Suatu ketika Istri saya pernah sangat sibuk karena mengurus perkawinan seseorang yang bukan anggota keluarga kami. Seseorang itu adalah anak gadis yatim piatu yang dilamar oleh seorang pria yang tidak juga tergolong kaya. Anak gadis itu tinggal dikomplek perumahan kami yang dipelihara oleh salah satu tetangga kami namun hidupnya juga tidak berkecukupan. Maka jadilah program pernikahan anak ini sebagai kegiatan social para ibu ibu dikomplek saya. Mereka mengumpulkan dana diantara mereka untuk bersama sama menyelenggaran acara pernikahan dengan sederhana. Ya ini terselenggara akibat kebiasaan para ibu ibu berkumpul. Sebagaimana para ibu ibu kalau sudah kumpul maka banyak hal yang dibicarakan. Kalau ibu ibu sudah kumpul tentu tak bisa lepas dari ngerumpi. Kadang ada saja yang berselisih pendapat. Namun dari ajang ngerumpi ini lahir sebuah solusi spontan terhadap permasalahan diantara mereka. Bila ada tetangga yang terlilit hutang, tidak punya beras , tidak punya uang untuk bayar anak sekolah, dan lain sebagainya maka secara bersama sama mereka membantu.
Kemudian kegiatan ini dilembagakan dalam bentuk kas RT, dimana kas ini dapat digunakan setiap saat untuk bertindak sebagai penjamin hutang bila ada tetangga yang berhutang dengan tetangga lain. Bisa juga digunakan untuk membantu tetangga yang sakit. Membantu tetangga membayar uang sekolah anak yang tak terbayar. Belakangan tidak ada lagi tetangga yang bermasalah , kegiatan ini melebar ketingkat yang lebih luas , yaitu RW. Ditingkat RW para RT yang sudah mapan, bergabung lagi untuk saling membantu tingkat RW. Subhanallah. Mungkin mereka tidak paham soal MDGs yang dicanangkan oleh PBB. Mungkin mereka tidak paham soal program jarring pengaman social pemerintah bagi simiskin. Tapi lewat aksinya mereka telah bertindak sebagai penjamin jaring social dilingkungan terdekat mereka untuk lahirnya masyarakat yng penuh cinta dan kasih sayang.
Bila diperhatikan kegiatan para ibu ibu dikomplek perumahan saya, tak lain merupakan manifestasi dari cara islam membangun peradaban yang dirahmati Allah. Dimulai dari lingkungan terdekat. Rasulullah saw bersabda, "Tiap empat puluh rumah adalah tetangga-tetangga, yang di depan, di belakang, di sebelah kanan dan di sebelah kiri (rumahnya)." (HR Ath-Thahawi). Cobalah perhatikan hadith ini. Dimulai dari tetangga untuk saling menjaga. Kemudian melebar ketingkat RW dan terus melebar ketingkat kelurahan. Dari kelurahan akan melebar ketingkat Kecamatan. Dari kecamatan melebar ke tingkat kabupaten, provinsi dan akhirnya dunia. Kegiatan ini bergerakan secara sistematis melalui ring to ring. Tidak ada single donator, yang ada adalah kebersamaan untuk menyelesaikan masalah. Bahwa semua kita adalah bersaudara dan tentu harus saling menjaga satu sama lain.
Allah berfirman ” Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”. (QS. An Nisaa’:36). Lingkungan tentangga itu berisi komunitas keluarga. Keluarga yang penuh kasih karena didalamnya ada individu yang santun kepada kedua orang tuanya, peduli kepada masalah karib kerabat, penuh cinta kepada anak anak yatim piatu, empati kepada simiskin, hormat dan cinta kepada sahabat, mencintai karyawan dan pembantu dengan penuh kasih. Semua itu dapat terlaksana karena mereka adalah komunitas rendah hati yang tidak menyombongkan diri dan membanggakan diri. Semua yang mereka lakukan semata mata bagian dari cara mereka menyembah Allah.
Saya tidak tahu bagaimana kebiasaan di lingkungan tetangga tempat lain, dikomplek perumahan lain. Namun secara umum yang kita ketahui bahwa budaya gotong royong ini sudah mulai menipis di negeri ini seiring semakin luasnya pengaruh budaya individualistis. Kini yang nampak disebagian kelas menenagah adalah rasa curiga kepada orang miskin, kawatir hartanya dirampok. Demi keamanan diri pribadi maka merekapun menjarak dan empati pun terkubur. Real estate model cluster yang sengaja memagar satu ring dengan ring lain secara phisik maka secara psikis pastilah berjarak pula. Bahkan banyak real estate bersebelahan dengan komunitas muram dengan dibatasi oleh tembok tinggi dengan hamparan padang golf dan Satpam berlapis. Kalau dulu pesta perkawinan selalu dilakukan dirumah, sebagai ajang berkumpul antara karib kerabat , handai tolan, tetangga, namun kini diadakan di Gedung yang jauh dari tetangga.
Allah telah mengajarkan kepada kita bagaimana membangun peradaban Islam yang dirahmati Allah. Nabi pun telah meteladankan kepada kita. Budaya nenek moyang kita mengajarkan tenggang rasa , solidaritas kepada tetangga dan gemar bergotong royong. Padahal kekuatan islam, kekuatan budaya Indonesia terletak pada semangat gotong royong dan setia kawan. Tapi kita lupa dan asyik bicara tentang tesis membangun peradaban dengan cara cara kapitalis yang semakin membuat kita berjarak dan kehilangan ruh kesatuan dan persatuan sebagai komunitas yang dirahmati Allah.