Substitusi impor diterapkan pemerintah dengan memberikan insentif kepada industri domestik. Pasar domestik diproteksi untuk melindungi industri hilir dari serangan produk impor, dan juga pasar domestik bisa menyerap produk industri hulu dalam negeri. Namun saat oversupply, daya beli domestik melemah, pasar ekspor menjadi keniscayaan. Tanpa ekspor industri bangkrut. Free trade area dan WTO diratifikasi. Globalisasi pasar tak terelakan agar uang dan barang bebas mengalir melintasi benua. Kalau inginkan FDi masuk ya bebaskan pasar.
Apa yang terjadi kini bukanlah situasional dan mendadak. Tapi itu sudah kita aminin sejak tahun 1980an. Sejak Milton Friedman gencar memperkenalkan konsep free to Choose. Dunia terikat satu sama lain dalam satu jaringan globalisasi. Semangat deregulasi, privatisasi BUMN meluas. Awalnya negara menikmati neoliberal. Namun lambat laun hutang menjadi kebutuhan. Jebakan utang tak terelakan. Tahun 2008, neoliberalisme terjerembab. Negara harus mengorbankan PDB nya untuk mem bailout akibat kerakusan pasar. Uang semakin depresiasi, GINI rasio semakin melebar.
Pemerintah kita maju mundur terhadap fenomena globalisasi. Habis gimana ? ekonomi dunia sudah terlanjur imbalance. Ya mau tidak mau, market adjustrumet harus dilakukan dengan regulated. Namun tidak mudah. Pasar mungkin bisa dikendalikan tetapi uang tidak mungkin. Ketika arus impor TPT dan plastik mengalir deras, pada waktu bersamaan Industri petrokimia terpuruk. Mengurangi minat investasi. Ketika AS memproteksi pasar domestik dari serangan barang China, ekonomi jadi tidak efisien. Tenaga kerja tak terserap karena investor ogah tanam uang di sektor real kecuali beli surat utang.
Kini, mungkin juga besok bila kita tidak berubah. Kita akan selalu gamang terhadap perubahan pasar. Pasar akan kita sikapi sebagai sebuah kekuatan ampuh yang unpredictable. Kita hanya pasrah dan berdoa semoga Tuhan dapat berpihak kepada kelambanan dan kedunguan kita terhadap fenomena dunia. Padahal Tuhan telah beri kita akal untuk mengubah tanah liat jadi tembikar, menjadikan angin menggerakan kapal berlayar. Namun karena serakah, akal tidak berfungsi, dari peniti sampai baju, bahkan gantungan baju pun kita tidak mandiri.
Itulah pasar. Fundamentalisme pasar, kata George Soros. absolutisme laissez faire kata Paul Krugman. Abaikan negara, utamakan pasar. Bahkan orang mengukur baik-buruknya sebuah kabinet dari sejauh mana ia “disukai Pasar”. Negara, pemerintahan, birokrasi, DPR, kelihatan dungu di hadapan pasar. Pasar engga bisa dilawan atau diotak atik dengan kebijakan buka tutup impor. Tapi harus dengan efisiensi dan kreatifitas, dan itu butuh R&D. Paham kan sayang…
Harga…
Merek Dior digugat ke pengadilan Perancis dan begitu juga merek produk terkenal lainnya. Apa pasal? bocornya ongkos produksi outsourcing mereka di China. Misal harga tas Dior Rp 45 juta. Ternyata ongkos outsourcing hanya Rp. 1 juta untuk satu tas. Begitu juga dengan pakain dalam wanita merek Armani. Harga Rp. 5 juta satu set bikini ternyata ongkos outsourcing hanya Rp. 200.000 satu set. Digugat juga di pengadilan italia dengan alasan mereka eksploitasi buruh China.
Yuan juga punya pabrik di China dan Vietnam khusus outsourcing aksesoris wanita merek terkenal tahu pasti. Sebenarnya tidak ada istilah eksploitasi pekerja. Biasa saja. Bahkan upah pekerja khusus outsourcing produk branded 2 kali UMR. Karena sebagian dikerjakan dengan handmade. Margin keuntungan pabrik diatas 100% dari harga pokok. Tidak ada yang salah dari sisi produksi. Lantas masalahnya dimana ?
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan Dior atau Armani menjual dengan harga tinggi. Karena nilai kreativitas itu sifatnya imajiner dan konsumen puas membayar nilai imajiner itu. Tetapi gugatan ini sepertinya satire atas kebijakan makro Industri Eropa dan As. Mereka tuduh China jual kendaraan EV dengan harga murah atau 20% dari harga EV keluaran Pabrik otomotif Eropa dan AS. Mereka tuduh China dumping. Padahal mereka sendiri yang rakus selama ini. Menarik laba diatas wajar. Sehingga ekonomi global jadi tidak efisien.
Industri China memang tumbuh dalam suasana bersaing. Dan itu dipelihara oleh pemerintah. Persaingan bukan karena tarif atau lobi rente seperti di Indonesia, tetapi bersaing dalam hal R&D untuk lahirnya proses produksi inovasi yang berkualitas dan harga murah. Misal produk aluminium extrusion China ongkos produksinya 80% lebih murah dari Eropa dan AS. Walau pasar AS dan Eropa di proteksi sampai 20%, tetap saja produk aluminium extrusion China mengalahkan pesaingnya di Eropa dan AS.
Sebenarnya pada hari ini terutama situasi setelah Pandemi COVID, terjadi market adjustment yang dimotori oleh China. Bahwa rakus itu buruk. Ayolah berubah. Mari ciptakan produk berkualitas dengan ongkos imajiner rendah agar kehidupan dunia lebih baik dan adil bagi semua…
No comments:
Post a Comment