Wednesday, July 08, 2009

Magic word

Ada dua orang pria dalam klise yang sama. Pria pertama melihat seorang gadis cantik berjalan ditempat sepi. Pria ini menyeret si gadis ketempat sempi dan memperkosanya. Besoknya keluarga dan masyrakat geger.Mereka marah dan menggiring pria itu sebagai pesakitan karena memperkosa.. Pria kedua , yang ketika melihat si gadis. Dia tidak menyeret wanita itu ketempat sepi. Tapi menyapanya dengan ramah dan akhirnya membawanya ketempat ramai. Berselang beberapa hari dan minggu. Pria itu berhasil mendapatkan apa yang dia mau. Atau sama seperti yang dimau oleh pemerkosa. Hanya bedanya pria pertama menggunakan otot ( hard Power ) untuk mendapatkan yang dia mau, sementara pria yang terakhir mendapatkannya lewat “magic word”. Bagi saya dua duanya adalah pemerkosaan bila kedua keduanya bertujuan untuk memanfaatkan wanita itu untuk kepentingan pribadinya.

Di era sekarang tak terbilang wanita diperkosa oleh orang yang terdekat bahkan orang yang sangat dipercayainya dan dicintainya. Tidak dengan kekerasan tapi dengan magic word. Perkosaan seperti ini tidak diatur dalam KUHAP . Banyak orang tua , kiyai ,ulama yang berusaha mengingatkan bahayanya hubungan diluar nikah. Karena ini bertentangan dengan budaya dan agama. Tapi bagi kebanyakan wanita, ini tidak didengar.Apalagi bila mereka sedang jatuh cinta. Mereka hidup dilingkungan informasi dan komunikasi tumbuh suburnya berjuta magic word. Termasuk para bapak ( pria beristri ) mencermati ini sebagia suatu bentuk jual beli biasa bila mereka butuh wanita. Padahal inipun pemerkosaan secara psikis lewat uang dan harga. Dalam kontek demokratisasi ini syah saja. Alasannya suka sama suka dan dilakukan ditempat private.

Dunia sekarang memang terjebak dalam magic word. Dunia usaha maupun dunia politik sama saja. Mereka menggunakan magic word untuk menggiring konsumen membeli. Objectivitas pilihan menjadi absurd karena terhalang oleh magic word. Kosmetik laku keras bila menampilkan bintang film terkenal. Hingga banyak wanita tidak percaya diri bila keluar tanpa make up dan accessories yang bermerek. Banyak orang malas malu naik sepeda karena iklan motor yang tak pernah hentinya. Banyak orang membeli mie kering karena gaya hidup instant. Didunia politik juga sama. Orang memilih karena iklan. Artis terkenal lebih dipilih daripada kiyai atau budayawan. Tanpa disadari mereka sudah terjebak oleh dictator media.

Itu demokrasi liberal. Private placement. Kita memuja demokrasi karena kebebasan dan benci dictator.. Sama seperti anak remaja sekarang yang menganggap orang tua dictator kalau dinasehati soal agama dan budaya agar menghindari pergaulan yang salah.. Memang kesan dictator lebih akrab dengan kekerasan.atau sama dengan pemerkosaan. Tapi dictator media yang tak henti hentinya meniupkan magic word agar orang lain mengikuti, diktator ini jauh lebih dahsyat daya rusaknya. Sama seperti life style yang ditayangkan lewat TV tentang kehidupan malam dan free sex yang akhirnya indentik dengan Narkoba. Tanpa disadari orang telah menjadi budak dan diperalat oleh business narkoba.

Magic word memang ampuh menjebak orang untuk di utilize. Di era kapitalisme dimana ada harga ,maka magic word” tampil dalam bentuk hadiah dan janji. Hampir sebagian besar wanita jatuh cinta karena hadiah dan janji.Jarang sekali karena akhlak dan agama. Keadilan menjadi cemoohan. Budaya santun dan ikhlas dipinggirkan. Masa depan dijual dalam retorika menyesatkan untuk mendapatkan hari kini. Hasil Pilpres kali ini adalah pilihan rakyat karena megic word. Peran media dan magic word sangat dominant membuat SBY Budiono menjadi pinangan rakyat. Survey membuktikan orang yang dicintai akan merasa aman dalam kondisi apapun selagi pasangannya tidak selingkuh ( kepada asing/kapitalis ). Juga yang harus diingat bahwa cinta dengan magic word itu subjective. Dia labil dan renta. Kecuali semua terjaga seperti apa yang dijanjikan. Semoga…

Kualitas elite rendah..

  Dari diskusi dengan teman teman. Saya tahu pejabat dan elite kita   berniat baik untuk bangsa ini. Namun karena keterbatasan wawasan dan l...