasaran tentang makna berbagi itu. Bagaimana bisa kita rasakan maknanya. Kembali saya tegaskan bahwa tak perlu dipermasalahkan seperti apa makna itu. Kalau ingin memberi , maka memberilah. Jadikanlah itu kebiasaan. Kelak akan dirasakan maknanya; prilaku kita akan berubah, hati kita akan melembut, sikap empati akan terbangun dengan sendirinya. Bila sudah begitu maka jiwa kita sehat, tentu badan akan terhindar dari segala penyakit. Yakinlah. Tapi teman itu terdiam dan akhirnya menggeleng gelengkan kepala. Dia tetap tidak paham.

Karena ada satu hal yang harus dibicarakan serius antara saya, teman yang mengundang , teman dari NY maka kami memilih bicara di kamar. Ketika kami sedang asyik berbicara, petugas cleaning service masuk untuk membersihkan ruangan. Teman dari NY itu mempersilahkan. Kami melanjutkan pembicaraan. Setelah usai membersihkan ruangan itu, petugas cleaning service minta permisi untuk pergi.  Teman yang mengundang kami memberi tip kepada petugas cleaning sevice itu sebesar RMB 1000 ( Rp. 1.600,000). Petugas itu seorang wanita, yang mungkin usianya tak lebih 30 tahun.  Tangannya gemetar ketika menerima  uang itu. Saya segera mengucapkan gong xi pa chai Wanita itu menjawabnya dengan air mata berlinang, dan akhirnya air mata berurai jatuh dipipinya. Mukanya memerah.  Berkali kali dia mengatakan terimakasih. Kami semua mengangguk. Wanita itu  keluar ruangan tanpa membalikan punggung. Dia berjalan mundur tanpa henti memandang kami  dengan air mata berlinang..

Peristiwa yang walau hanya tiga menit itu, disaksikan oleh kami semua. Teman saya dari NY  terharu. Menurutnya ini baru kali dia menyaksikan dan merasakan betapa dalamnya makna memberi. Menurutnya lagi, air mata tidak mudah jatuh berurai. Kalaulah tanpa dorongan hati tak mungkin airmata berurai. Wanita itu mungkin selama hidupnya tidak pernah mendapatkan gratis kecuali dari orang tuanya. Maklum system kehidupan di china memang dirancang memaksa orang untuk berbuat agar bisa makan. Tak ada yang gratis. Demikian penjelasan dari teman yang mengundang kami. Ya ,kadang kita asyik dengan ceremonial mahal untuk cinta dan kasih sayang tapi kita lupa makna memberi kepada mereka yang sangat membutuhkan dan mungkin sering terlupakan dari kehiruk pikukan kita yang menelan ongkos mahal itu. 
***
Siapapun yang hidupnya serba terbatas dan lemah, selalu menanti ketulusan datang. Ketulusan dari orang yang berlebih untuk memberi adalah bentuk lain cara Tuhan menebarkan kasih sayangnya kepada simiskin yang lemah. Itulah sebabnya ketika kita memberi dengan tulus langsung disikapi dengan bahasa jiwa dalam bentuk air mata atau kadang doa terucapkan seketika. Mereka berterimakasih kepada kita sebetulnya mereka berterimakasih kepada Allah. Ya ketika kita memberi kita telah menunaikan tugas agung, tugas mewakili Allah untuk cinta dan kasih sayang.  Adakah tugas yang lebih agung ketimbang tugas mewakili Allah ? demikian saya menyimpulkan kepada teman itu. Benarlah bahwa kehidupan ini bukan sesuatu yang sulit dikelola asalkan semua orang punya jiwa memberi karena Tuhan, karena cinta. 

1 comment:

Rinaldy Roy said...

Baginda Rasulullah saw melarang duduk dengan orang pelit bin bakhil bin kikir tapi tidak melarang duduk dengan orang bodoh

Kualitas elite rendah..

  Dari diskusi dengan teman teman. Saya tahu pejabat dan elite kita   berniat baik untuk bangsa ini. Namun karena keterbatasan wawasan dan l...