Monday, November 27, 2023

Ini antara saya dan Tuhan saja

 




Saya bertemu dengan Florence tadi siang di Kantor. “ Mengapa lue tidak peduli dengan penampilan berkelas. Padahal lue punya kalau mau. Capek gua mikir. Beda banget dengan gaya usia lue dibawah 35 tahun. “ kata Florence. Saya diam saja. Tetapi karena rasa ingin tahu nya sangat besar dan dia sadalah sahabat saya lebih dari 35 tahun. Tentu dia berhak tahu sikap saya. Karena selama ini saya memang tidak pernah berekspresikan sikap saya dengan kata kata. Saya diam saja.


“Ketika jaya penampilan terhormat saya dihadapan teman, sababat, keluarga tidak ada artinya saat saya bangkrut. Semua bantuan kasih saya kepada mereka tidak membekas. Saya tetap aja dianggap sampah dan bad news. Pernah saat saya bangkrut.  Sedara istri saya baru beli kendaraan baru. Saya ikut  numpang mobilnya pulang. Karena rumah kami satu arah. Saya diturunkan dia di terminal buss. Padahal saya sedang bersama Balita saya dan istri. Dia tidak peduli.  


Pernah saat saya bangkrut, jas yang diberi teman,  dia minta lagi. Karena dia perlu untuk anak buahnya. Padahal dulu waktu dia bangkrut saya beri uang untuk beli susu anaknya. Pernah dagangan istri saya dilempar keluar pagar. Karena suaminya tidak suka mengotori rumahnya. Padahal istri saya datang membawa pakaian barang daganganya atas undangan istrinya. Dan istri saya dagang untuk beli beras. Saya pernah berkali kali memohon maaf kepada kondektur buss karena tidak mampu bayar ongkos. Sering juga di bully. Saya terima itu.” kata saya. Florence berlinang airmata.


“ Saya benci penampilan mewah. Karena itu adalah kebohongan terencana. Yang melihat pura pura hormat dan kita menikmati ilusi kehormatan itu. Sangat naif kalau kita perlu kehormatan karena penampilan. Dan itu adalah sisa budaya feodal yang  harus kita perangi. Kita tidak bisa mengubah dunia tetapi kita bisa mengubah diri kita sendiri, hiduplah dengan sederhana. Maka kesombongan berkurang di muka bumi ini.


Makanya di Hong Kong di kamar kerja saya ada kamar ganti pakaian. Pakaian kantor ya tentu saya sesuaikan dengan rating perusahaan. Tetapi keluar kantor untuk urusan personal saya gunakan pakaian sederhana. 


Saya tidak merasa rendah tidak punya member club golf. Saya tidak merasa kecil  tidak masuk anggota Moge dan club kendaraan mewah. Saya tidak merasa miskin tinggal di perumahan yang bukan kelas real estate. Bahkan sampai tamat SMU kedua anak saya tidak tahu apa kerjaan saya. Karena saya menolak tamu bisnis datang ke rumah saya.


Di usia menua ini saya dapatkan hikmah. Ternyata reputasi kita itu bukan diukur dari pemampilan. Tetapi sejauh mana kita bisa menjaga kepentingan stakeholder. Baik stakeholder bisnis maupun personal. Tidak penting walau mereka tidak pandai berterima kasih. Tetap jaga. Teman palsu pasti ada, tetap jaga. Sedara merepotkan pasti ada, tetap jaga. Pemerintah yang tidak adil selalu ada, tetap jaga. Sahabat pemarah dan istri tukang ngomel selalu ada. Tetap jaga. MItra yang brengsek selalu ada, tetap jaga. Semua itu bukan antara saya dan mereka. Tetapi antara saya dan Tuhan saja. 


Dan apa yang terjadi? ternyata di usia menua ini teman semakin berkurang. Yang terisa hanya sahabat. Yang tidak bertanya berapa harta saya dan berapa uang saya di dompet. Hanya inginkan tetap bersama dengan saya. Diantara nya , kamu Ling dan tentu juga istri saya di rumah..” kata saya.

Friday, November 24, 2023

Tak Berdaya..

 



Kalau sekarang banyak mall dan pasar modern di kota besar sepi itu bisa dimaklumi, Karena terjadinya pergeseran cara belanja ke online. Maklum konsumen mall rata rata mereka yang punya pendapatan diatas Rp. 4 juta perbulan/keluarga dan pasti punya akun ecommerce. Berbeda dengan Pasar regional dan pasar tradisional yang dikunjungi oleh konsumen dengan penghasilan rata rata dibawah Rp.4 juta/sebulan. Saat sekarang menurut Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia, pasar sepi pembeli. 


Survey BI, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Oktober 2023 sebesar 124,3, lebih tinggi dibandingkan dengan 121,7 pada September 2023. Itu rata rata. Karena dipicu oleh kelas menengah yang tetap tajir dan tidak terpengaruh dengan kenaikan harga dan resesi global.  Tapi kalau dlihat data bagi mereka yang pengeluaran sampai Rp 4 juta, terjadi penurunan. 


Survei Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Bank Indonesia (BI) menunjukkan adanya tren penurunan belanja. Terutama untuk kelompok masyarakat dengan pengeluaran sampai Rp4 juta per bulan. Cenderung tertahan. Sementara kelompok masyarakat dengan pengeluaran Rp 1-2 juta mengurangi konsumsi. Itu kerana PHK terus terjadi. Data  ASPINDO tahun 2022 PHK mencapai 1 juta orang dan tahun ini bakal menyamai realisasi 2022. Kondisi ini sudah terjadi sejak tahun 2020.


Nah mengacu kepada standar pengeluaran dari Bank Dunia, jumlah mereka yang punya pengeluaran dibawah 4 juta dibagi tiga kelompok. Kelompok pertama, pengeluaran Rp532.000 - Rp1.200.000 per orang sebulan., Jumlahnya ada 114,7 juta. Kelompok kedua, pengeluaran Rp 354.000 - Rp532.000 per orang sebulan. Jumlahnya ada 61,6 juta. Ketiga, pengeluaran di bawah Rp 354.000 per orang sebulan, Jumlahnya ada 28 juta. Jadi total populasi dengan pengeluaran dibawah Rp. 4 juta ada 204,3 juta atau 75% dari populasi Indonesia.


Dampak dari melemahnya kemampuan belanja 75% penduduk Indonesia itu dirasakan langsung oleh Bank Perkreditan Rakyat. Menurut LPS, rata-rata sebanyak 6-7 BPR yang gulung tikar setiap tahun. Tahun ini lumayan. Bangkrut hanya 3. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), nilai total utang pinjaman online (pinjol) yang masih berjalan (outstanding loan) dan masuk ke dalam kategori kredit macet mencapai Rp1,94 triliun pada Juli 2023. Jumlah itu naik 12,05% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm) yang sebanyak Rp1,73 triliun.


Setelah usai ketemu tamu pejabat dari daerah yang nginap di hotel bintang V, saya naik taksi pulang. Supir taksinya wanita. Single parent dengan dua anak. “ Berapa penghasilan sehari bu? tanya saya.


“ Paling tinggi Rp. 150.000. Kadang kurang Hanya bawa pulang Rp. 100.000.” Katanya. 


“ Tiap hari nyupirnya?


“ Tidak pak. Seminggu 2 hari istirahat.” katanya. Itu artinya penghasilan dia sebulan Rp. 3 juta. Harus menanggung dua anak manusia… 


“ Sabar ya bu” kata saya.


“ Ya pak. Saya hanya berharap bisa kirim anak tertuan saya ke Ponpes. Tapi entahlah. “ Katanya tertahan. 


Tadi siang Awi beri saya uang dollar.  Saya berniat memberi uang sangu USD 10,000 untuk relasi saya. Tetapi tidak jadi. Karena  dia sedang bersama tamu lainnya.  Saya beri ibu itu uang USD 1000. Dia terkejut. Cepat menolak dalam kebingungan.


“ Ini uang bukan dari saya.Tetapi dari Tuhan. Toh saya tidak kenal ibu.” Kata saya meletakan uang ditangannya. 


 “ Saya berdoa siang malam agar saya bisa kirim anak tertua saya ke ponpes. Ternyata Tuhan dengar doa saya.” Katanya dengan menangis. Saya berlalu. Tetap tidak bisa mengurangi rasa bersalah saya dengan keadaan diri saya yang tidak berdaya mengubah keadaan.

Wednesday, November 08, 2023

Politik dan drama

 




“  Terlalu banyak melihat drama seperti drama Korea (drakor) dan sinetron menjelang Pilpres 2024. “ kata Jokowi dalam HUT ke-59 Golkar, di DPP Golkar, Slipi, Jakarta, Senin (6/11). Maksud dari Jokowi adalah jelang Pilpres 2024 harusnya bisa berkompetisi politik yang wajar. Salah satunya adalah dengan beradu gagasan yang tidak memecah belah dan membangun solusi mengatasi permasalahan bangsa. Namun yang terjadi sekarang bukan seperti yang diharapkan Jokowi. Menurutnya terlalu banyak drama, drakor, hingga sinetron dari masing-masing kubu.


Benarkah omongan Jokowi itu ? Mari berkaca kepada sidang MKMK. Hasil sidang etik oleh  MKMK membuktikan adanya Drama itu. Terjadi pelanggaran etik berat oleh ketua MK, yang sehingga membuat Gibran memenuhi syarat jadi cawapres PS. Namun hebatnya drama itu, di akhir babak penonton disuruh menebak sendiri sebuah pertanyaan “ Siapa  pihak yang dimaksud MKMK telah mengintervensi MK yang sehingga ketua MK menggadaikan  hati nuraninya dan berani melanggar etik ?  Dan drama itu tidak mengubah eksistensi aktor sebagai pihak antagonis yang disayang dan tentu juga dibenci.


Sebuah drama itu terdiri dari skenario, aktor dan penonton. Nah dalam sebuah drama, skenario yang biasa saja tapi ditangan sutradara yang hebat bisa didramatisir sedemikian rupa, bahkan diakhir babak membiarkan penonton menyimpulkan  sendiri cerita itu dan itulah yang bikin penasaran.  Mengapa ? Karena orang banyak tahu bahwa pembohong terlatih adalah aktor dan yang melatih adalah sutradara sesuai dengan maunya penulis skenario. Semakin hebat drama semakin  bermutu seninya. Namun gimanapun penonton tidak mau digurui. Sutradara cerdas paham itu. Makanya kadang ending nya dibuat question mark. Lucunya sesama penonton akan mempertengkarkan ending cerita itu. Tentu semakin ngetop artis dan sutradara


Panggung politik memang penuh drama dan itu berimplikasi ke semua sektor kebijakan ekonomi dan sosial. Dan semua orang punya persepsi berbeda beda terhadap drama itu. Lambat laun kita tidak lagi menyaksikan sebuah drama tapi sebuah standing comedy. Mentertawakan diri sendiri. Betapa bodohnya kita. Sementara sutradara, aktor, dan penulis skenario hidup tajir dari sebuah drama. Lebih lagi sang produser yang tak disebut namanya. Yang bayar ya penonton yang memang doyan sebuah kebohongan terlatih. Doyan mastur.


Mengapa ? Thomas Bernhard, seorang novelis Austria, dramawan dan penyair yang mengeksplorasi kematian, ketidakadilan sosial, dan kesengsaraan manusia dalam sastra kontroversial yang sangat pesimis tentang peradaban modern pada umumnya, berkata “ You’ve always lived a life of pretense, not a real life-- a simulated existence, not a genuine existence. Everything about you, everything you are, has always been pretense, never genuine, never real" Ya bagaimanapun Gibran sudah jadi aktor hebat  dan tentu yang mendidiknya adalah bapaknya sendiri yang juga seorang sutradara hebat. Sama dengan kita semua, yang doyan hidup dalam kebohongan. Ya mentertawakan diri  sendiri itu adalah sikap cerdas hidup. 

Monday, November 06, 2023

PDIP rumah bagi marhaen.



Walau garis idiologi PDIP itu adalah marhaen. Ajaran Soekarno. Tapi awalnya berdiri bernama PDI ( Partai Demokrasi Indonesia )  saja. Itu merupakan fusi partai yang terdiri dari Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesiadan. Partai Musyawarah Rakyat Banyak. Saat itu Marhaen tidak ada. Karena maklum Marhaen di era Soeharto dicugai sebagai “ kiri”. 


Tahun 1987 Megawati masuk partai politik, Pilihannya adalah PDI.  Saat itu Megawati tidak mengusung Marhaenisme. Jadi siapa yang mengusung marhaen?  Taufik Kiemas, yang juga suaminya. Taufik Kiemas (TK)  adalah tokoh gerakan Marhaen yang disegani. Gank nya terdiri dari Panda Namaban, Soetardjo Soerjogoritno ( Mbah Tarjo ) dan lain lain. Para tokoh Marhaen ini pernah dipenjara di era Soeharto. Jadi sebenarnya awal popularitas Megawati di PDI bukan karena dia putri Soekarno. Tapi karena gerakan populisme dari kaum Marhaen di seluruh Indonesia. Gerakan kaum tani dan buruh yang tertindas oleh rezim Soeharto.


Setelah Megawati masuk PDI. TK menggalang kaum marhaen masuk. Tentu tidak banyak yang berani masuk. Walau awalnya minoritas namun hanya 5 tahun silent power Marhaen itu bangkit dan menentukan kemenangan Megawati dalam kongres PDI tahun 1993. Tetapi dijegal oleh rezim Soeharto. Sejak itu terjadi perseteruan antara Megawati yang menang kongres dengan Surjadi yang dimenangkan pemerintah. Sejak itu kader PDI di seluruh DPD Partai menggugat ke pengadilan negeri.


Sementara Kader marhaen dari kelompok mahasiswa dan cendekiawan, petani terus bergerak melakukan perlawanan. Mereka tidak membawa nama marhaen. Mereka masuk dalam Prodem ( Prodemokrasi) yang dimotori oleh Gus Dur dkk. Mahasiswa yang tergabung dalam GMNI juga membungkus diri dalam organisasi kegiatan kampus formal. Misal, Ganjar saat kuliah, aktifis Gerakan Demokrat Kampus (Gedek). Karena itu dia terlibat dalam aksi membela rakyat korban pembangunan waduk. Terpaksa sembunyi dari kejaran aparat Orba. Setamat Universitas tahun 96, Ganjar  aktif di Pro-mega. Itu bagian dari Prodem. Dan yang pertama rekrut dia adalah Mbah Tarjo. 


Era Soeharto memang banyak aktifis prodem dari promega yang diculik oleh aparat. Setelah Pak harto jatuh pada 1998, pada pemilu 1999 gerakan marhen mencapai puncaknya dan mengantarkan PDIP sebagai pemenang pemilu. Namun setelah menang, PDIP baru  menyadari sebagian besar kader partai tidak berpendidikan tinggi. Ya saat era soeharto engga banyak orang terpelajar mau ambil resiko lawan Soeharto, yang terpelajar sedikit sekali. Ini tidak sehat untuk kelanjutan partai modern. 


Makanya pada kongres PDIP tahun 2005, agenda utama PDIP adalah restrukturisasi partai.  Ini sebagai cara untuk konsolidasi, fungsionalisasi struktur dan membangun network dengan simpatisan di semua lapisan masyarakat.  Nah saat restuktur partai ini banyak kader marhaen yang tergusur dari PDIP. Justru mereka digeser oleh masuknya kader HMI dan aktifis ex Partai Muslimin Indonesia. Sementara golongan Kristen ( parkindo) dan marhaen, PNI terdesak. Beberapa dari mereka tersingkir dan lainnya tetap dipertahankan.


Setelah itu dibentuk Baitul Muslimin Indonesia ( BMI/Bamusi).  Hebatnya tahun 2007 Syafii ma’arif dan Said Agil. Dua tokoh Islam, yaitu mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Agil Siraj, secara resmi menyatakan kesediaannya menjadi Dewan Pembina Baitul Muslimin. Belajar dari kekalahan Megawati pada pilpres tahun 2004 dan 2009, restruktur dilakukan lagi. Kembali kader Marhaen yang potensi masuk PDIP. Sebagian besar mereka lolos sebagai caleg pada pemilu 2014 dan suskes mengangtarkan Jokowi ke istana.


Apakah Jokowi menentukan kemenangan PDIP. ? Berkaca pada hasil pemilu tahun 2014 dan 2019. Mari kita bicara data dan fakta. Tahun 2009 suara PDIP adalah 14,03%. Setelah itu banyak kader Marhaen bergabung lagi di PDIP. Tahun 2014, suara PDIP 18,95%. Atau naik 4,93%. Itu bukan karena Jokowi. Saat itu Jokowi belum apa apa. Penambahan suara itu berkat bertambahnya kader PDIP yang jadi Caleg. Tahun 2019 suara PDIP naik sedikit jadi 19,33%. Naik hanya 0,38%. Artinya memang tidak ada coattail effect jokowi.


Lantas siapa yang diuntungkan oleh coattail effect Jokowi?  Nasdem, PKB dan PKS. Nasdem, tahun 2014 6,72% dan tahun 2019 jadi 9,05 persen. PKB , tahun 2014 9,04% dan tahun 2019 jadi 9,69%. Sementara PKS anti Jokowi, tahun 6,79% dan tahun 2019 jadi 8,21%. Artinya selama satu periode Jokowi berkuasa, tidak berdampak signifcant terhadap suara PDIP, bahkan kalah jauh dari suara PDIP tahun 1999. Apa artinya ? Jokowi itu hanya menguntungkan suara PKB , Nasdem dan PKS.


Bagaimana dengan teman koalisi Jokowi ? tahun 2019 yang dukung Jokowi seperti Golkar, PAN, PPP Hanura, semua turun perolehan suaranya. Termasuk PD hancur karena tidak jelas kemana berlabuh. Justru Gerindra lawan PDIP naik dari 11,81% ( 2014) jadi 12,57% (2019). Sehingga menempatkan Gerindra sebagai Parpol pemenang nomor dua pada pemilu 2019. Menggeser Golkar ke peringkat 3. Itu karena Prabowo tahu cara menghadapi PDIP , yaitu dengan menggandeng islam fundamental.


Diperkirakan kini kader marhaen di PDIP sekitar 51%. Kalau suara PDIP 20%. Sebenarnya suara marhen sekitar 11% saja. Itu sebab sudah biasa konflik internal PDIP terjadi. MIsal soal Ganjar sebagai Capres, itu awalnya heboh terutama dari elite PDIP sendiri. Mengapa? Ya karena Ganjar itu dari kader Marhaen dan memang marhaen tidak 100% di PDIP. Tetapi megawati sudah pengalaman mengelola partai. Dia focus aja kepada konstitusi dan nilai nilai demokrasi. Istilah petugas partai itu ya bahasa marhaen, Itu idiom dari pekerja rakyat. Karena bagi marhaen , Partai itu bukan tokoh tapi balai rakyat. Tempat mereka melakukan pengabadian lewat kerja politik. Nah kita lihat nanti. Apakah kader PDIP  diseluruh Indonesia mampu menjadikan Ganjar sebagai RI-1 dan menjadi kader Marhaen pertama yang jadi Presiden setelah republik ini merdeka.

Friday, November 03, 2023

Beda pilihan

 




Tadi sore setelah meeting di kantor bank di bilangan SBDC, saya ketemu amprokan dengan Herman di pacific place. “ Pak B, kita ke lantai 6. Teman pada ngumpul. “ Katanya. Saya ragu ikut. Ngapain kumpul dengan pengacara. Pengangguran banyak acara. Tapi karena didesak, saya mau juga ikut. “ Jam 6 saya harus ketemu orang lain. Jadi sejam doang ya” Kata saya mengingatkan.


Memang ada 6 orang sedang kumpul di cafe itu. Meja digabung. Jadi jumlah 8 kursi. “ Mantul ada B. Dapat traktiran kita” kata Danang. Saya senyum aja. Saya kenal mereka semua.


“ Pak B, kita ini bersahabat tetapi orientasi politik berbeda. “ Kata Herman. “ Itu Danang. Pilihannya Anies, Lihat jenggotnya. PKS dia. Itu, Dodot tahulah kita.. Pastilah Ganjar pilihannya. Itu Andi, dia kebetulan pilihannya Prabowo, karena dia garis lurus dengan Jokowi. Pilih Prabowo karena Gibran. “ lanjut herman.


“ Tadinya gua pilih Jokowi. Tetapi sekarang gua engga mau tegak lurus ke Jokowi. Gua pilih Ganjar. “ kata Dodot.


“ Ah lue aja bego. Percaya lue sama emak banteng? sampai segitunya benci Jokowi dan pilih Ganjar. “ kata Andi.


“ Bukan soal emak banteng. Tetapi soal gua dibohongi oleh Jokowi.” kata Dodot dengan wajah sinis.


“ Eh emang lu siapa sampai merasa dibohongi” Andi menyela cepat.


“ Dulu gua senang sekali ada orang dari keluarga miskin, yang bukan jenderal, bukan elite partai bisa jadi capres. Apalagi lawannya gank cendana. Ex mantu pak Harto . Ya semangat bela 45 “ kata Dodot sambil udut rokok dalam dalam..


“ Tapi…” lanjut Dodot. “ pas kemarin dengar anak nya jadi cawapres yang didukung oleh partai ex Orba dan ex mantu cendana. Gua  bingung. Walau dia bilang sebagai orang tua hanya merestui dan bedoa untuk anaknya. Tapi gua anggap Jokowi itu sedang begoin gua. Itu bukti dia tidak jujur dihadapan rakyat. “ Kata Dodot dengan menggeleng gelengkan kepala “ Siapa Jokowi ini sebenarnya? Mengapa dia tega bohongi gua rakyat yang miskin dan bodoh. Tapi ya udahlah. Biar Tuhan yang akan membalasnya. “ Kata dodot.


“ Sabar Dot “ kata Danang. “ Kan cebong engga boleh sedih”


“ Ah lue aja baper. Emang salah anaknya ikut kontestan Pilpres. Kan pada akhirnya yang menentukan dia terpilih atau tidak adalah rakyat. Kenapa sih baper amat.” Kata Andi.


“ Gua ngerti An. “ Kata Dodot dengan tenang“ Sangat ngerti. Namanya demokrasi, kan begitu maksud lue. Tapi demokrasi procedural, yang cacat moral dan etika. Tidak ada nilai nilai demokrasi tentang equality terutama terhadap kader Golkar dan partai lain yang sudah puluhan tahun mengabdi namun tidak ada peluang dicalonkan partai, sementara ini sehari jadi anggota partai besok jadi cawapres. Hanya karena dia putra presiden. Kalau bapaknya pedagang kaki lima mana mungkin bisa begitu.”


Andi mencibir. Dan Danang senyum aja. Melihat cebong bertengkar. Saya tetap menyimak.


“  Kecintaan gua kepada JOkowi bukan personal. Tetapi kecintan kepada Indonesia. usia gua sudah kepala 5. Gua tadinya berharap banyak dari Jokowi karena kita bisa lebih baik dari era sebelumnya. “ Kata Dodot.


“ Tapi kok begini. “ Dodot lanjutkan. Saya perhatikan airmatanya berlinang “ Kalau Gibran jadi cawapres dan capresnya Muhaimin, mungkin  gua bisa berdamai. Bahkan walau dia bukan lagi PDIP. Tak apa. Tapi ini dia rangkulan dengan orang yang dulu kita sama sama kalahkan lawan baaknya dalam Pilpres 2014 dan 2019. “ katanya.


“ Loh itu kan sama saja lue membenci dan meninggalkan Jokowi dengan paranoia. Mengapa pragmatis sekali. Cepat sekali berubah ? kata Andi.


“ Gua tidak berubah sampai sekarang. Lawan gua tetap mantu Soeharto dan nepotisme. Justru yang berubah ya Jokowi. Walau sebagai presiden dia netral tapi secara personal, dia dan keluarganya sudah gabung dengan gank orba dan cendana. “ Kata Dodot. Yang lain diam saja. Namun andi tetap sinis.


“ Kalau engga ada Pak B, gua yakin udah perang mereka berdua” Kata Herman terhadap Dodot dan Andi.


“ Coba kita dengar mentor kita, pak B. “ Kata Herman. Saya senyum aja.


“  Aristoteles berkata, " Kata saya mulai mencerahkan. " Aku menganggap orang yang mampu mengatasi hawa nafsunya lebih berani daripada orang yang mampu menaklukkan musuhnya, karena kemenangan tersulit adalah mengalahkan dirinya sendiri. Jadi kita tidak bisa mengadili Jokowi dan keluarga secara personal. Karena kalau kita jadi seperti jokowi belum tentu kita bisa melawan hawanafsu.


Nah kembali kepada kita. Apakah kita orang baik? Jauh di lubuk hati, apakah kita benar-benar ingin menjadi orang baik, atau apakah kita hanya ingin terlihat seperti orang baik agar orang lain menyukai kita? Apakah ada perbedaan? Bagaimana kita bisa tahu apakah kita sedang membohongi diri sendiri, secara moral?


Kejahatan imajiner itu romantis dan beragam; kejahatan yang nyata itu suram, monoton, tandus, membosankan. Kebaikan khayalan itu membosankan; tetapi kebaikan sejati selalu baru, menakjubkan, memabukkan dan ngangenin. Tak pernah saling melupakan dan apalagi meninggalkan. Demikian dari saya. Maaf saya segera pergi, Bill saya bayar ya..” kata saya pergi kekasir.

Tuesday, October 24, 2023

Ganjar sang Marhaen




Tahun 2010 saya berkunjung ke Changsa. Saat itu saya diundang makan malam oleh Perwira Tinggi China makan malam. Menu yang terhidang adalah tahu asam. Tahu yang dipermentasi sehingga bisa bertahan berbulan bulan selama musim dingin. Kebayang dah. Aromanya seperti comberan. Bagaimana mau makannya?.Tapi Perwira tinggi itu bisa makan dengan lahap. 


“ Tahu ini menu makanan orang miskin di China. “ Kata Perwita tinggi itu.”  Ini makanan favorit bapak Mao. Sampai jadi orang nomor 1 di China, menu ini tetap menjadi pavoritnya. Selalu mengingatkan kepada bawahannya bahwa kalau kamu ingin dekat kepada rakyat, jangan pernah lupa menu yang setiap hari mereka makan karena kita masih belum sukses memakmurkan mereka. “ Lanjutnya. 


Ganjar lahir dari keluarga bintara Polisi. Kelas bawah dari kalangan aparatur negara. Setidaknya sama dengan keluarga kelas bawah di Indonesia. Dia tidak seperti Megawati yang lahir dari ayah sang proklamator dan ibu yang pahlawan Nasional. Tidak seperti Prabowo yang lahir dari keluarga bangsawan dan kakeknya sebagai pahlawan nasional anggota BPUPKI. Tidak seperti Anies Baswedan yang kakeknya juga pahlawan nasional, juga founding parent bangsa ini. Tidak seperti SBY yang punya mertua sebagai pahlawan nasional. Tidak seperti Gus Dur yang ayah dan kakek nya pahlawan nasional. 


Pilihan Ganjar ada pada Marhaen. Gerakan kaum tertindas yang lahir dari pemikiran Soekarno. Membuat dia tidak ragu terlibat dalam barisan Marhaen sejak masih mahasiwa. Walau ayahnya aparatur negara, dia tidak hidup dalam bayang bayang ayahnya yang setia kepada Soeharto. Dia menghormati kedua orang tuanya namun pilihan politik nya menolak ketika ditawari sebagai PNS. Dia berjuang di bawah tanah disaat Soeharto mengganyang kaum marhaen. Sampai akhirnya Soeharto jatuh dan rumah besar kaum Marhaen di PDIP menjadi pemenang pemilu tahun 1999. Apakah Ganjar euforia ? tidak, Dia tidak berambisi jadi elite di PDIP. Dia kembali ke rakyat. Berwira usaha. Sampai akhirnya dia bergabung ke PDIP untuk jadi Caleg. Itupun karena permintaan dari Taufik Kiemas, mentornya di GMNI. Terpilih sebagai anggota parlemen. Dia militan memperjuangkan nilai nilai marhaen.


Makanya saya tidak percaya ketika Ganjar dirumor kan terlibat korupsi berjamaah eKTP di era SBY.  Itu tidak masuk akal secara politik. Karena saat itu PDIP adalah oposisi. Mana mungkin partai oposisi punya bargain terhadap anggaran dan agenda pemerintah.  Pihak lawannya secara sistematis menjadikan dirinya sebagai target untuk dihabisi karir politiknya. Ganjar berpolitk sejak dari kampus dan dijalanan. Dia terlatih menghadapi resiko politik dan tentu cerdas menghadapinya. Pengalaman yang panjang itu membuatnya tidak gentar dan tetap tenang menghadapi badai.  Sampai akhirnya memang itu hanya rumor. Membuktikan berpolitk bukan motif nya mengejar kekayaan.


Kalau akhirnya dia terpilih sebagai Gubernur Jateng. Itupun karena permintaan dari Mentornya di GMNI Pak Taudik Kiemas. Di era Ganjar statistik kemiskinan Jateng dibuka selebar lebarnya di depan publik. Padahal sebelumnya data itu dirahasiakan dan dipoles. Dia tidak merasa data itu merendahkannya. Justru memaksanya untuk keras kepada dirinya sendiri dan keras kepada bawahannya untuk melakukan perbaikan tata kelola anggaran dan pemerintahan. Itu kerja besar yang sangat sulit karena budaya PNS yang masih korup. Tetapi berjalannya waktu, walau Ganjar belum sukses mengangkat semua mereka dari kubangan kemiskinan. Namun dua periode jabatanya sebagai gubernur, Jateng menjadi provinsi tersukses di Indonesia menurunkan angka kemiskinan. Jawa Tengah sukses menurunkan angka stunting. Bahkan, risiko angka kematian ibu menurun hingga 52 persen sejak 2016.


Ketika para relawan Jokowi memaksa Ganjar jadi capres pada pemilu 2024. Ganjar tidak terpengaruh. Dia tetap focus kerja sebagai Gubernur dan menanti keputusan ketua umum PDIP. Saat itu orang  banyak memprovokasinya berseteru dengan Puan Maharani. Menggiringnya keluar dari PDIP. Saya tersenyum saja melihat fenomena itu. Karena walau saya tidak kenal Ganjar secara personal namun saya mengenal betul Marhaen. Sedari muda saya aktif di Marhaen. Tentu sangat paham manifesto Marhaen, yaitu patuh kepada pimpin puncak selagi pemimpin masih berjalan di idiologi. PDIP itu rumah besar kaum marhaen. Partai idiologi sama seperti PKS. Tidak akan hancur karena digembosi oleh pihak luar atau pengkhiatan. Itu sudah teruji oleh waktu.  Apalagi hancur karena provokasi kaum oportunis dan pragmatis. PDIP kini dan besok akan tetap kokoh dan terus membesar selagi dia tetap pada garis idiologi Marhaen.


Ganjar bukan darah biru dalam politk nasional, ya sama dengan Jokowi. Mungkin faktor emosional sama sama dari keluarga miskin makanya saya lebih punya kedekatan chemistry dengan Ganjar. Sama seperti dulu saya memilih Jokowi , yang lahir dari keluarga miskin. Membela wong cilik adalah perjuangan soal keadilan dan empati. Itu hanya lebih dirasakan oleh mereka yang juga terlahir miskin. Yang berjuang dalam kelelahan dan derita panjang sampai akhirnya dia bisa memimpin dirinya sendiri, untuk pantas memimpin orang lain. Itulah Ganjar. Saya bukan supporter Ganjar tapi voter. Jadi saya akan berada digaris depan mengkritik Ganjar kalau dia terlena dengan kekuasaan dan melupakan rakyat miskin.

Monday, October 09, 2023

Sikap personal pemilih..

 





Pernah saya naik ojol. Di jalan dia cerita bahwa dia korban dari bisnis investasi bodong, yaitu pada perusahaan asuransi dan Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Tadinya dia dapat tawaran dari temannya. Dijanjikan akan untung besar. Usianya tidak muda lagi. Malang sekal nasibnya. Padahal uang itu untuk persiapan masa tuanya. “ Melihat proses kasusnya di pengadilan, saya kecewa dengan rezim Jokowi." Katanya dengan raut sedih.


Deretan investasi bermasalah, baik yang berlisensi maupun yang tidak. Diantaranya adalah PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha ada 29000 nasabah. KSP Indosurya ada 23.000 nasabah. OSO Sekuritas, 7.500 nasabah. Minna Padi mencapai 4.000 orang nasabah. Jiwasraya ada 7 juta orang dan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1913 ada 12 juta orang. Total korban ada sebanyak 19.063.500. Masih ada lagi yang lain. Penyelesaian hukum atas kasus itu baik lewat pengadilan pidana mapun perdata, yang jadi korban adalah nasabah.


Secara hukum pemerintah tidak salah. Apalagi Jokowi. Karena Jokowi mana mikir soal investasi bodong itu. Dia sibuk. Toh semua sudah ada aturannya. Tapi secara politik itu jelas ada. Kebencian kepada rezim, akan diaminin oleh mereka semua. Wajar sikap ini. Karena  proses hukum membuat mereka kecewa. 5 dari orang yang saya temui korban investasi, 5 nya marah kepada pemerintahan Jokowi. Andaikan jumlah korban dari semua investasi itu sebanyak 19.063.500. Turunannya bisa 4 kali lipat atau 76 juta. Itulah yang ikut menderita dan merasakan empati.


Saya kehilangan reputasi untuk meyakinkan bahwa itu bukan salah pemerintah. Empati saya tidak akan tega mengatakan bahwa itu salah mereka. Karena pembiaran terjadi tanpa ada pengawasan dari aparat pemerintah. Setelah meluas dan jatuh korban , barulah OJK dan polisi bergerak. Dan itupun penegakan hukum gagal berpihak kepada korban. Dana yang dikelola menjadi tidak jelas dan blackhole. Hanya menyisakan derita yang tidak bertepi.


Saya juga bertemu dengan Driver Ojol yang tadinya pedagang di pasar Tanah abang. Usahanya bangkrut. Karena dagangan sepi. Biasanya pedagang dari daerah belanja tapi kini sudah jarang. Rasanya kecewanya dengan Jokowi sangat besar. Padahal dia dulu mengidolakan Jokowi. Saya juga kehilangan reputasi untuk meyakinkan bahwa itu bukan salah Jokowi. Tetapi karena daya beli turun dan pengaruh impor. Ada jutaan pedagang yang mungkin senasip dengan driver ojol itu. Itu belum termasuk anak dan istrinya. Belum lagi para buruh yang kecewa karena UU Ciptakerja. Sudah banyak yang korban PHK tanpa perlindungan cukup.


Mereka yang korban itu tidak lagi bersuara. Tidak lagi gunakan sosmed untuk membaca dan mendengar prestasi pemerintah yang katanya approval rating mencapai 90%. Kalaulah relawan capres dan Partai dari koalisi pemerintah, lebih focus peduli kepada mereka tentu akan membantu memperbaiki citra mereka dihadapan korban.


“ Tapi ini malah yang ada sikap menyalahkan kami sebagai korban dan kata kata yang menyakitkan seakan kami ini bodoh. Ya memang kami bodoh terlalu percaya dengan pemimpin yang kami pilih, sehingga percaya begitu saja dengan perusahaan yang dapat izin dari penguasa yang menjual janji tapi hampa.” kata driver Ojol yang korban investasi pada perusahaan asuransi.

Semakin pemerintah menepuk dada semakin memprovokasi mereka jadi lonewolf. Dan ini berpotensi menjadi silent power menjatuhkan partai penguasa dan capres yang diusung oleh koalisi pemerintah pada Pemilu 2024

Kualitas elite rendah..

  Dari diskusi dengan teman teman. Saya tahu pejabat dan elite kita   berniat baik untuk bangsa ini. Namun karena keterbatasan wawasan dan l...