Selama lebih dari 10 tahun di China, Saya suka nonton drama TV. Padahal di Indonesia hal yang jarang sekali saya tonton adalah Drama TV. Mungkin sudah lebih 20 tahun saya tidak nonton Drama TV. Jadi apa yang menyebabkan saya tertarik. ? Tentu beralasan. Saya pernah berbisnis dibidang film dan rumah produksi (PH). Jadi saya tahu bagaimana tekhnis sinema dan proses produksi, yang melibatkan ahli pembuat skenario, pengatur lampu, peran, musik dan sutradara. Karena itu saya kagum dengan tampilan drama TV di China.
Teman saya seorang wanita penulis skenario di Wuhan cerita kepada saya. Dia sedang menggarap cerita dengan tema cinta kepada keluarga. Selama 1 tahun dia riset secara langsung. Tinggal bersama mereka dari kelas bawah maupun atas, menyelami fenomena yang sedang terjadi pada keluarga akibat adanya perubahan zaman. Memahami mindset yang berkembang di masyarakat. Setelah itu dia harus belajar tentang kebudayaan dalam keluarga di China, AS dan Eropa. Dari sana lahirlah film drama hebat, yang kaya hikmah dalam setiap dialogh. Engga asal adegan atau sekedar follow trend apa yang suka ditonton orang.
Sahabat saya di Changsa yang pengusaha industri kimia tidak merasa rendah dan kawatir ketika melihat putranya belajar mandiri berbisnis. Diawali membuka restoran kecil dengan karyawan 1 orang. Padahal dia punya uang banyak untuk memanjakan putra satu satunya itu. Mengapa ?
“ Istri saya mendidik dia jadi petarung yang tabah dan punya semangat. “ Katanya.
“ Bagaimana istri kamu mampu memotivasinya?tanya saya.
“ Itu berkat drama TV, yang mengajarkan semangat dan karakter wirausaha.” Katanya.
“ Mengapa ?
“ Dalam ilmu psikologi ada yang disebut dengan konsep Neoro Linguistic Programming ( penyusunan bahasa syaraf ) yang menjelaskan bahwa setiap manusia mempunyai susunan syaraf yang sama. Artinya segala sesuatu yang orang lain dapat lakukan , kita juga bisa melakukannya. Film drama TV menggunakan konsep itu. Mendidik orang meniru yang baik.
Saya sadar bahwa drama TV di China itu tidak lebih bagian dari propanda politik. Itu sebabnya semua perusahaan TV dimiliki oleh Negara. Partai menggunakan media TV untuk mendidik rakyat bela negara, semangat wirausaha, perang terhadap korupsi, cinta kepada orang tua, setia kawan, peduli dalam semangat berkorban, keutamaan keluarga, dan cinta.
Walau sifatnya propaganda, namun ditampilkan dengan tekhnis sinema yang luar biasa cerdasnya. Orang tidak merasa sedang masuk perangkap brainwashing. Karena cerita drama memang menggiring emosi dan psikis penonton untuk belajar memahami makna dibalik adegan. Ya menghibur dan mendidik. Sehingga proses perubahan mental dan transformasi budaya terjadi terus menerus kearah yang positif.
Di Indonesia, media TV memang orientasinya bisnis. Tidak penting apakah itu mendidik atau tidak. Yang penting orang terhibur dan rating naik. Dari sana pendapatan iklan meningkat. Walau karena itu acara TV lebih banyak mengarahkan orang jadi bigot, mengggap dunia itu too good to be true. Realitas yang menyesatkan dan karenanya penonton terjebak kepada kehidupan hedonis, individualisme, tidak open minded. Makanya jangan kaget, kemajuan sains yang berhasil membawa manusia ke platnet lain tetapi kita masih doyan membahas omong kosong.