Oma itu jauh lebih sehat dari saya. Dia tidak punya penyakit genetik apapun. Collestrol, diabetes, asam urat, darah tinggi , engga ada. Dia masih bisa setir ke bandung walau usia diatas 55 tahun. Tidur cepat banget. Benar benar pules. Walau dia tidak olah raga, tidak juga perawatan kulit. Tetapi kulit terjaga dan phisiknya selalu bugar. Banyak teman saya, punya keluhan karena penyakit istri mereka. Ada saja penyakit. Karenanya saya sangat bersukur atas kesehatan Oma. Benar benar itu rasa sukur kepada Allah.
Saya kenal pribadi oma. Jadi saya tidak terkejut kalau dia sehat sampai usia kini 59 tahun. Apa itu? Dia tidak pernah berpikir terlalu jauh. Dia sangat pragmatis. “ Dimana beranak disitu dibuai” Katanya, Itu istilah minang. Kalau anak lahir, ya dimana saja lahirnya. Kalau di hutan lahirnya, ya besarkan di hutan. Engga usah berpikir yang belum terjadi, Pikirkan saja yang ada sekarang. Selesaikan sebisanya.
Mahar saya hanya seperangkat sholat. Itu harganya tidak ada arti dibandingkan dengan cincin kawin yang dia belikan untuk saya. Sampai sekarang tetap melingkar di jari manis saya. Waktu menikah dengan saya, dia tidak minta apapun. Jangankan minta, bermimpi atau berharap pun tidak. “ Ma, waktu menikah dengan papa, pernah engga mama berharap punya rumah dan segala yang ada sekarang ? tanya saya.
“Engga.”
“ Jadi apa yang mama harapkan?
“ Jalanin saja.”
“ Kenapa ?
“ Lah ngapain mikir terlalu banyak. Kalau dapat baguslah, Kalau engga? Kan stress sendiri. Bego aja maksain diri yang belum keliatan.” katanya sesimpel itu.
Apa yang terjadi dengan sikapnya itu? Yang jelas dia sehat. Dan kalau ada uang lebih, dia juga tidak euforia. Biasa saja. Pernah tahun 2003, saya datang ke rumah setelah perjalanan dari luar negeri. Saya tunjukan saya dapat fee diatas USD 1 juta, Dia biasa aja. Engga pula minta dibelikan emas atau apalah. Padahal kami dapat uang besar itu setelah saya bangkrut sekian lama.“ Lain kali hati hati. Jangan gampang bangkrut” Itu aja pesannya. Diapun makan tidak banyak, Sedikit saja.
Istri itu seperti menggenggam bara. Ketika dia menikah. Hatinya hanya terpaut dengan suami, Tuhan tidak akan ridho kalau suami tidak ridho. Sedikit saja batinnya berbelok selain ke suami, sudah dosa besar, apalagi sampai selingkuh. Makanya perlu suami memimpinnya. Tetapi suami? ketika dia menikah. Hatinya terpaut banyak pihak: orang tuanya, sedaranya, sahabatnya dan juga masyarakat. Dia harus menjaga semua itu, dan itu tidak ada kaitanya dengan istri. Itu hanya antara suami dan Tuhan saja.
Oma cerita kesaya. Teman temannya sering provokasi dia bahwa kalau suami pergi keluar negeri itu bahaya. Bisa saja dia kawin lagi dan lupakan anak dan istri. Apa jawaban oma ke temannya? ” Mana ada laki yang 100% jujur dan sholeh. Emangnya malaikat. Yang jelas dia suami saya yang Tuhan titipkan ke saya. Kelebihan dan kekurangannya sama banyaknya. Tugas saya mendoakan dia agar dia selamat lahir batin. Dia tahu tanggung jawabnya menjaga keluarganya. Terbukti sampai sekarang tanggung jawabnya terlaksana semua. Saya mikir macem tentang dia, ya saya sakit. Yang rugi saya sendiri. Dan kalau saya penyakitan, dia cari bini lagi. Itu juga hak dia.”. Jadi bukan karena duit berlebih dia sehat tapi memang sikap hidupnya yang membuat dia sehat dan happy