Tadi sore saya bertemu dengan Ira di Gandaria City. “ Umumnya pemilih Presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019 dengan sikap Undecided voter. Kebanyakan mereka juga diidentifikasi merupakan kelompok generasi X. Ya mereka yang merasakan era Soeharto. Kelompok usia tersebut jumlahnya mencapai 44,3 persen. Mayoritas tinggal di pedesaan dan berpendidikan dasar. Mereka umumnya teridentifikasi sebagai kelompok Islam.” Kata saya melansir hasil Survey Litbang Kompas. “ Gimana pendapat kamu” Tanya saya, Saya tahu Ira bekerja di lembaga kajian international.
‘ Kamu tahu. “ Kata Ira. “ Jenderal (purn) Fachrul Razi blak-blakan mengaku direshuffle Presiden Jokowi sebagai Menteri Agama yang baru dijabatnya selama 14 bulan (23 Oktober 2019 – 23 Desember 2020), gara-gara menolak pembubaran ormas Front Pembela Islam atau FPI.
Sebenarnya ini bukan rahasia umum. Semua orang tahu bahwa dibalik pembubaran FPI itu karena dasarnya UU Ormas,. Tetapi kata kata Fachrul Razi itu dikalangan umat islam yang saya dengar sangat membekas dan menyakitkan. Bahwa rezim Jokowi tidak ramah kepada mereka. Belum lagi Kasus KM 50 merupakan tragedi tewasnya enam anggota Laskar Forum Pembela Islam atau FPI, yang bagi mereka masih awan gelap.
Begitu juga dengan pembubaran HTI yang sampai kini masih menyisakan kecewa terhadap rezim Jokowi. Memang ormas terbesar islam seperti Muhammadiah dan NU tetap baik kepada pemerintah. Tetapi kita lupa, bahwa anggota FPI dan HTI juga adalah bagian dari keluarga besar NU dan Muhammadiah. Artinya suara mereka tetap bergema di Muhammadiah dan NU. Ini tentu akan mempengaruhi kurangnya dukungan NU dan Muhammadiah kepada rezim Jokowi. Dan kita tahu, paslon 2 itu identik dengan Jokowi. Golongan islam sangat kecewa kepada Prabowo yang memilih bergabung dengan Jokowi. Prabowo mengkhianati janjinya yang akan bersama sama mereka jadi oposisi terhadap pemerintah. Lihat aja salah satu team TPN paslon 2 Nusron Wahid yang dipecat sebagai ketua oleh PBNU.
Hasil Survey Litbang Kompas memang mayoritas Islam undecided voter. Mereka diam bukan berarti mereka tidak bersuara. Yang saya tahu mereka lebih mendengar arahan dari kiyai dan ustad untuk diam dan tentukan suaranya saat di bilik suara. Sepertinya mereka belajar dari kegagalan pada Pilpres 2019 saat bersama PS. Makanya kamu kan tahu, gerakan islam selama menjelang Pilpres ini keliatan adem. Bukan bearti tidak ada gerakan. Antar masjid, antar majelis taklim, antar mushola gerakan itu nyata. Para mentor dari kalangan ulama aktif mencerahkan rakyat akan hak hak politik.” Kata Ira.
“ Itu artinya peluang paslon nomor 1 sangat besar kalau lolos putaran pertama? Gimana kalau berhadapan dengan paslon nomor 2?
“ Kemungkin besar pemilih paslon no. 3 terutama yang tidak memilih paslon nomor 2 akan memilih paslon nomor 1. Mengubah perasaan tidak suka karena ketidak adilan dan pelanggaran HAM era Orba itu tidak mudah. Dulu orang milih jokowi karena orang tidak suka Prabowo. Dan itu atas dasar rekam jejak. “
“ Gimana kalau paslon nomor 1 berhadapan dengan paslon nomor 3?
“ Kemungkinan koalisi paslon 2 seperti Golkar, PAN akan memberikan dukungan kepada Paslon nomor 1. Maklum ada hubungan idiologi antara PAN dengan partai koalosi paslon 1, yaitu PKS dan PKB. Ada hubungan historis antara Golkar dengan SP, dari Nasdem. Jadi kemungkinan menang tetap paslon nomor 1 “ Kata ira.
“ Jadi bagi Paslon 2 atau 3 harus menang satu putaran, atau mereka akan terancam gagal pada putaran kedua.” Kata Saya. Ira mengangguk. Itu sebabnya partai pengusung paslon nomor 3 dan paslon 2 harus to be or not to be. Dan itu tidak mudah. Karena dua paslon itu dimotori oleh partai koalisi pemerintah.
“ Makanya benar kata dan sikap Jokowi yang cawe cawe. Agar koalisi pemerintah bersatu melawan Anies. Sebenarnya bukan Anies yang ditakuti. Yang ditakuti itu adalah arus perubahan, yang akan menggusur status quo. Sama seperti era Jokowi tahun 2014. Makanya lahirnya dua paslon berasal dari pendukung partai pendukung Jokowi, itu menguntungkan Anies. Barisan jokowi pecah. “ Kata ira.
“ Bisa saja GAMA atau Prabowo menang satu putaran asalkan salah satu bisa berkorban” kata Ira dengan tersenyum. “ Mungkinkah ? Sambung Ira. Saya terhenyak.
" Kalau Paslon nomor 2 menang dengan intervensi kekuasaan. Maka setelahnya akan terjadi arus demokrasi yang sangat kencang. Stabilitas politik tidak akan terjamin. Kalau ormas yang ribut, bisa mudah diredam. Tetapi kalau Parpol seperti PDIP dan PKS yang keduanya adalah partai idiologi, akar rumputnya sangat militan. itu sangat bahaya. Golongan islam pasti ikut. Mereka punya pijakan emotional munculnya gerakan apokalipso. NKRI akan terancam. Basis suara islam di luar jawa berpotensi mengobarkan pemisahan dari NKRI. Sangat mengerikan kalau Jokowi coba bermain main dengan kekuasaannya.. " Kata Ira.
" Ah sistem keamanan kita kuat. Ada TNI dan Polri " Kata saya cepat. " Issue Indonesia menerapkan democracy flawed sudah mendunia. Kamu engga baca media mainstream international yang menyikapi atas keputusan MK mengubah konstitusi demi meloloskan Gibran sebagai cawapres. Satu aja peluru aparat keluar, International akan bersikap. Surat utang kita akan hancur di pasar. Otomatis kurs akan terjun bebas. TNI dan POLRI paham betul. Mana berani mereka mengikuti perintah Presiden mengganyang people power" Jawab Ira.
" Artinya perlu sikap negarawan Jokowi untuk NKRI tetap utuh." Kata saya. Ira mengangguk. Cuaca diluar agak dingin. Sepertinya hujan tak kunjung datang. Malam telah menjeput. Saya pulang.