Gerbang Pembayaran Nasional.
Tahukah anda bahwa dari 250 juta penduduk negeri ini, hanya 60 juta yang punya rekening bank. Di kota, masih sekitar ada 70 orang yang belum memiliki rekening bank, sedangkan di desa mencapai 100 juta orang lagi yang belum memiliki rekening. Tetapi data tahun Januari 2018 jumlah rekening di bank sebanyak 246,9 juta. Artinya apa? satu orang bisa punya rekening lebih dari satu. Dan tahukah anda bahwa 55,8% dana perbankan yang ada sekarang dimiliki oleh 239 nasabah besar yang total dananya mencapai Rp2.867 triliun dari total Rp5.013 triliun dana perbankan.Tentu pemerintah tidak bisa main main dengan kelompok menengah atas ini. Jumlah mereka sangat minoritas sekali namun mereka mengendalikan lebih dari separuh uang beredar dinegeri ini.
Tahukah anda bahwa dari 250 juta penduduk negeri ini, hanya 60 juta yang punya rekening bank. Di kota, masih sekitar ada 70 orang yang belum memiliki rekening bank, sedangkan di desa mencapai 100 juta orang lagi yang belum memiliki rekening. Tetapi data tahun Januari 2018 jumlah rekening di bank sebanyak 246,9 juta. Artinya apa? satu orang bisa punya rekening lebih dari satu. Dan tahukah anda bahwa 55,8% dana perbankan yang ada sekarang dimiliki oleh 239 nasabah besar yang total dananya mencapai Rp2.867 triliun dari total Rp5.013 triliun dana perbankan.Tentu pemerintah tidak bisa main main dengan kelompok menengah atas ini. Jumlah mereka sangat minoritas sekali namun mereka mengendalikan lebih dari separuh uang beredar dinegeri ini.
Jadi engga gampang menciptakan keadilan sosial bila dilakukan dengan cara cara konvensional. Karena situasi ketimpangan itu sudah terstruktur dan established lewat sistem perbankan. Apalagi saat sekarang sudah diperkenalkan perbankan dengan sistem digital. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pengguna e-banking pada 2016 mencapai 50,4 juta nasabah, tumbuh 270 persen dari 13,6 juta nasabah pada 2012. Frekuensi transaksi penggunaan e-banking juga naik signifikan. Pada 2016, volume transaksi e-banking tumbuh 169 persen menjadi 405,4 juta transaksi, dari 150,8 juta transaksi pada 2012. Keadaan ini membuat komunitas perbankan semakin bordeless dan dimanjakan dalam mengelola uangnya.
Konsekuensi adanya trend peningkatan penggunaan transaksi digital, jumlah kantor bank di Tanah Air mulai menyusut. OJK mencatat jumlah kantor bank umum pada November 2017 hanya 32.242 kantor, jumlah ini turun 2 persen dari posisi Desember 2016 yang sempat mencapai 32.730 kantor. Sementara itu, jumlah kantor Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tercatat masih sedikit menanjak, yakni sebanyak 6.130 kantor, naik 1 persen. Namun, tren kenaikan jumlah kantor BPR dalam lima tahun terakhir dalam tren melambat. Semakin borderless akses ke sistem perbankan semakin jauh ketimpangan sosial terhadap mereka yang tidak punya akses ke perbankan.
Pada suatu waktu di tahun 2016, saya ngobrol dengan teman pengusaha yang kebetulan dia dekat dengan ring satu presiden Jokowi. Menurutnya Jokowi punya cara smart untuk melakukan revolusi keadilan sosial. Saya mengerutkan kening. Bagaimana caranya ? Memberikan akses kepada siapapun ke sistem perbankan, atau lebih tepatnya akses kepada distribusi uang. Kalau setiap orang di Indonesia punya akses ke sistem distribusi uang maka tangan negara bisa menjangkau setiap orang untuk tujuan keadilan sosial. Bagaimana caranya setiap orang punya akses terhadap sistem distribusi uang. Saya penasaran.
Pemerintah akan membuat single payment gate way atau gerbang pembayaran nasional. Sistem ini berbasis IT yang bisa diakses oleh perbankan dan individu baik dia nasabah bank atau bukan nasabah bank. Dimana saja dan kapan saja. Tujuannya untuk transaksi keuangan. Baik karena motive jual beli maupun untuk saving dan loan. Setelah single payment gateway dibuat maka selanjutnya pemerintah akan menerapkan QR Code yang sehingga setiap orang bisa melakukan transaksi secara lewat mobil phone dimana saja dan kapan saja. Tidak perlu lagi alat EDC untuk tersambung ke single payment gateway. Jadi pedagang kaki lima atau pengamen bisa menerima pembayaran dengan sistem QR Code itu.
Nah ada yang luar biasa dari sistem ini. Lanjut teman saya. Apa? Kalau pemerintah ingin intervensi sektor real dengan skema credit program kepada masyarakat bawah yang tidak punya akses ke perbankan, pemerintah tinggal menambahkan kredit ke virtual account mereka yang terdaftar dalam QR code itu. Apakah itu tidak beresiko gagal bayar? engga mungkin gagal. Karena credit rating mereka terdata secara online. Jadi sekali saja mereka gagal bayar maka akun mereka akan diblock selamanya dan tidak akan pernah bisa lagi punya akun. Gimana caranya ? QR Code menggunakan sistem blockchain melalui jejak digital disemua akun sosial media dan bill payment sepeti telp, air , listrik. Orang tidak bisa hide dari prilakunya buruknya.
Begitu juga bila pemerintah ingin melakukan intervensi sosial kepada rakyat miskin, pemerintaht tinggal menambah credit pada rekening vitual mereka tanpa harus melalui pemda yang mudah dikorup. Dengan sistem ini maka komunitas elite yang menguasai lebih 50% pemegang uang dinegeri ini tidak bisa lagi menghindar dari pajak atau mengelabui pajak. Makan dengan sistem yang terbuka lewat IT maka tujuan keadilan sosial lewat distribusi pendapatan akan terjelma dengan cepat. Semua terjadi secara revolusi yang dahsyat. Katanya. Namun untuk membangun sistem itu tidak murah, Bayangin aja untuk EKTP saja mencapai USD 450 juta apalagi sistem single payment gateway. Tentu akan lebih besar lagi. Belum lagi anggota DPR tidak akan mudah menyetujui sistem yang terbuka ini.
Tahun 2018 januari BI melakukan efisiensi di bidang sistim pembayaran interkoneksi dengan meluncurkan sebuah platform bernama Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) atau disebut juga sebagai National Paymen Gateway (NPG). Platform ini memangkas biaya pembayaran interkoneksi, sehingga menjadi lebih murah. Selain itu, seluruh transaksi pembayaran melalui platform tersebut dapat dilakukan secara domestik sehingga sistim tersebut dinilai menjadi lebih aman, lebih cepat dan efisien. Maklum selama ini, proses pembayaran interkoneksi domestik masih terjadi di luar negeri. Pasalnya, sektor perbankan Indonesia masih menggunakan platform yang merupakan produk luar negeri untuk menjalankan sistim pembayaran interkoneksi tersebut. Sekedar informasi sebelum menggunakan GPN Indonesia masih menggunakan sistem pembayaran milik asing seperti Visa, MasterCard, JCB, hingga UnionPay, Alipay, Wechat pay. Kini semua sistem pembayaran luar negeri harus menyesuaikan dengan platform GPN. Artinya seluruh pemrosesan harus dilakukan di dalam negeri, maka biaya-biaya yang sebelumnya dibebankan bisa dihemat karena Indonesia memiliki GPN sendiri.
Pernah satu kesempatan, teman saya mengundang saya santai di KTV. Di China tidak boleh lagi pengelola menyediakan PL ditempat. Teman saya itu memesan lewat online seperti GoJek. Pemesan dapat mengetahui berapa menit jarak wanita PL itu dengan lokasinya dan lengkap dengan profile PL tersebut. Pembayaran ? ya menggunakan QR Code. Perjam 75 Yuan atau Rp. 125.000 minimal 3 jam. Jadi engga ada uang tunai yang diserahkan kepada PL itu. Nah kalau mau nyanyi, anda harus scann QR Code lewat HP anda setiap ada lagu yang akan dinyanyikan. Maklum lagu itu engga gratis. Itu ada hak ciptanya. Pembayaran secara Payment application melalui smartphone.
Sekarang sedang dilakukan juga proses design sistem QR Code yang hanya masalah waktu akan diterapkan. Tanpa banyak wacana, Jokowi telah melakukan terobosan mengatasi kesenjangan sosial. Ini solusi smart yang berdampak kepada revolusi sistem yang memastikan semua orang punya akses kepada trasaksi perbankan walau mereka sendiri bukan nasabah bank. Pemimpin visioner mampu melewati ruang dan waktu untuk menghasil solusi atas persoalan yang tidak mungkin bisa dilakukan secara konvensional.
Apa itu blockchain?
Awalnya bumi ini tidak diatur lintas negara. Tidak ada yang memiliki. Namun zaman berubah dari abad abad terbentuk komunitas disetiap wilayah. Dari wilayah lahirlah peradaban. Dari peradaban terbentuklah batas wilayah yang dibentengi tembok kokoh bersama lapisan tentara penjaga. Maka kerajaan terbentuk. Bansa dan bendera tercipta. Begitu seterusnya. Populasi terus bertambah dan resource terbatas. Penguasaan wilayah antar bangsa tak bisa dihindari. Terutama ketika revolusi industri muncul dimana dibutuhkan SDA. Ekspansi meluas atas nama dagang dan kolonialisme. Perang demi perang terus terjadi dalam sejarah. Entah atas nama idiologi atau atas nama syiar agama. Korban berjatuhan tak terbilang. Sampai akhirnya manusia dipaksa berdamai. Terutama usai perang dunia kedua. Terbentuklah PBB dengan konvensi HAM.
Kado terindah abad 21 adalah lahirnya demokrasi politik sebagai puncak pengakuan HAM. Demokrasi semakin terbuka luas ketika tekhnologi informasi semakin berkembang. Internet menghubungkan manusia lintas negara dan bangsa. Tidak ada lagi yang tidak cepat diketahui dimana saja peristiwa. Pengetahuan tersebar luas lewat jaringan Google dan lainnya. Semangat demokrasi informasi melahirkan semangat berbagi informasi lewat sosial media, wikipedia. Dari kebebasan informasi yang masuk kedalam gadget disaku anda, setiap saat informasi mengalir deras dan semakin setiap orang punya akses berinteraksi lintas SARA. Semua serba terbuka untuk lahirnya peradaban realita dan akhirnya hanya masalah waktu akan muncul peradaban virtual.
Benarkah peradaban virtual itu terjadi ? bisa saja. Kini sudah ada tekhnologi Blockchain. Apa itu ? semua orang sudah terhubung dengan jaringan internet dan apa saja data tercatat dalam pusat data di dalam internet. Dari kumpulan dan jaringan data inilah lahirnya tekhnologi Blockchain. Dengan tekhnologi ini maka pusat data tidak lagi di atur oleh lembaga clearing yang bertugas melakukan verifikasi terhadap setiap pertukaran informasi dan transaski tetapi verifikasi oleh mesin blockchain yang memuat data masing masing pihak yang berinteraksi. Dengan tekhnologi ini masing masing terhubung secara tertutup (peer to peer ) tanpa ada pihak lain bisa yang terlibat. Akurasi dan keamananya sangat tinggi karena terlindungi oleh data digital disemua jejak yang ada dinternet.
Contoh anda bertukar informasi atau bertransaksi dengan saya maka mesin blockchain anda akan menjelajah kesemua jejak digital data saya yang ada di internet. Sehingga bisa dipastikan tidak mungkin anda berhubungan dengan selain saya. Para hacket gigit jari. Termasuk negara atau lembaga pemerintah tidak bisa mengontrol data dan akses anda. Dengan demikian transaksi keuangan dapat langsung ( real time ) settle tanpa harus menunggu confirmasi dari lembaga clearing. Pertukaran informasi dan validasi dokumen asset pribadi atau perusahaan dapat terjadi real time tanpa ada pihak yang bisa menggandakan. Akurasinya terjamin selama lamanya tanpa kawatir akan dibajak orang. Makanya penjualan asset dan pembayaran dengan mekanisme blockchain menjadi ranah pribadi dan tertutup namun dilakukan dengan siapa saja, kapan saja.
Nah bayangkan bilan sistem transaksi, perkuran informasi, pertukaran dokumen, terjadi secara blockchain maka masih perlukah negara dan pemerintah sebagai pengatur ? Uang keras tidak diperlukan lagi. Perindahan dana antar individu terjadi secara digital. Transaksi secara vitual. Posisi kekayaan negara tidak bisa lagi direkayasa politik karena ia hanya mencatat rekap data cloud setiap individu tanpa ada akses melakukan intervensi. Perubahan kearah ini sedang terjadi. Terutama di China dan negara maju lainnya sedang melakukan pembangunan besar besaran sistem blockchain sebagai koreksi dari e-government yang sentralistik menuju peer to peer.
Hanya masalah waktu, perubahan pasti terjadi dan sistem demokrasi bukan hanya masuk ke ranah politik tetapi telah meluas dalam setiap sendi kehidupan. John Lennon dalam lagu imaging mengingatkan “ Imagine there's no countries. It isn't hard to do….You may say I'm a dreamer. But I'm not the only one. I hope some day you'll join us. And the world will be as one. Imagine no possessions. I wonder if you can. Kalau ingat ini maka saya lebih termenung akan ungkapan teman saya di Malaysia “ Dengan jatuhnya Najib maka kekuasan atas nama politik dan agama masuk keranjang sampah. Yang menang adalah kebaikan dan kebenaran yang tak lagi direkayasa, dan itulah berkah hebat dari akses IT rakyat Malaysia, sehingga bisa menghukum politisi busuk yang mengusung jargon etnis dan agama.
Hanya masalah waktu, perubahan pasti terjadi dan sistem demokrasi bukan hanya masuk ke ranah politik tetapi telah meluas dalam setiap sendi kehidupan. John Lennon dalam lagu imaging mengingatkan “ Imagine there's no countries. It isn't hard to do….You may say I'm a dreamer. But I'm not the only one. I hope some day you'll join us. And the world will be as one. Imagine no possessions. I wonder if you can. Kalau ingat ini maka saya lebih termenung akan ungkapan teman saya di Malaysia “ Dengan jatuhnya Najib maka kekuasan atas nama politik dan agama masuk keranjang sampah. Yang menang adalah kebaikan dan kebenaran yang tak lagi direkayasa, dan itulah berkah hebat dari akses IT rakyat Malaysia, sehingga bisa menghukum politisi busuk yang mengusung jargon etnis dan agama.
Penerapannya di China.
Tahun lalu waktu dari perjalanan dari Guangzhou ke Shenzhen saya naik kereta cepat first class. Di kereta saya beli kacang mede untuk membatalkan puasa senin kemis saya. Harganya 25 Yuan. Saya membayar dengan pecahan uang 50 Yuan. Petugas kereta bingung. Dia menyodorkan HP nya yang menampilkan QR Code untuk saya scann. Itu alat pembayaran. Tetapi saya tidak punya WeChat payment application. Dengan halus dia mengatakan akan berusaha mencarikan kembaliannya. Butuh waktu cukup lama untuk dapatkan pengembalian sebesar 25 Yuan. Menurutnya tidak banyak lagi orang China yang ngantongi uang di dompet.
Pernah satu kesempatan, teman saya mengundang saya santai di KTV. Di China tidak boleh lagi pengelola menyediakan PL ditempat. Teman saya itu memesan lewat online seperti GoJek. Pemesan dapat mengetahui berapa menit jarak wanita PL itu dengan lokasinya dan lengkap dengan profile PL tersebut. Pembayaran ? ya menggunakan QR Code. Perjam 75 Yuan atau Rp. 125.000 minimal 3 jam. Jadi engga ada uang tunai yang diserahkan kepada PL itu. Nah kalau mau nyanyi, anda harus scann QR Code lewat HP anda setiap ada lagu yang akan dinyanyikan. Maklum lagu itu engga gratis. Itu ada hak ciptanya. Pembayaran secara Payment application melalui smartphone.
Pernah pada satu kesempatan lain. Teman saya dari Ausi membeli Teh. Teh itu dibelinya dari petugas cleaning service di Shenzhen. Petugas cleaning service pesan secara online. Darimana dia dapat uang untuk beli teh itu yang cukup mahal. Kalau di kurs kan dalam rupiah sebesar Rp, 9 juta. Teman saya dari Ausi jelaskan bahwa cleaning service itu dapat credit line melalui application Loan instant lewat internet. Setelah barang sampai diantar pejual ke hotel. Cleaning service akan dapat uang tunai dari pembeli. Dia akan topup WeChat creditnya melalui counter hotel. Melalui Wechat itu dia membayar utangnya. Selisih jual dan beli menjadi labanya. Proses itu real time.
Ya China sedang berubah menuju masyarakat berbasis IT. Apapun transaksi di China menggunakan Q Code. Bahkan pengemis dijalanan mau menerima pembayaran menggunakan QR Code. Apa yang terjadi ? Berkat IT tanpa disadari China berhasil menciptakan new comer enterpreneur sedikitnya 300 juta orang. Meningkatkan penghasilan bagi rakyatnya 2 kali lipat. Terutama meningkatnya pasive income. Membuat 90% rakyat China mempunyai akses ke financial resource dan perbankan. Walau mereka tidak nasabah bank namun mereka punya rekening virtual account di Alipay dan Wechat, yang fungsinya sama dengan punya rekening bank, Karena bisa digunakan sebagai alat transaksi real.
Mengapa di China begitu cepatnya perkembangan IT ? Mengutip Forbes, ada dua alasan berkembangnya pembayaran mobile payment terutama Alipay dan WeChat Pay. Pertama, infrastuktur. Di China infrastruktur internet berkembang dengan cepat dengan kecepatan tinggi.karena sejak 15 tahun lalu China telah mempersiapkan masyarakat IT dengan baik melalui jaringan telekomunikasi yang berbasis Fiberotik ( FO) maupun satelite. Juga dilengkapi dengan pengadaan data center yang luas untuk berbagai aplikasi. China juga punya OS sendiri untuk smartphone. Kini mereka sudah menerapkan blockchain sehingga transaksi payment lebih secure dan cepat.
Kedua, layanan perbankan yang dianggap tidak ramah. Masyakat China menganggap ke bank menyulitkan. Harus antri dan harus memenuhi berbagi persyaratan agar mendapat memiliki rekening dan mendapatkan kartu debit. Di China kartu kredit dari perbankan bahkan tidak populer. Alasannya, masyarakat China tidak terlalu suka berutang. Teman saya banker di Hong Kong, mengatakan, kalau semua penggunaan uang sudah dalam bentuk digital maka efisiensi likuiditas akan semakin tinggi dan pemerintah dapat dengan mudah mendistribusikan modal secara luas juga. Dan tidak ada lagi orang bisa menghindari pajak. Karena semau transaksi tercatat. Dan tidak bisa lagi PNS seenaknya mau korup karena jejak digital transaksi mereka tercatat.