Monday, May 28, 2018

Passion..

Kalau ada orang pendidikan tinggi. Pernah sekolah di luar negeri. Cerdas dan berwawasan luas. Namun tidak ada lapangan pekerjaan sesuai kapasitas dia. Kalaupun ada , pekerjaan itu hanya membayar karena dia “ngantor dan ngoceh “ selebihnya kosong. Lantas apakah negara gagal menyediakan lapangan pekerjaan untuk dia? apakah dia hanya jadi potensi SDM tanpa jadi potensi real? Jawabnya bukan terletak kepada pendidikan. Pendidikan hanyalah 30% dari potensi orang untuk mempunyai nilai. Ada 2/3 lagi potensi yang harus dilengkapinya. Apa itu ? Potensi intelektual, dan spiritual. Kalau dia punya potensi intelektual maka dia tidak perlu menunggu pekerjaan yang tersedia tetapi dia menciptakan lapangan pekerjaan. Kalau dia punya pontesi spiritual , dia tidak perlu malu bila untuk memulai langkah besarnya dia harus mengambil resiko dengan pendapatan rendah atau serba tidak pasti.

Masalahnya di negeri kita sudah terbentuk mindset bahwa pendidikan tinggi punya hak mendapatkan strata sosial lebih tinggi dibandingkan orang tak punya pendidikan cukup. Merasa paling tahu dan berhak bilang orang lain salah. Berhak untuk mendapatkan kesempatan lebih besar. Kalau kesempatan tidak ada maka dia bisa menyalahkan siapapun dengan segudang teori yang dia tahu. Faktanya teori yang dia ketahui tidak bisa menghidupi dirinya sendiri kecuali berharap ada orang lain mau membayarnya. Orang seperti ini banyak. Titel S2 atau S3 tetapi income kalah sama emak emak yang jualan online dari rumah. Mereka ini ada disemua instansi pemerintah dan lapisan masyarakat. Mereka bubble value SDM dengan tingkat yield lebih rendah dari junk bond. Hebatnya mereka sangat piawai merangkai retorika menjadi bubble haters. Karenanya tatanan budaya jadi rusak. Agama jadi dagangan. Dan politik jadi gaduh.

Di China sejak tahun 2008 dikeluarkan kebijakan bahwa tidak boleh ada lagi penerimaan pegawai lebih mengutamakan sarjana atau alamamater tertentu. Bahkan di china, lulusan SMU sampai sarjana tanpa nilai di ijazahnya. Qualifikasi ditentukan dari test dimana 80% berdasarkan studi kasus lapangan dan attitude. Lantas dimana nilainya ? Pendidikan sekolah dan kampus hanyalah 10% bekal untuk qualified mendapatkan peluang di tengah masyarakat. 90% ditentukan oleh semangat kemandirian dan karakter. Apa artinya ? China percaya bahwa SDM manusia itu 90% ditentukan oleh kebudayaan dan akhlak. Agama berkata budaya memakai. Perbuatan manusia adalah manifestasi budaya dalam menerapkan hakikat agama ( = akhlak). Dan hakikat ini tidak diuji dari pengetahuan kampus tetapi dari proses ulat jadi kepompong, dimana mereka harus melewati sakit dan terluka agar mereka tahu arti bersyukur dan paham bagaimana mencintai.

Makanya jangan terkejut bila semakin tinggi pendidikan orang semakin menunduk dia. Apalagi bila seorang pengrajin di desa diumumkan oleh pemerintah berhasil menampung 10 angkatan kerja dan punya omzet miliaran tanpa sedikitpun fasilitas dari negera. Hal ini semakin membuat mereka menunduk dan sampai akhirnya mereka tidak lagi melihat capaian pendidikan yang diraih, tidak lagi melihat apa yang didapatnya tetapi apa yang dia berikan. SDM terbaik untuk peradaban tidak menghitung berapa yang didapat tetapi berapa yang diberikan, dan pasti engga baper.

Sunday, May 27, 2018

Cinta ?

Saya ingin mengaduk ngaduk logika dan kemapanan emosional anda dalam melihat persoalan sederhana. Tetapi syaratnya jangan baper ya. Begini, ada wanita cantik rupawan yang disukai oleh pria kaya. Wanita itu bangga dan merasa tersanjung karena kecantikannya berbalas pantas dari pria kaya. Apalagi bukan hanya kaya tetapi juga gagah rupawan. Nah mari kita lihat logika sederhana. Ketika wanita bangga terpilih karena kecantikannya maka pada waktu bersamaan juga pria bangga karena kekayaannya mampu menaklukan wanita cantik rupawan. Disini bukanlah cinta yang memicu terjadinya kesepakatan tetapi sebuah transaksional. Ada barang ada harga. Cinta hanya soal retorika namun value didepan menentukan harga.

Disini kita tidak bicara harga barang tetapi value seperti terjadi di bursa saham. Bisa naik bisa juga jatuh. Tergantung sentimen. Begitu juga dengan hubungan pria wanita. Awalnya hubungan memang luar biasa Ibarat pasar sedang hot hot nya. Apapun kinerja disikapi dengan sentimen positip. Sang wanita mulai menentukan kondisi disaat pria sedang on trap dalam euforia cinta. Namun karena waktu, pilihan semakin beragam dan berkembang. Bagi pria , ketika wanita terus meminta uang maka otak kalkulasi bisnis pria bekerja baik. Lirik kiri kanan membandingkan portfolio yang ada ditangan dengan yang ada diluar. Keputusan dibuat, awalnya rebalancing dengan mulai menempatkan wanita bukan the first one tetapi the second. Wanita juga ketika requirement nya di pertanyakan maka diapun melakukan rebalancing.

Dari rebalancing antara kedua belah pihak maka selanjutnya terjadilah take position sell and walk out. Pria melepas portfolio nya atas wanita untuk mencari yang lebih excited. Wanita juga berusaha mendapatkan market yang mau take down dia. Kalau bisa dapatkan pria yang lebih tajir.Tetapi masalahnya uang terus bertambah dan value pria terus meningkat tetapi wanita semakin lama value phisiknya semakin menurun karena faktor usia. Lambat laun karena usia tidak bisa dibohongi akibatnya melantai dibursa terpaksa di delisting karena no value. Masuk ke pasar sekunder , nilai kalah dengan harga steak newzealand satu porsi. Kalau sudah begitu , hidup jadi insecure dan dampaknya baper engga jelas. Karena masih merasa ayam merak diantara ayam kampung.

Hubungan transaksional dapat menjebak siapapun. Mengapa ? karena transaksional menggunakan marketing komunikasi yang bisa menggunakan dalil agama ataupun sekularisme. Namun pada akhirnya harus ada yang dikorbankan dan ada yang membayar karena itu. Setelah deal terjadi maka puas dan tidak puas mulai dibicarakan.Bargain terjadi terus menerus, sampai akhirnya satu sama lain disconnect. Masalahnya selesai. Toh tidak ada yang dirugikan. Semua terjadi atas dasar suka sama suka. Tetapi yang jadi masalah kadang banyak orang ketika menentukan pilihan bertransaksi , dia baper. Merasa ingin menguasai orang lain padahal dalam transaksi tidak ada hegemoni kecuali suka sama suka walau sadar bahwa tidak pernah terjadi deal yang sempurna.

Hidup itu sangat renta dari apa yang kita pikirkan bila kita menganggap segala sesuatu ukurannya materi atas dasar transaksional. Mengapa ? selalu ujungnya penyesalan dan keluhan. Hidup itu sangat kuat dan indah bila kita bisa terus berusaha ikhlas. Mencintai orang lain dengan tulus selalu memberikan nilai tanpa batas ; tidak lekang karena panas dan tidak lapuk karena hujan. Selalu indah waktunya.

Bertahan hidup

Di musim panas, saya berhenti sejenak ketika ada seorang wanita mengayuh kereta berisi barang rongsokan ditengah hiruk pikuk pasar. Udara panas menyengat keras. Wanita itu tetap sabar. Wajahnya nampak keras seakan tak menyisakan ragu dan takut untuk bertahan hidup ditengah lautan manusia lebih dari 1 miliar di China. Teman saya menegur saya “ apakah kamu baik baik saja. “ saya mengangguk. Tetapi teman saya memperhatikan suatu tanya tentang apa yang baru saya lihat. Dia menarik saya masuk ke dalam cafe untuk lepas dari terik matahari. Setelah memesan kopi se gelas untuk dirinya, dia kembali duduk bersama saya.

Bagi orang china, kata teman saya. Bertahan hidup adalah fitrah alam. Ini hukum ketetapan Tuhan. Hidup terasa hambar dan tidak ada arti bila tanpa tantangan. Bertahan hidup sangat tertanam dalam diri setiap makhluk hidup. Alam sendiri berjuang setiap hari demi kelangsungan hidupnya. Bertahan hidup menunjukan akar yang baik bagi kelangsungan perkembagan jiwa positip. Setiap upaya bertahan hidup bagaikan biji kecil dari pohon tumbuh terus lebih besar dan lebih tinggi ke arah cahaya. Wanita itu berjuang dan terus melangkah tanpa henti. Kadang menunjukan pemandangan luar biasa. Itu semua buah dari ribuan langkah untuk bertahan hidup.

Kehidupan memaksa orang harus memilih. Apapun pilihan disertai hukum Tuhan, yang kadang kita abaikan, dan itulah kelemahan manusia. Namun cinta, cinta adalah mesin. Mesin ini yang mendorong orang kembali kepada hukum Tuhan. Karena Tuhan mencintai manusia lewat proses hidupnya. Setiap makhluk menyadari ini. Tuhan menawarkan, hidup sesuai dengan aturanNya. Untuk mencapai keseimbangan sempurna. Manusia menerjemahkan cinta Tuhan dalam berbagai cara sementara waktu terus berlalu. Tapi cinta selalu ada di sana. Mungkin berbeda dari satu abad ke abad yang lain. Tapi dia terus mendorong orang untuk bertindak. Mencintai orang lain. Mencintai keluarga. Mencintai negara.

Senja telah datang. Sebentar lagi buka puasa. Saya tidak lagi merasa lapar. Karena apalah arti lapar bila dibandingkan dengan kerasnya bertahan hidup dari wanita itu. Juga samahalnya dengan banyak orang duafa yang bertahan hidup di negeri saya. Mereka kumpulan manusia yang sebetulnya kuat. Karena mereka tidak mengeluh dan tidak berharap dari segala kemudahan. Mereka bertahan hidup berkat cinta Tuhan yang membuat mereka mengabaikan untuk membenci dalam keluhan yang tiada henti. Walau mereka tidak paham apa itu agama sesungguhnya namun Tuhan hadir dalam proses hidupnya. Membuat mereka selalu punya harapan. Tanpa berputus asa akan rahmat Tuhan.

Sebetulnya kemiskinan lahir dari ketidak seimbangan. Karena manusia mengabaikan hukum Tuhan untuk mencapai keseimbangan. Takut miskin dan menghindar dari kelelahan. HIlanglah struggle untuk mencapai keseimbangan itu. Dunia sekular hanya menghitung rasio Gini atas distribusi kekayaan tetapi lupa menghitung distribusi cinta. Makanya yang nampak adalah peradaban paradox, dimana ilmu tidak melahirkan kebijakan dan harta tidak menimbulkan kebahagiaan tetapi justru menangis ditempat sepi dan menumpang tawa ditempat ramai. Selalu punya waktu melihat keluar namun buta melihat kedalam. Selalu punya alasan membenci dan menolak untuk memaafkan apalagi memaklumi.

“ Hidup adalah perjuangan atas sebuah pilihan. Wanita itu tidak memilih untuk meminta dan modus. Tentu pilihannya ada resiko. Mungkin dia bisa saja menolak resiko agar terhindar dari luka dan jatuh. Namun yakinlah dia tidak akan menjadi apa apa dan bukan siapa siapa. Tetapi dengan dia melewati resiko, terluka dan jatuh, dia tahu arti mencintai dan paham bagaimana bersyukur kepada Tuhan. Itulah hakikat dari kehidupan, berjalan dijalan Tuhan dan selalu berprasangka baik kepada Tuhan tanpa prasangka buruk terhadap orang lain” demikian kata teman saya mengakhiri pertemuan hari itu.

Thursday, May 03, 2018

Cara sederhana bahagia


Satu satunya yang tidak saya suka adalah berdebat. Mengapa ? acap kali saya dan lawan bicara saya akan seperti dua pesawat televisi yang disetel berhadap-hadapan. Dia tak mencoba mengerti saya dan saya tak mencoba mengerti dia. Bahasa punya problem. Kata yang kita ucapkan atau kita tulis tidak jatuh persis di sebelah sana dalam makna yang seperti ketika ia keluar dari kepala saya. Lantas apa tujuan sebuah perdebatan? Untuk menunjukkan bahwa saya tak kalah pintar ketimbang lawan itu? ”Kalah pintar” tidak selamanya mudah diputuskan, kalaupun ada juri yang menilai. Atau untuk meyakinkan orang di sebelah sana itu, bahwa pendirian saya benar, dan bisa dia terima? Saya tak yakin.

Saya malas berdebat. Kecuali saya hanya ingin menulis secara literal dengan menjawab berbagai issue dalam keseharian, yang siap dibantah orang dan bahkan dicuekin orang. Kalaupun saya membantah, saya tak bermaksud untuk mengalahkan orang, apalagi mempermalukannya. Saya hanya ingin menggugah orang untuk berpikir, menilik hidup, terutama hidupnya dan menjadi lebih bijaksana sedikit. Mengapa ? Kita tak bisa untuk selalu optimistis, bahwa sebuah diskusi yang ”rasional” akan menghasilkan sebuah konsensus. Bahkan debat di sosmed dan kritis tidak dengan sendirinya akan membuka pintu ke sebuah ruang di mana orang bisa bertemu dan bersepakat. Justru sebaliknya: yang akan terjadi adalah makin beragamnya pendapat dan pendirian.

Orang yang berbeda punya pandangan dunia yang berbeda pula, dan pada saat mereka sadar bahwa intuisi mereka tentang realitas berbeda, mereka akan makin ketat dalam pilihan posisi mereka. Ada yang selamanya tak terungkap, juga bagi diri sendiri, dalam kalimat. Di manakah peran percakapan? Buat apa dialog dilakukan? Mungkin jawabnya lebih sederhana bahwa percakapan di sosial media punya momen persentuhan yang tak selamanya bisa dibahasakan—momen ketika tubuh jadi bagian dari keramahan. Kadang lucu bila kebencian dan kecintaan kepada penulis hadir silih berganti hanya karena persepsi atas tulisan yang berbeda. Mungkin saya pahami tulisan saya dengan baik namun saya tidak jamin orang lain yang membacanya akan menerima baik.

Karenanya saya berusaha dalam setiap postingan menghindari munculnya perdebatan yang bisa memancing emosi. Atau kalau issue yang sensitif dan sulit dipahami saya sampaikan lewat kisah fiksi untuk saya bebas dan mudah dipahami orang lain tanpa ada kesan menggurui. Tentu berbeda dengan sebagian penulis facebook yang sengaja memancing emosi agar lebih banyak like dan komen sehingga viral. Sama halnya dengan acara ILC, yang lebih cenderung mengangkat issue yang mudah menimbulkan perdebatan dan memang itu tujuannya agar bisa menghibur orang banyak. Tidak mengherankan bila televisi dan sosial media mengambil peran besar dalam debat politik. Creator acara hanya menginginkan sesuatu untuk ditonton khalayak seperti orang Roma dulu menyelenggarakan pertandingan gladiator.

Suka atau tidak suka, Politik telah jadi sebuah tempat bertarung yang dibangun oleh media massa, di mana wajah, sosok, artikulasi, dan janji diperlakukan sebagai komoditas yang ditawarkan ke konsumen yang sebanyak-banyaknya. Makin banyak calon pembeli yang dibujuk, makin ditemukan titik pertemuan yang paling dangkal. Dan ketika televisi—dengan kebiasaannya untuk gemebyar, dengan ongkos mahal—jadi makin komersial, pendangkalan itu makin tak terelakkan apalagi ada sosial media yang murah meria sebagai ajang kampanye.

Saya malas berdebat karena menguras emosi apalagi atas dasar kebencian dan ketidak sukaan satu sama lain untuk dipertontonkan dihadapan orang banyak. Apapun itu, namanya ya bertengkar dan itu buruk. lebih baik saya hindari. Mengapa ? Didunia ini tidak ada yang lebih penting kecuali bagaimana hidup bisa bahagia. Menjauhi bertengkar atau debat kosong adalah pilihan smart untuk meraih bahagia dengan cara mudah dan tentu murah. Ini soal pilihan.

Monday, April 30, 2018

Pemain dan pengikut


Untuk menjadi presiden memang diperlukan puluhan jutaan orang atau mayoritas pemilih namun untuk mengelola pemerintahan diperlukan 1000 orang elite politik mendukung. Artinya rakyat memang diperlukan memilih tetapi setelah itu rakyat engga ada urusan lagi. Selanjutnya yang dihadapi adalah 1000 orang. Gagal menghadapi yang 1000 orang ini pemerintahan akan lemah dan bisa bisa jatuh kekuasaan. Inilah demokrasi. Makanya proses menuju pemilu tanpa dukungan elite politik yang ada di partai dan ormas hampir tidak mungkin seseorang terpilih sebagai pemimpin dan kalaupun terpilih pemerintahannya lemah.

Siapapun yang masuk arena politik dalam sistem demokrasi harus menyadari ini. Mereka harus menjadi “ pemain” politik yang cerdas. Tidak hanya jujur dan amanah tetapi juga harus cerdas menghadapi pemain lain. Kalau tidak maka dia akan jadi pencundang. Dalam politik tidak ada musim semi yang abadi dan tidak ada musim dingin yang abadi. Semua pasti berganti dan itu hanya masalah waktu. Makanya tidak ada teman dan musuh yang abadi yang ada hanyalah kepentingan. Apakah itu salah ? Tidak. Karena sesungguhnya diantara mereka punya aturan permainan yang merupakan konsesus diatara mereka. Karenanya siapa yang cerdas mengikuti aturan itu maka dia akan selamat dan menjadi pemenang.

Saya memilih Jokowi karena karakter nya memang politisi negarawan. Dia tidak menciptakan musuh dengan para elite politik tetapi membangun sinergi. Yang dekat dibuatnya semakin merapat dan yang jauh diusahakannya mendekat. Perbedaan bukan sebagai kendala berkomunikasi tetapi menjadi motivasi untuk berkolaborasi mendapatkan saling pengertian satu sama lain. Makanya walau banyak kebijakan keras Jokowi yang membuat 1000 orang itu kadang kesal namun dia tetap bisa melaksanakan fungsi kekuasaannya dengan baik. Tanpa dukungan elite politik untuk pengesahan APBN dan berbagai RUU, Perpres hampir tidak mungkin kebijakan Jokowi bisa dilaksanakan secara legitimasi.

Politik memang transaksional tetapi ditangan pemimpin berkarakter negarawan seperti Jokowi maka transaksi menghasilkan Deal yang lebih banyak menguntungkan rakyat walau tentu tidak 100% memuaskan rakyat tetapi itulah politik. Meminimal resiko dan kemudaratan adalah lebih baik ditengah kehidupan yang memang tidak sempurna. Nah kita sebagai rakyat bukanlah pemain politik. Kita hanya pengikut Jokowi. Tugas kita harus menyadari eksistensi Jokowi yang suka tidak suka adalah produk politik yang dihasilkan oleh mesin partai. Dinamika politik itu urusan Jokowi menghadapinya. Kita harus percaya apapun itu sikap politik Jokowi. Setelah pemilu kita harus move on dengan hidup kita masing masing agar bermanfaat bagi bangsa dan negara.

Bijak terhadap musuh...


Saya nonton video acara CFD dimana ibu dan anak dipersekusi oleh sekelompok orang yang sedang mengkampanyekan ganti presiden 2019. Saya sedih melihat video itu. Kalaulah itu benar adanya maka sesungguhnya pendukung anti Jokowi telah melakukan kesalahan fatal. Mereka menempatkan kubu Jokowi adalah musuh. Dan karenanya menghalalkan segala cara. Ini sangat disesalkan. Mengapa ? Apapun sikap tidak menghormati orang lain , itu semakin menunjukkan kelemahan mereka sendiri. Semakin tidak percaya diri. Ketika mereka menempatkan kubu Jokowi musuh maka saat itu mereka sedang menebar aura negatif; aura kebencian kepada banyak orang dan semakin merendahkan kubu mereka sendiri. Dan semakin menaikan derajat Jokowi dihadapan pemilihnya. Kemenangan Jokowi tahun 2014 membuktikan itu.

Semua tahu akibat politik Apartheid oleh penguasa kulit putih di Afrika Selatan , Mandela harus mendekam di penjara pulau Robben selama 27 tahun dan baru merasa udara kebebasan ditahun 1990. Namun ketika dia dibebaskan dan kekuasaan ada ditangannya, yang pertama kali dilakukannya adalah “memaafkan lawan politiknya. Kalau saya melakukan hal yang sama sebagaimana mereka pernah lakukan kepada saya, maka itu tidak ada bedanya antara saya dengan mereka. Demikian ungkapan Mandela yang terkenal dalam buku “Playing the Enemy: Nelson Mandela and the Game That Changed a Nation’, karya pengarang John Carlin. Apa jadinya bila Nelson Mandela tidak memaafkan lawan politiknya ketika dia berada dipuncak kekuasaanya sebagai president Afrika Selatan? Saya yakin kehidupan politik Afrika Selatan tidak akan seperti sekarang ini.

Semua tahu bahwa Abu Sofian adalah tokoh kafir yang berada digaris depan memusuhi Rasul. Ketika perang Uhud, paman Rasul gugur ditangan budak Abu Sofian. Konon ceritanya jantung dan hati Paman Rasul, Amzah sampai dimakan oleh Hindun , istri Abu sofian. Demikian kebencian Hindun kepada Paman Rasul itu. Ketika kekuatan Islam semakin bertambah , maka saatnya Rasul memerintahkan untuk menguasai Makkah dari tangan Abu Sofian. Ini perang dakwah. Melindungi umat islam di Makkah dan sekaligus membuka pintu bagi umat islam didaerah lain melaksanakan ibadah haji. Sebelum serangan dilakukan, Abu Sofian memilih untuk menyerah namun meminta jaminan keselamatan dan kehormatannya. Rasul langsung menjawab “ Baiklah. Kalian dengarkan dan sampaikan kepada Abu Sufyan, ‘Siapa yang masuk Masjidil Haram, aman! Dan siapa yang masuk rumah Abu Sufyan, aman’,” kata Rasulullah. Demikian agungnya pribadi Rasul yang langsung memberikan maaf dan pada waktu bersamaan memberikan rasa hormat kepada musuhhya.

Sikap Rasul yang memberikan maaf adalah satu bentuk  menempatkan rasa hormat kepada musuhnya.  Tentu semudah itu beliau melupakan masa lalu yang kelam bersama kekejaman Abu Sofian terhadap dirinya, sehingga beliau terpaksa tersingkir dari kota kelahirannya. Adalah puncak keagungan dari kebijakan Rasul, yang sehingga tak lain memberikan dampak rasa hormat kepada siapapun. Maka peradaban yang diselimuti oleh rasa benci yang memperturutkan hawa nafsu segera sirna, dan yang nampak tak lain adalah kedamaian untuk saling memaklumi diatas rasa hormat untuk ikhlas memaafkan. Demikian pula yang dilakukan oleh Nelson Mandela. Tak ada rasa benci , karena dia menguasai dirinya , menguasai nafsunya , I am the captain of my soul. Demikian sepenggal puisinya yang terkenal. Maka masa depan akan ditapak dengan sepenggal hope bahwa money cannot create success but freedom and peace can build your future a better. Itu hanya memungkinkan bila tidak ada rasa benci dan selalu siap untuk memaafkan.

Jadi apa kesimpulannya ?

Bagi kita yang dianggap musuh oleh kubu sebelah seharusnya jangan terjebak sama dengan mereka yang memusuhi kita. Kalau mereka membully jangan dibalas mem bully. Kalau mereka intimidasi , jangan dibalas intimidasi. fitnah jangan dibalas dengan fitnah. Ingat, musuh dalam kehidupan adalah guru yang indah. Memiliki musuh bukanlah hal yang buruk karena banyak sekali keuntungan yang bisa dipelajari dari seorang musuh, untuk mempelajarinya kita harus tetap menghormatinya. Bagaimana menghormatinya ? jangan lakukan hal yang sama mereka lakukan terhadap kita. Menghormati adalah mata uang terbaik di dunia. Menghormati adalah salah satu nilai-nilai kemanusiaan yang paling penting dan tidak akan pernah digantikan oleh uang atau sesuatu yang lain. Dengan menghormati, kita akan lebih berhasil menghadapi musuh daripada dengan menggunakan kebencian dan intimidasi. Semua agama mengajarkan itu dan Jokowi menteladankannya dihadapan kita.

Rasa hormat adalah pilihan orang yang sangat kuat dan percaya diri walau kepada musuh sekalipun. Jika kita mencoba menemukan cara terbaik mengalahkan musuh kita, maka menghormati adalah jawabannya. Karena rasa hormat kepada lawan membuat musuh kita lambat atau cepat akan mengubah sikap mereka terhadap kita. So jangan sampai orang yang membenci kita mengubah diri kita menjadi juga seorang pembenci. Focuslah dengan cara baik dan terhormat terhadap kubu sebelah. Soal persekusi itu biarkan aparat yang bekerja. UU menjamin kebebasan memilih dan pelanggaran atas hak itu maka akan berhadapan dengan pedang hukum. Begitu aturan mainnya.

Kita bukan siapa siapa...

Kemarin teman saya baru pulang dari Bankok mengikuti ritual meditasi di kelenteng Buda. Kami berdiskusi tentang banyak hal khususnya mengenak fenomena alam semesta dikaitkan dengan eksistensi Tuhan. Yang menarik adalah ketika dia mengatakan adanya energy prana yang bisa mengubah energy putih menjadi energy gelap. Energy prana ini tidak bisa didapat melalui kekuatan energy normal tetapi melalui kekuatan supranatural. Jadi semacam pemahaman trensendental. Apa yang kita lihat dan ketahui di semesta ini adalah materi putih yang serba terbatas.

Sebatas itu saya bisa pahami sebagai sebuah keyakinan. Namun ternyata dalam ilmu pengetahuan itu dapat diterima. Sebenarnya pusat kehidupan ini ada pada Ether yang merupakan otak dari sistem alam semesta beserta isinya. Ether ini terdiri dari materi gelap, energy normal dan energy gelap. Jadi tidak ada ruang hampa. Karena disetiap ruang ada energy dan materi. Bahkan diantara inti sel itu ada ruang dan disetiap ruang ada energy yang jumlahnya lebih besar, yang disebut dark energy. Yang membuat kita takjub adalah komposisinya 68% merupakan energi gelap, 27% materi gelap, hanya 5% materi normal. Segala ilmu pengetahuan yang ada sekarang, bahkan semua hal yang kita pahami dari kitab suci , termasuk yang dapat kita lihat, kita raba, rasakan itu semua hanya 5 % dari total materi yang ada. Yang disebut materi normal.

Kalau dianalogikan kita dan disemesta ini berada di ruang materi hanya sebesar 5%. Diluar itu ada 26% dark matery dan 68% dark energy. Artinya sehebat apapun kita dalam ilmu pengetahuan masih terlalu banyak yang tidak kita ketahui. Contoh sederhana setiap perbuatan orang lain kita hanya tahu hasilnya tetapi kita tidak pernah tahu yang sebenarnya niat dibalik perbuatan itu. Yang tahu hanya orang yang melakukan perbuatan itu. Kita hanya menduga duga. Padahal sumber kekuatan itu ada pada niatnya. Sumber kebenaran itu ada diniatnya. Makanya hukum didunia bukanlah hukum salah benar. Karena hukum dunia tidak bisa melihat dan menilai niat orang. Makanya prasangka baik itu harus menjadi dasar bersikap atas segala peristiwa yang ada di keseharian kita.

Lantas apakah kita bisa mendapatkan dark energy itu? Tentu bisa. Caranya menggunakan kekuatan pikiran melalui pemahaman trensedent. Akal kita terbatas menjangkau dark energy itu. Contoh kerika energy normal anda mentok sehingga membuat anda gagal atau stress atau sakit seperti kanker maka yang bisa membalik keadaan itu menjadi lebih baik adalah dengan menggunakan dark energy yang dayanya lebih besar, dan itu melalui kekuatan pikiran. Apa itu? Berpikir positip. Pikiran anda adalah ether yang menjadi CPU kehidupan dan semesta. Dengan berpikir positip maka anda bisa menggunakan dark energy sesuai apa yang anda mau. Sehat atau sukses tergantung pikiran anda.

Sebaliknya bila kegagalan, kekecewaan dan penyakit phisik membuat anda berpikir negatif maka dark energy tidak mungkin anda raih dan itu membuat anda terisolasi oleh 5 % ruang normal, yang membuat anda lemah dan terbelakang secara intelektual dan spiritual. Makanya orang yang menguasai dark energy adalah orang yang selalu menerima hal yang baik dengan rasa syukur dan menerima hal yang buruk dengan sabar. Apapun itu disikapi secara positip. Semakin anda me-nol kan diri anda, semakin kuat anda. Semakin ikhlas anda, semakin hebat anda. Akibatnya anda berkembang menjadi lebih kuat karena waktu. Mengapa ? Karena anda mampu menciptakan keseimbangan, Itulah buah keimanan kepada Tuhan! Tanpa itu , kita bukan apa apa. Dan apapun akan disikapi negatif.

Pemerintah Suriah jatuh.

  Sebelum tahun 2010, kurs pound Syuriah (SYP) 50/1 USD. Produksi minyak 400.000 barel/hari. Sejak tahun 2011 Suriah dilanda konflik dalam n...