Monday, August 13, 2018

Bersikap dalam memilih


Orang tua saya mengajarkan saya “ Alun takilek la takalam.” Belum keliatan sudah terbaca. Artinya kalau kita beradapan dengan orang lain, kita harus punya sense melihat dari apa sikap dan perkataannya. Seorang datang melamar sebagai direktur Pemasaran. Saya sudah punya data tentang dia sebelumnya. Tentu sudah melwati proses rekrutmen yang ketat. Walau begitu hebat data dan rekomendasinya. Tidak otomatis membuat saya bersikap memilihnya. Begitu pula sebaliknya. Walau data tentang orang itu tanpa ada rekomendasi dari tempat asal dia kerja namun saya tidak berprasangka buruk. Ketika bertemu, saya akan coba bersikap santai tanpa ada jarak. Saya yakinkan pada dirinya bawa saya teman bicara yang enak.

Bagaimana anda meningkatkan penjualan? Itu pertanyaan awal saya setelah suasana akrab. Kalau dia menjawab lebih banyak retorika dan atas dasar pengalaman dia waktu bekerja ditempat sebelumnya serta menyalahkan kantornya yang lama, serta memuji idenya hebat. Maka saya tahu orang ini sedang membangun ide untuk memancing emosi saya agar percaya kepada dia. Saya tidak suka. Orang semacam ini akan mudah excuse dengan menyalahkan orang lain. Dia cenderung berkerja sendiri dengan egonya dan menolak efektifitas team. Tetapi kalau dia jawab, bahwa dia akan mengefektifkan team yang ada dengan mengevaluasi rencana pemasaran yang ada , dan kemudian akan membuat program kerja untuk saya setujui. Saya suka ini.

Pertanyaan berikutnya adalah apa obsesinya? Kalau dia jawab bahwa dia ingin meningkatkan penjualan sekian persen pertahun dengan program kampanye yang efektif, mengevaluasi harga jual. Memperbaiki pelayanan dan lain sebagainya. Bagi saya itu hal yang wajar. Bukanlah kontrak bisnis. Dia bukan pengusaha. Dia hanyalah profesional. Saya hanya focus bagaimana dia bisa konsiten melaksanakan obesinya itu melalui serangkaian kebijakan dan kerja kerasnya serta jujur. Soal tercapai atau tidak obesisnya, itu bukan salah dia. Tetap dari proses yang dia lalui , saya yakin obsesinya akan tercapai. Akal sehat saya bekerja efektif untuk itu. Selagi saya percaya dengan dia dan memberikan sumber daya yang cukup sesuai requirement nya, sukses itu terukur.

Dalam politik juga sama. Kalau orang sudah dicalonkan sebagai presiden. itu artinya dia sudah lolos standar kebutuhan untuk dipilih sebagai presiden. Kita semua adalah shareholder atas republik ini. President terpilih adalah profesional yang bekerja untuk kita. Bagaimana meningkatkan ekonomi Indonesia? Kalau dia jawab tidak boleh ada orang miskin selama dia berkuasa. Gaji akan naik sekian. Harga akan turun. Subsidi ditingkatkan. Seraya menyalahkan pihak lawannya. Maka yakinlah dia sedang memancing emosi anda untuk percaya kepada dia. Dia sedang berbohong kepada anda. Mengapa ?

Apa yang dia katakan itu semua adalah janji yang apabila ekonomi meningkat. Engga mungkin janji populis itu bisa terlaksana tanpa ekonomi meningkat. Seharusnya dia focus menjawab bagaimana meningkatkan ekonomi. Nah kalau dia jujur maka kita akan tahu prosesnya. Nilailah itu untuk bersikap. Walau anda tidak ahli ekonomi dan politik tetapi untuk memahami hal yang rumit jadi sederhana juga tidak sulit. Sumber income negara itu hanya dua, Pajak dan Bagi hasil migas. 90% dari pajak dan sisanya bagi hasil termasuk PNBP. Pajak meningkat karena dunia usaha bangkit. Gimana caranya dunia usaha bangkit? Bukan hanya yang besar meningkat tetapi juga yang kecil. itu harus jelas. Sebagai pemilih anda harus punya mindset sebagai shareholder, bukan sebagai budak yang berharap tangah dibawah. Yang sehingga mudah dibohongi.

Kalaupun dia berjanji ternyata tidak tercapai. Itu bukan salah dia. Dia bukan raja. Dia hanya profesional. Tetapi kalau kegagalan itu karena dia malas, lebih banyak retorika daripada kerja, tidak jujur, korup maka boleh anda tolak dia untuk pemilihan berikutnya. Bagi saya, apa yang sudah dilakukan Jokowi itu sudah sesuai dengan akal sehat. Semua program kerja dilaksanakan secara terstruktur. Secara pribadi dia tidak korup. Fakta dilapangan dia bekerja keras. Tidak punya musuh. Mudah diajak bicara dan bermusyawarah. Kalaupun obsesinya waktu kampanye dulu belum semua tercapai, saya tidak akan menyalahkannya.

Kita adalah shareholder yang seharusnya tidak menumpang hidup dari profesional. Jusru kita harus membayar mereka dan menyediakan sumber daya lewat pajak yang kita bayar. Mindset kita tidak tangan dibawah. KIta memilih Jokowi untuk future, bukan instant. Kalau yang lain masih mencoba, mengapa anda ganti yang sudah terbukti? kecuali anda kehilangan akal sehat atau memang mindset terbiasa tangan dibawah.

Sunday, August 12, 2018

Jokowi dan Islam.


Ada teman bilang bahwa dia tidak setuju dengan pilihan Jokowi atas cawapres dari kalangan Ulama. Karena dia konsisten dengan aliran idiologi sekularisme. Bagi saya sejak kita mengakui falsafah negara kita adalah Pancasila maka sekularisme tidak ada tempat di Indonesia. Pancasila itu satu kesatuan dengan urutannya tidak bisa diubah. Bila diubah maka maknan philosopi nya jadi lain. Mengapa sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa? karena semua aktifitas kehidupan ini berawal dari Tuhan. Dasarnya adalah Tuhan. Orientasinya adalah Tuhan. Tanpa kepercayaan kepada Tuhan tidak mungin anda ada sila kedua , ketiga, keempat dan kelima. 

Saya memahami Pancasila berakar dari pemahaman agama yang saya imanin. Sebagai warganegara sayapun bersikap atas dasar Pancasila itu. Artinya agama saya dan pancasila tidak bertentangan. Namun tentu tidak bisa dikatakan Pancasila adalah Islam. Pancasila adalah pedoman hidup berbangsa dan bernegara yang pluralis. Yang didalamnya ada seperangkat UUD dan UU serta aturan yang berlaku secara universil. Kalau UUD atau UU bertentangan dengan Pancasila , ada sistem dimana rakyat bisa menggugatnya lewat MK. Artinya negara menyediakan ruang untuk rakyat melakukan koreksi secara yudisial.  Itulah demokrasi.

Kalau ada orang mengatakan dirinya sekular maka dia sedang berperang dengan Tuhan. Juga kalau ada islam indentitas, maka dia juga berperang dengan Tuhan. Mengapa ? agama apapun tidak mengajarkan orang menentang eksistensi Tuhan, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, musyawarah dan mufakat, keadialan sosial. Sekularsime adalah idiologi ekslusif. Agama indentitas juga idiologi ekslusif. Keduanya punya dasar dasar radikalisme. Merasa paling benar. Paling valid mengurus negara. Seharusnya setelah lebih 70 tahun indonesia merdeka ,tidak ada lagi dikotomi sekularisme dan islam indentitas. Yang ada adalah pancasila.

Ketika Ahok jadi Gubernur, sebagai umat islam saya bersyukur walau dia bukan islam. Mengapa ? karena Ahok menerapkan Pancasila dengan benar atas dasar agama yang dia yakini. Ketika QS Almaidah dijadikan rujukan menentang pemimpin non islam ( Ahok ) untuk dipilih saya menentang keras. Dalil agama saya punya untuk itu dan saya siap berbeda dengan islam indentitas. Bahkan banyak teman diskusi saya menjauh dari saya. Tidak apa. Ketika SBY berkuasa yang sampai memenjarakan HRS, ABB. LHI,  saya menentang. Bukan karena mereka ulama. Terlepas mereka salah atau tidak. Tetapi cara pengadilan terhadap mereka cenderung nuansa kebencian dan kecurigaan yang berlebihan. Saya bisa katakan itu, karena saya hadir disebagian besar sidang pengadilan atas mereka. Perlakuan mereka sangat politis tak ubahnya dengan perlakukan terhadap Ahok. 

Ketika Jokowi mencalonkan diri sebagai Presiden. Walau pilihan partai saya bukan PDIP tetapi saya bersikap mendukung Jokowi. Mengapa ? Karena nuansa kebencian terhadap Jokowi dari kalangan islam indentitas begitu besar terhadapnya. Hanya karena Jokowi dicalonkan oleh PDIP. Saya engga kenal siapa Jokowi tetapi saya merasa malu berdoa dan sholat dihadapan Tuhan bila saya tidak membelanya. Islam tidak mengajarkan kebencian. Apalagi Jokowi adalah muslim. Tetapi bila Jokowi balas kebencian itu dengan retorika kebencian juga maka saya akan tinggalkan Jokowi. Artinya Jokowi berpaham sekular. Sikap Jokowi yang menerima kebencian itu dengan sabar bukan tanpa alasan. Tetapi dasarnya adalah Tuhan. Itu sila pertama Pancasila, Jantung dari Pancasila.

Puncak dari kekaguman saya adalah ketika Jokowi di demo dengan aksi 412 dan 212. Walau kekuasaan begitu besar ada ditanganya. Tetapi dia tidak gunakan itu untuk menghalau para demontran. Tidak dia lakukan seperti Pak Harto membantai umat islam dalam peristiwa Tanjung Priok tahun 1984.  Jokowi memilih jalan persuasi secara damai. Aksi demontrasi dapat diredam dengan korban nol. Walau karena itu kekuasaanya hampir jatuh. Para aktor dibalik aksi itu diproses secara hukum namun tidak ada satupun yang dikenakan hukuman penjara.  Itu artinya Jokowi tidak membalas kebencian dengan kebencian. Orang yang punya paham seperti itulah yang bisa berpikir jernih atas persoalan yang ada. Dia tidak emosional. Lebih terstruktur solusinya. Lebih konprehensif penyelesaiannya.

Dari aksi demo itu lahirlah UU Ormas dan UU anti teror. Secara hukum aksi memaksakan kehendak atas dasar idiologi selain pancasila akan berhadapan dengan pedang hukum. Selesai ?. Tidak. Jokowi terus melakukan safari kepada Pondok Pensatren. Mengundang tokoh agama ke istana. Dialogh terus mengalir diantara ulama dan Pemerintah. Sampai akhirnya Badan Pembina Idiologi Pancasila dibentuk yang anggotanya terdiri dari semua tokoh agama termasuk politisi. Itulah puncak solusi dari proses panjang perenungan dari berbagai peristiwa antara umat islam dan pemerintah. 

Mengapa terjadi kecurigaan selama ini antara pemerintah dan Umat islam, karena komunikasi politik tersumbat. Kalaupun ada komunikasi politik sebelumnya tetapi hanya seremonial pelengkap saja dengan kelompok yang menjilat penguasa. Tidak sampai kepada political will pemerintah untuk memberikan ruang kepada tokoh agama duduk bersama dalam konteks Pancasila. Berpuluh tahun sejak Indonesia merdeka, seharusnya Pancasila menjadi sumber kekuatan kita sebagai bangsa untuk makmur tetapi justru kita lupa nilai nilai lama itu. Kita terjebak dengan sekularisme, dan disisi lain terjebak dengan indentitas agama. Itulah yang kini ingin diubah Jokowi. 

Dia memilih Ma’ruf Amin bukan karena fatwa ulama, bukan pula karena dia kader partai. Bukan bertujuan politisasi agama. Bukan. Jokowi menarik tokoh sentral yang disegani umat islam untuk berdampingan dengannya, dan bersama sama melakukan perubahan mental umat islam. Itu tidak mudah. Tetapi dialogh yang intens selama ini membuat Ma’ruf Amin sadar pentingnya pemahaman pancasila bagi bangsa Indonesia pada umumnya dan umat islam pada khususnya. Tentu dia qualified untuk menjadi simbol sekaligus corong bagaimana islam rahmatan lilalamin itu menjadi marcusuar bagi Pancasila. Untuk kemakmuran Indonesia. 

Saturday, August 11, 2018

Ekonomi Umat




Dalam dialogh dengan teman ekonom syariah, paska aksi 212, saya katakan aksi itu adalah puncak gunung es dari kekecewaan Umat islam terhadap ketidak adilan ekonomi. Mungkin para penggerak aksi itu berpolitik tetapi sebagian besar yang ikut demo itu adalah orang yang memang tulus dan berharap keadilan ekonomi. Karena GAP kaya miskin yang ada begitu lebar. Kalau masalah ini tidak diatasi maka ini akan menimbulkan chaos sosial. Jokowi harus gunakan momentum ini dengan baik. Jangan jauhi umat islam tetapi ajak tokoh islam untuk menggunakan potensi islam itu untuk perbaikan ekonomi umat. Gimana caranya ? ya ekonomi syariah. Sayapun menulis di blog soal itu secara terinci.

Tiga bulan setelah itu diadakan Kongres Ekonomi Umat yang diprakarsai oleh MUI dan didukung pemerintah. Jokowi- JK hadir membuka kongres itu. Hasil kongres ekonomi umat melahirkan enam konsesus. Pertama, sistem perekonomian yang adil, merata, dan mandiri dalam mengatasi kesenjangan ekonomi. Kedua, mempercepat redistribusi dan optimalisasi sumber daya alam secara arif serta berkelanjutan. Ketiga, memperkuat sumber daya manusia yang kompeten dan berdaya saing tinggi berbasis keunggulan IPTEK, inovasi, dan kewirausahaan. Keempat, yaitu menggerakkan koperasi dan UMKM menjadi pelaku usaha perkonomian nasional. Kelima, mewujudkan mitra sejajar usaha besar dengan koperasi dan UMKM dalam sistem produksi dan pasar terintegrasi.

Kongres umat Islam ini sesuatu yang tidak mungkin terjadi di era Soeharto , bahkan tidak pernah ada di era SBY. Mengapa ? karena penguasa yang dekat dengan pengusaha takut bangkitnya ekonomi umat yang otomatis membuat mereka mandiri sehingga rakyat cerdas untuk menentukan sikap terhadap pemimpin yang culas. Politik menjadi akal sehat. Program populis yang menipu mudah dibaca oleh umat. Tetapi Jokowi menyambut keinginan besar umat islam untuk bangkit mengurus dirinya sendiri. Apalagi itu lahir dari ulama. Saya dengar dari teman, setelah kongkres itu, Jokowi sering berdialogh dengan Pak Ma’ruf Amin seputar nilai nilai ajaran islam dalam bidang ekonomi. Ma’ruf Amin bukan hanya ahli fiqih tetapi dia adalah salah satu ahli ekonomi syariah yang paling berpengaruh di Indonesia.

Dari hasil kongres Ekonomi umat itu MUI mengajukan financial solution sebagai financial resource bagi umat. Ini ide hebat. Karena masalah ekonomi umat adalah buruknya akses pendanaan. Solusi hebat itu adah membentuk Bank wakaf. Data dari Badan Wakaf Indonesia (BWI), potensi wakaf tanah saja di atas Rp 370 triliun, sementara wakaf tunai Rp 180 triliun. Ini belum termasuk menghitung potensi wakaf tanah yang masih belum muncul, yang bisa mencapai Rp 2.000 triliun. Hebat kan. Jokowi menerima usulan dari Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS) untuk membentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Dan OJK memberikan persetujuan dengan nama Bank Wakaf.

Nah, bagaimana struktur bank Wakaf ini? Ada tiga yaitu donatur, pesantren dan masyarakat produktif. Badan hukumnya adalah koperasi. Jadi bank wakaf bukanlah bank yang menerima simpanan. Skema permodalan dari Bank Wakaf Mikro ini juga terbilang unik. Nantinya, 1 LKMS akan menerima dana dari Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS) , juga kemungkinan dana Desa, sekitar Rp 3 miliar sampai Rp 4 miliar. Dana tersebut tidak akan disalurkan semuanya menjadi pembiayaan, melainkan sebagian akan diletakkan dalam bentuk deposito di bank umum syariah agar likuiditas bank syariah juga meningkat guna mendorong distribusi modal kepada rakyat. Program ini adalah financial engineering ala syariah yang hebat.

Saya katakan kepada teman bahwa dari bank wakaf itu, kita tidak berharap muluk agar semua umat islam jadi pengusaha. Cukup tiga juta komunitas Islam yang sukses di bina itu mampu menjadi wirausaha kelas kecil menengah dengan serapan angkatan kerja 10 orang saja per unit usaha maka jumlah tenaga kerja terserap 30 juta orang. Kalau setiap orang itu menanggung 1 istri dan dua anak maka jumlah yang hidup dari komunitas itu sebanyak 90 juta orang. Kalau di total maka jumlahnya 120 juta orang. Ini sudah setengah dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah ini tidak termasuk stake holder yang terangkat akibat gerakan 3 juta orang itu, yang mungkin jumlahnya sama dengan 120 juta orang. Dengan demikian tuntaslah keadilan sosial terjadi di Indonesia.

Kalau sampai Jokowi memilih Ma’ruf Amin sebagai Wakilnya itu bukanlah karena mendadak. Bukan melulu alasan politik menjaga koalisi tidak pecah. Tetapi lebih karena niat tulus Jokowi agar keadilan ekonomi di Indonesia itu lahir dari kekuatan rakyat sendiri. Ma'ruf Amin akan jadi kekuatan politik lahirnya kebijakan ekonomi pro umat. Mengapa ? penyelesaian masalah bangsa ini harus melalu revolusi mental dengan pendekatan kepada moral budaya dan agama. Agama selain bagai elang (águila) yang terbang dengan idealisme spiritual yang tinggi untuk mencapai kesempurnaan pribadi, tetapi juga membumi bagai induk ayam (gallina) yang terlibat secara etis pragmatis dalam keseharian."Artinya bagaimana gerakan dakwah agama bisa melahirkan semangat kemandirian ditengah masyarakat. Bagaimana mentranformasi dari masyarakat yang apatis ,pesimis, korup menjadi masyarakat yang progressive, passion, berikhsan.

Saya tidak bisa bayangkan bila Jokowi kalah dan penyelesaian umat hanya melalui BLT dan subsidi maka sampai mati umat tidak akan mandiri dan tidak akan menjadi kekuatan real bangsa ini untuk lahirnya keadilan sosial bagi semua. Semoga umat islam sadar akan pilihan Ma’ruf Amin sebagai Wakil adalah kado dan janji kuat Jokowi bagi kemakmuran umat islam pada khususnya dan rakyat indonesia pada umumnya, untuk kini dan besok.

Friday, August 03, 2018

Pembaharu

Pertengahan tahun 80an, saya ikut melamar bekerja sebagai business representative untuk perusahaan JV antara Korea dan Jepang. Ketika itu ada 18 pelamar. Hanya saya tamatan SMU,yang lainnya Sarjana. Yang menolong saya lolos sebagai kandidat karena kemampuan komunikasi bahasa inggeris. Test standard yang diterapkan adalah test attitude. Tidak ada test skill. Proses test attitude ada dua yaitu test tertulis, dan satu lagi test simulasi. Test tertulis menyisakan 10 orang yang lolos, termasuk saya. Ketika masuk simulasi , kami yang 10 orang itu masuk ke dalam ruangan. Kemudian, penguji meminta kami masing masing mengajak orang yang ada 40 orang diruang itu untuk mendekat kepada kami. Yang paling banyak mendekat paling tinggi nilainya.

Artinya masing masing kami harus melakukan atraksi yang sehingga membuat orang mau mendekat. Atraksi yang dibolehkan hanya terbatas yaitu bicara atau diam. Kebayang engga sulitnya?. Saya perhatikan setiap peserta test kebanyakan gagal membuat orang mendekat kepada mereka. Padahal mereka sudah berusaha berorasi yang sehingga menarik orang mendekat. Tapi yang mendekat hanya satu dua orang. Saya tidak punya keahlian dengan retorika menarik orang mendekat kepada saya. Kalau saya diam, pasti tidak ada orang yang akan mendekat. Tapi saya tidak kehilangan akal. Saya akan membuat orang mendekat karena dorongan rasa ingin tahu, bukan karena ketertarikan. Hanya itu saya bisa.

Ketika tiba giliran saya, apa yang saya lakukan? saya komat komit saja, sambil melukis di awang awang. Saya berputar putar kekiri kanan sambil berguman. Satu demi satu mendekat “ Eh lu ngapain? ngomong apa ? Dan saya berhasil membuat 40 orang mendekat kesaya. Semua mereka mendekat karena dorongan hasrat ingin tahu. Saya lolos. Hanya satu orang yang diterima, dan itu adalah saya. Keberhasilan saya sebagai business representative itu tidak saya pelajari di sekolah tapi naluri manusia yang terbiasa survival. Prinsip saya sederhana , bahwa kalau saya bisa membuat orang mendekat dengan retorika maka nilai saya tidak ada. Tapi kalau orang mendekat karena rasa ingin tahu maka saya punya peluang untuk menjadi pembaharu bagi mereka.

Tertbukti ketika saya bekerja sebagai business representative, saya tidak menjual barang ke pabrikan yang telah ada. Saya focus menawarkan peluang bisnis kepada pengusaha tradisional. Saya tahu mereka punya uang banyak karena menabung tapi tidak semua mereka paham untuk mengembangkan uangnya diluar bisnisnya. Tapi kalau saya bisa menggugah mereka terlibat dalam peluang bisnis maka mereka akan jadi pelanggan setia saya. Pruduk yang saya pasarkan adalah bahan baku karet sintetis. Saya tawarkan proposal buat sendal jepit, sepatu, ban sepeda, sarung tangan. Saya tidak datang dengan proposal dengan lembaran kertas dengan angka dan data. . Umumnya target market saya adalah encek encek pasar di Pasar pagi , dan kali besar.

“ Koh, tebak berapa harga ban ini ? tanya saya kepada pedagang di kawasan Kota. Dengan menunjukan sampel ban. 
“ Ah itu paling harganya Rp. 7500. Dipasar harganya segitu “ Jawabnya.
“ Kalau saya bisa jual Rp 2000. Gimana ? 
Dia terdiam lama. Saya tetap tersenyum 
“ Serius kamu ? Katanya
“ Ya serius.”
“ Entar saya hubungi teman saya. “ Katanya langsung telp temannya
“ Teman saya mau beli berapa aja. Mana barangnya ?
“ Kokoh harus buat sendiri ban itu “ Kata saya dengan tersenyum.
“ Gila luh. Jadi barangnya engga ada.? “
“ Ada. tapi harus buat sendiri dan saya akan bantu gimana buatnya.”
“ Sulit ?
“ Engga. Dari mesin sampai bahan baku, saya siapkan termasuk pekerjanya. Gampang kok.”

Dia terdiam. Tapi tidak sampai seminggu dia datang kesaya, minta tolong buatkan pabrik ban. Setelah dia berhasil, teman temannya datang kesaya untuk buat pabrik sarung tangan, sendal jepit , sepatu. Dalam dua tahun saya mejadi top salseman, bukan hanya untuk Indonesia tapi Asia tenggara. Setelah itu saya berhenti sebagai business representative untuk mendirikan pabrik sendiri bersama mitra saya dari Korea. Ketika itu usia saya belum 25 tahun. Nah kalaulah saya berpikir linear maka saya hanya akan jadi folower, pasti gagal berhadapan dengan salesman lain yang telah menguasai pasar yang sudah ada. Barang sama, tapi cara menjual berbeda maka hasilnya juga berbeda.

Kalau anda bisa mempengaruhi orang sejalan dengan pikiran anda, atau orang terdekat anda karena hubungan keluarga atau almamater atau seiman, itu bukanlah luar biasa. Itu sama dengan berburu di kebun binatang. Tapi kalau anda bisa mempengaruhi orang yang tidak ada hubungan apapun dengan anda, maka nilai anda ditentukan di situ. Apalagi orang itu beda chemistry, beda agama, beda suku, maka nilai anda semakin tinggi. Apalagi kalau anda bisa menarik orang mengikuti anda yang sebelumnya adalah musuh atau kempetitor anda yang sangat membeci anda maka nilai anda semakin tak ternilai. Mengapa ? Anda telah menjadi pembaharu.

Ketika saya berhasil memenangkan kasus sengketa di pengadilan di Eropa dan Hong kong , musuh saya datang ke saya, saya memeluknya dan memastikan saya tidak akan menuntut balik dia karena telah menzolimi saya selama 3 tahun perang dipengadilan. Lawyer saya bertanya bingung “ Mengapa anda maafkan ? Padahal anda bisa tuntut balik dia dengan membuat dia bangkrut ? 

Saya katakan “ kalau saya menang di pengadilan tidak ada yang luar biasa. Itu biasa saja. Karena di Eropa dan Hongkong hukum sangat solid yang memungkinkan siapa saja kalau benar pasti menang. Tapi kalau saya bisa memaafkan dia dan menarik dia kembali ke saya maka saya menang dan bernilai dihadapan Tuhan. Dan orientasi hidup saya adalah Tuhan, bukan manusia .Paham.”

Piramida kehidupan

Anda tahukan Piradmid? Lebar dibawah dan mengerucut keatas. Nah, dalam komunitas manusia didunia ini ada piramida nya yang berkaitan dengan pemahaman tentang uang. Pada lapisan bawah yang merupakan komunitas terbesar adalah komunitas yang menjadikan uang sebagai sumber bertahan hidup. Bagi mereka uang bukan segala galanya tetapi segala galanya perlu uang. Karena itu mereka sangat hati hati menghadapi resiko akan ketidak adaan uang. Selalu insecure. Kalau berlebih mereka pelit tetap merasa miskin. Kalau kurang mereka berusaha menarik empati orang untuk memberinya uang. Walau kadang karena itu harus menelan rasa malu. Apapun mereka lakukan asalkan dapat uang. Termasuk jadi begal atau korup. Layaknya hidup sebagai predator di rimba belantara.

Pada lapisan kedua dari bawah adalah yang mengangap uang adalah perlindungan hidup. Umumnya mereka para pekerja profesional atau pedagang. Kalau berlebih mereka akan menabung. Mereka membungkus dirinya dengan atribut agar selalu dianggap orang kaya. Umumnya mereka jadi target sales asuransi. Target sales pendakwah untuk memberikan janji sorga dan dosa dihapus asalkan berderma. Mereka cenderung mudah di tawarkan bisnis MLM yang too good to be true. Singkatnya bagi mereka, uang adalah sumber perlindungan hidup dan selalu mencari cara mudah meningkatkan hartanya. Tak penting karena itu mereka akan menipu atau merugikan orang lain.

Lapisan ketiga merupakan lapisan yang berada ditengah tengah. Komunitas ini yang menjadikan uang sebagai sumber kebebasan. Dalam komunitas ini , jalan hidup sudah jelas. Entah profesional atau pengusaha. Mereka focus dengan passion nya. Bagi mereka uang bukan untuk memperkaya diri tetapi bagaimana menikmati hidup bahagia atas uang yang ada. Dan berusaha melengkapi kebahagian hidup dengan hal hal sederhana. Bahkan dalam profesi sebagai pekerja atau pengusaha dilaluinya dengan penuh euforia. Tidak akan terdengar mereka mengeluh. Apalagi sibuk menilai orang lain. Hidup mereka secure secara spiritual dan intelektual. Tetapi focus hidup mereka hanya pada diri sendiri, sahabat dan keluarganya saja.

Lapisan keempat yang merupakan satu tingkat dibawah puncak dari piramid komunitas. Mereka adalah yang menganggap uang itu sebagai bagian dari cinta. Umumnya orientasinya tidak lagi uang. Tetapi bagaimana mereka bisa memberikan karyanya kepada orang lain sebagai ujud cinta. Kalau dia profesional sebagai dokter maka dia akan melayani pasien dengan cinta. Kalau dia pengusaha maka dia akan mengutamakan bisnis yang bisa memberikan manfaat bagi orang lain dan berusaha mensejahterakan pegawai serta patuh membayar pajak. Mereka tidak butuh status orang kaya dan karenanya mereka tidak melengkapi atribut orang kaya. Hidup mereka sederhana. Namun gemar memberi dalam sunyi. Itulah yang membuat dia bahagian.

Pada lapisan puncak piramid adalah komunitas yang paling sedikit populasinya di planet bumi ini. Mereka tidak punya lagi rasa takut akan resiko Tidak ada perasaan kawatir akan apapun. Mereka berjalan dibumi ini membangun imperium bisnis tanpa dikenal orang banyak bahwa dia orang kaya. Pun tidak mau tahu orang merendahkannya dan tidak menengok ke dia. Bahkan menjauh dari kehidupan ramai yang penuh topeng dan pencitraan. Mengapa ? karena dia tidak lagi menjadikan uang sebagai sumber kehormatan. Aktualisasi hidupnya dalam bentuk keikhlasan berbagi yang berspektrum jangkan panjang untuk hidup lebih baik bagi semua. Karenanya secara kejiwaan dan mental dia sangat kaya. Dia sudah menaklukan egonya dan menjadi pemenang atas dirinya untuk sebaik baiknya ciptaan Tuhan. Ya..mereka tidak lagi mengejar uang tetapi uang kejar mereka.


Semua orang berpores. Tentu semua orang harus melalui lapisan terbawah piramid. Lapisan bawah lebih mengandalkan nafsu. Namun seiring pemahaman intelektual dan spiritual, orang akan naik kelas ke level piramid berikutnya. Dan semakin meningkat nilai mentalnya semakin tinggi kelasnya. Dan semakin berbeda pula persepsinya terhadap uang. Dan puncak dari semua itu, ternyata bukan uang tetapi Cinta…

Thursday, July 26, 2018

Memaafkan..


Dalam keseharian karena ulah seseorang atau sekelompok orang , kadang membuat saya dirugikan tidak sedikit. Bahkan bukan hanya rugi materi tapi kadang diikuti oleh rugi non materi. Tentu saat itu saya merasa tertekan dan marah. Harga diri saya terasa diinjak injak. Pada waktu bersamaan segala macam pikiran buruk datang untuk melawan dan membalas secara setimpal. Namun seketika saya coba untuk menahan letupan emosi itu.. Tak mudah tentunya. Tapi selalu saya berhasil untuk memaafkan dan akhirnya melupakan. Tak ada istilah bagi saya ”maaf yang tak termaafkan”.

Memaafkan dan akhirnya melupakan. Itulah indahnya ”maaf”. Ketika kita memaafkan dengan ikhlas maka pada waktu bersamaan kita bisa melupakannya. Mengapa semudah itu ? karena yang selalu mengingatkan peristiwa itu dan membakar emosi anda untuk marah dan marah adalah sifat sombong. Semakin lama anda memendam marah atau benci atau kecewa, atau kesal, atau sedih, kepada seseorang semakin rusak mental anda. Kalau anda termasuk orang yang perkasa dan berkuasa , anda bisa membalasnya seketika. Tapi apakah setelah membalas demdam tertunaikan ? oh, tidak. Itu akan terus berlangsung dan berlangsung. Bagi yang dibalas, akan melakukan hal yang sama untuk berpikir bagaimana membalas kembali. Ini akan terus berputar putar tanpa ujung , yang akhirnya membuat orang tidak lagi sehat lahir batin. Dia tidak lagi memiliki dirinya.

Kamu tahu Nak,demikian ibu saya menasehati saya tentang sesuatu yang menyebabkan Allah memuliakan bangunan dan meninggikan derajatmu? Ya apabila kamu bersikap sabar kepada orang yang membencimu, memaafkan orang yang berbuat zhalim kepadamu, memberi kepada orang yang memusuhimu, dan menghubungi orang yang telah memutuskan silaturrahim denganmu. Mengapa ? Karena Allah tidak suka kekerasan.Tidak suka pertengkaran. Tidak suka kejahatan dibalas dengan kejahatan. Tidak suka gunjingan dibalas dengan gunjingan. Kamu harus merebut cinta mereka dengan hanya berlaku lemah lembut walau kepada mereka yang berbeda denganmu. Kalau kamu berlaku kasar maka yang jauh semakin jauh dan yang dekat menjauh..

Dari kecil ibu saya mendidik saya untuk belajar memaafkan sebelum dimintai maaf. Karena ketika kita memaafkan sebetulnya kita sedang memelihara hati kita dari segala prasangka buruk terhadap seseorang. Ya hanya karena prasangka buruk saja sudah bisa merusak nilai spritual dan intelektual kita. Kalau anda memaafkan bukan berarti anda mentolerir tapi berusaha untuk merubah yang buruk menjadi baik, berpikir serta berdoa agar seseorang itu akan berbuat lebih baik atau setidaknya tidak akan melakukan kebodohan yang sama seperti yang dilakukannya kepada anda.

Monday, July 16, 2018

Pengeluh ...



Orang yang suka mengeluh seraya menyalahkan orang lain sebetulnya karana tidak ada kestabilan emosional dengan pikirannya. Dia merasa dengan mengeluh masalahnya sudah selesai dengan adanya empati dari orang lain. Padahal kalau orang nampak empati bukan karena orang percaya dengan keluhannya tetapi karena orang bisa menyembunyikan keraguannya. Mengapa ? Bertanya kepada orang mengeluh tidak akan dapat kebenaran yang rasional. Karena dia sedang dalam suasana hati secara emosional sangat renta. Akal dan hatinya tertutup kebenaran. Dia hanya butuh orang mendengar dan puas karena itu. Sampai kapanpun dia tidak akan berubah karena empati orang. Tidak pernah.

Di Hongkong kalau kumpul dengan teman teman di Cafe maka yang dibicarakan hanya sekitar fenomena tekhnologi dan alam. Kadang membicarakan bola. Ada juga membicarakan mengenai pengalaman bawa yach. Piknik kesustu tempat yang eksotik. Dan itu tentu berkaitan dengan pengalaman luar biasa. Saya perhatikan orang yang ada disebelah atau belakang meja saya, pembicaraan engga jauh dari sana. Di Singapore juga sama. Ketemu dengan eksekutif dan expat, pembicaraan engga jauh dari sekitar itu. Kalau mereka membicarakan politik hanya hal yang sifatnya fenomenal seperti soal ulah Trump. Tapi bukan masalah kebijakan politik tapi lebih kepada apa yang yang dikatakan Trump. Dan hebatnya mereka cerdas menghidupkan suasana jadi santai. Tidak ada yang serius yang mau diperdebatkan. Soal kebijakan presiden china, mereka ogah bahasnya. Bagi mereka politik china tidak ada yang enak dibicarakan. Karena semua pidato pejabat negara selalu baca text dengan nada datar seperti pembawa acara malam TV.

Saya mencoba memahami mengapa kepedulian politik dan sosial mereka rendah sekali? Ternyata penyebabnya sederhana. Apa itu ? Suasana hidup yang berkompetisi. Dan ritme kerja yang membutuhkan disiplin tinggi. Keadaan ini membuat mereka engga punya waktu membahas lain selain masalah mereka sendiri. Bahkan mengeluh pun mereka kehilangan alasan. Kalau ada orang bercerai, bangkrut, engga bisa bayar apartemen atau ada orang yang dapat promosi jabatan, tidak pernah disikapi berlebihan. Hanya sekedar ucapan selamat dan ikut prihatin. Setelah itu antar teman masalah itu tidak pernah dibahas. Mereka malas membahas masalah pribadi orang lain. Tapi di Indonesia , juga sama. Ada mitra saya yang juga direktur saya, jangankan bicara politik atau ekonomi , gambar presiden di salah satu ruang kantor masih gambar sby yang dipajang padahal presiden sudah berganti Jokowi. Saya tanya mengapa tidak diganti ? Jawabnya sederhana, biarin aja. Engga ngaruh lah. Kalau diajak diskusi soal politik atau issue yang lagi hangat, nampak dia tidak tertarik membahasnya. Kalau diteruskan bicara pasti ngantuk.

Walau dia sering piknik ke manca negara. Membaca banyak berita dari media digital berbayar, dan aktif dalam pergaulan sosial kalangan intelektual , namun tak merubah sikapnya untuk tidak peduli dengan lingkungannya. Apalagi membahas soal suka atau tidak suka terhadap tokoh politik atau partai politik. Kalaupun sampai dia ingin tahu , itu karena mengganggu kenyamanannya. Dan kalau bertanya , lebih focus ingin tahu jawaban rasional bukan suka tidak suka. Jarang sekali mereka terdengar mengeluh. Orang yang kurang peduli terhadap keadaan diluar dirinya penyebabnya karena : pertama, di otaknya sudah penuh dengan masalahnya sendiri sehingga dia tidak punya ruang untuk memikirkan yang lain. Ini umumnya para profesional yang secara materi sudah mapan dan secara batin aman. Kedua , dia sudah secure dengan hidupnya. Bukan karena materi berlebih tapi secara batin dia udah sangat kaya. Jadi engga ada yang dia kawatirkan. Ketiga, dia engga pede membahas sesuatu yang tidak betul betul dia pahami. Makanya dia memilih diam dan engga mau tahu lebih jauh. Ketika krisis global, kelompok middle class di Indonesia berubah menjadi mat nyinyir di sosmed khususnya terhadap Jokowi. Itu lebih karena perasan insecure dan takut perubahan terus terjadi. Tapi banyak juga yang tetap berpikir positip karena secara batin dia sudah kaya dan secara materi dia aman.

Hidup ini perlu keseimbangan emosional dan pikiran. Pikiran berkembang karena banyak belajar dari hal yang sudah terjadi lewat pengalaman orang lain atau bisa juga lewat buku atau bangku sekolah. Tetapi emosi berkembang kearah positip tidak bisa dipelajari lewat buku atau pengalaman orang lain tetapi lewat pengalaman hidup sendiri. Masalahnya tidak banyak orang memahami peristiwa yang dialaminya adalah kaya akan hikmah untuk latihannya mengembangkan kepribadiannya lewat pengendalian emosional. Umumnya persepsi orang sudah terbentuk lebih dulu atas peristiwa yang dialaminya.Bahwa dia benar dan dia tidak pantas mendapatkan ketidak adilan atas masalah yang menimpanya. Akibatnya dia tidak mendapatkan hikmah atas kenyataan yang menimpanya. Tentu dia tidak akan berubah lebih baik karana waktu. Dia justru dimakan oleh masalah.

Makanya banyak orang bertambah usia nampak tidak pernah dewasa. Tinggi ilmu tidak membuat dia bijak. Kebayang kan seorang profesor, jenderal, usia menua tetapi dengan tanpa malu mengungkapkan letupan emosinya dalam bentuk keluhan di media massa seperti anak alay. Yang tanpa data valid mencela kebijakan pemerintah. Juga tanpa ada solusinya. Jadi itu bukan lagi kritik mencerdaskan tetapi sudah keluhan anak alay. Yang anehnya dipercaya oleh orang yang punya mental sama dengan dia. Doyan ngeluh karena merasa hidup tidak adil terhadap dirinya. Kumpulan pengeluh adalah kumpulan orang yang tidak bisa berdamai dengan kenyataan. Sampai mati dia tidak akan pernah dewasa. Dan kalau rezekinya sempit bukan karena Tuhan tidak adil tetapi karana dirinya sendiri mempersempit hidupnya.

Hidup ini apapun yang terjadi itulah kebenaran. Yang belum terjadi hanyalah asumsi. Apapun yang terjadi bukanlah antara kita dengan orang lain atau dengan pemerintah atau dengan keluarga tetapi itu antara kita dengan Tuhan. Untuk apa? Agar kita mendapatkan hikmah dari kenyataan yang ada dan belajar dari itu untuk berkembang lebih baik karena waktu, untuk menuju sebaik baiknya kesudahan. Mengeluh bukan cara menemukan solusi. Pengeluh selalu jadi pecundang!

Kualitas elite rendah..

  Dari diskusi dengan teman teman. Saya tahu pejabat dan elite kita   berniat baik untuk bangsa ini. Namun karena keterbatasan wawasan dan l...