Tadi pada waktu dipesawat saya bertemu dengan anak muda. Dia bercerita baru kembali dari Guangzou setelah perjalanan ke Timur Tengah. Ada sedikit geramnya karena melihat salah satu penumpang yang membawa barang belanjaan cukup banyak. Dia bilang, orang Indonesia memang gemar belanja. Kalau punya , jadi maniak belanja. Saya hanya tersenyum. Ketika saya tanyakan kerjaannya. Dia mengaku sebagai pengusaha tanpa kantor namun omzet puluhan juta dollar setahun. Saya sempat berkerut kening. Apakah anak muda ini pialang saham ? Kalaupun benar, dalam kondisi sekarang tak bisa berharap banyak untung besar. Dalam keadaan tanda tanya itu, dia menjelaskan bidang usaha yang sedang digeluti. Dia memanfaatkan pasar Electronic audio system di Afrika dan Timur Tengah serta Amerika Latin. Jadi dia Exportir. Wah hebat. Tapi bagaimana tanpa kantor? Apalagi pasti engga ada pabrik dan gudang.
Dia menjelaskan seluk beluk bisnisnya. Dia membuka virtual office di Paris ,Francis. Tujuannya mendapatkan peluang kredit ekport yang memang disediakan pemerintah Francis dalam rangka memacu pendapatan devisa negara. Disamping itu hegemoni politik Eropa di Afrika dan Timur Tengah memang kuat sekali. Tentu ini nilai plus nya bila dia membawa bendera Francis dalam perdagangan international. Kantor beralamat di Paris tapi komunikasi telp , email, fax diforward langsung ke email pribadinya dan telp cellularnya. Berkat IPAD, dia bisa mobile mengelola bisnisnya. Dia membeli merek dagang Francis dari perusahaan pailit karena krisis global. Dengan merek dagang ini dia mendatangi pabrik Electronic di Guangzho ( china ) untuk dijadikan rekanan sebagai perakit merek dagangnya. Dan lucunya , pabrik di China itu setuju saja bila didepan Pabrik itu dipasang papan nama Merek dagangnya. Kemudian dia photo pabrik itu untuk melengkapi brosur dagangnya.
Karena perusahaannya terdaftar di Francis maka dalam setiap pameran dagang international yang disponsori oleh pemerintah francis, perusahaanya pasti diikut sertakan. Pihak pabrik mitranya bersenang hati menjadi bagian dalam pameran itu walau harus memakai label perusahaan dia.. Dari situlah dia mendapat pesanan dari berbagai negara. Ketika pesanan datang, dia tinggal hubungi bank di Paris untuk memberikan fasilita LC back to back ke Pabrik di China. Ketika barang selesai dibuat dan dilakukan pengirimana, dalam BL ( Bill of Lading ) menyebutkan Loading Port : China, Origin : Francis. Setelah pengepalan ke importir selesai maka secara cross settlement ( selisis beli dan jual ) menjadi labanya. Demikian sederhananya proses bagaimana dia mendatangkan dollar kerekening banknya. Tanpa kantor , tanpa karyawan dan hidup mobile mengitari belahan dunia dalam layanan bisnis class. Luar biasa.
Dia, adalah anak muda. Menurutnya usianya baru 34 tahun. Dia lulusan Fakultas Teknik Elecro disalah satu PTS di Jakarta. Saya tanya, bagaimana dia bisa mengetahui peluang itu dan akhirnya bisa mengikuti proses bisnis hingga menjadi sebuah peluang yang menguntungkan. Dia jawab bahwa dia sangat menyukai electronic khususnya Audio. Dari kegemarannya itu membuat dia pemerhati produk Audio , termasuk berseluncur didunia maya untuk mendapatkan informasi uptodate. Dengan aktif dalam forum blogger Audio membuka pintu dia masuk komunitas bisnis Audio secara global. Dari itu dia membaca, melihat dan merasakan seuatu yang bisa dia perbuat. Dia tidak ada modal, juga tidak ada pengalaman sebagai pengusaha. Lantas bagaimana memulainya.Dia menjawab, lagi lagi karena faktor imformasi membuatnya widevision dan menuntunnya mendapatkan solusi hingga cita citanya terkabulkan sebagai produsen electronic kelas dunia dengan omzet puluhan juta dollar.
Itulah sekilas bagaimana anak muda jaman sekarang menjadi generasi informasi digital. Mereka lulus universitas namun tidak terjebak dengan budaya gampangan untuk hidup senang melalui bekerja. Tapi berwiraswasta dengan keilmuannya. Ya, ilmu terbuka lebar, forum diskusi terbuka luas, ajang interaksi sosial, budaya , ekonomi, politik, agama, semakin meluas tanpa batas. Ini semua adalah berkah dan sekaligus sebagai fakta bahwa pada intinya manusia itu hanya berlainan dari suku dan kulit namun hakikatnya satu keluarga besar untuk saling melengkapi. Alangkah baiknya bila dalam diskusi di forum dunia maya, itu dijadikan sarana saling berbagi informasi pengetahuan baik dalam bentuk pengalaman praktis maupun dari bacaan buku.. Dari praktisi yang bicara atas dasar pengalaman , membuat yang belum pengalaman menjadi pengalaman, Dari pengetahuan orang yang gemar baca buku, membuat yang malas baca buku menjadi tahu isi buku. Banyak lagi manfaatnya asalkan kita sadar bahwa forum bukanlah ajang aktualisasi ”aku” tapi memang sharing knowledge. That was all.
1 comment:
Salam Pak Erizeli,
Saya dapat cerita ini dari Sahabat Niam (Nailun Ni'am/ Meilhoja Azhari), alumnus Al Azhar, Kairo, dan Bapak pasti kenal beliau bukan ?
Industri kuartener dengan komoditas paten memang nilai tambah ekonominya luar biasa,dibandingkan dengan kami, yang harus membangun infrastruktur SDM& aset tangible lain, yang kompleks.
Pemuda tersebut beruntung, dan memang cerdas, karena tidak banyak personal yang memahami valuasi merek, untuk kemudian ditransaksikan. Saya juga salut dengan beliau, yang Bapak ceritakan tersebut.
Di Indonesia, industri kuartener jelas butuh kepastian hukum. Farmasi nilai paten bisa 20% dari HET. Kawan yang di Korea Selatan, meneliti Temulawak untuk antimikrobial, dan Temu Kunci untuk antiaging, keduanya dijual patennya, dan dibuat massal dalam sediaan pasta gigi& kosmetik, ternyata sambutan pasarnya bagus. Kedua bahan baku tersebut, diimpor dari Indonesia ;)
Paten Farmasi, tidak laku dijual di Indonesia,daya beli konsumen, secara generik masih lemah. Kecuali, untuk obat golongan tertentu, atau, kalaupun masuk ke Farmasi, segmennya lebih ke makanan dan kosmetik, pasarnya lebih luas.
Salam dari Nailun Ni'am, Pak Zeli ;)
Post a Comment