Sunday, December 01, 2024

Persepsi sesat

 





Persepsi itu penilaian atas dasar realita. Realita itu apa yang kita lihat, baca dan dengar. Realita bukan fakta. Nah di era sosial media. Informasi itu beterbangan begitu mudah lewat konten kreatif. Sebagai upaya membenamkan persepsi kepada anda. Ada yang bersifat hiburan, motivasi dan dokrin.Tentu tiap orang berbeda persepsinya. Sementara perspektif itu penilaian atas dasar fakta atau data. Untuk memahami fakta itu kita menggunakan pengetahuan umum. Semakin kaya literasi kita semakin luas pemahaman kita. Makanya persepsi cenderung misleading. Perspektif cenderung mencerahkan sebagai pembelajaran.


Mari kita ambil contoh sederhana soal persepsi. Sebagian besar orang akan menikah kalau sudah mapan. Setidak nya sudah punya kerjaan tetap. Atau lebih ekstrim lagi punya rumah dan tabungan. Persepsi itu terbentuk karena realitanya kehidupan rumah tangga itu tidak mudah. Tanpa persiapan materi tidak mungkin bisa bertahan dan bahagia.  Atas persepsi itu makanya banyak orang menunda menikah. Mereka dibayangin kehidupan rumah tangga itu sangat memberatkan. 


Bagaimana dengan perspektif menikah. Ada rumus dasar pengetahuan. 1 dibagi 0 sama dengan tak terdefinisi. Artinya kalau anda sendiri , tidak ada yang dibagi, ya anda tidak diperhitungkan. Menikah adalah dua jiwa menjadi 1 atau 1 dibagi 1. Walau berbeda jenis namun dipersatukan oleh cinta dan kasih sayang. Cinta itu human being. Anda tidak percaya cinta  dan tidak mengerti cinta, ya anda bukan manusia. Salah memaknai cinta, salah juga sebagai manusia. Karena perspektif menikah dasarnya cinta, maka persepsi tentang perkawinan bukan kondisisional. 


Nah mari kita lihat hasil perbedaan orang yang menikah karena persepsi dan menikah karena perspektif. Se-ideal  apapun persepsi pernikahan tidak akan sustain? Itu akan runtuh dengan sendirinya. Karena tidak ada kecantikan, kegagahan, harta atau uang, jabatan yang abadi. Sesuatu yang kondisional sangat rentan oleh waktu dan keadaan. Sementara menikah atas dasar perspektif, itu akan sustain. Dalam situasi dan kondisi apapun tetap saling bergandengan tangan.  Sampai disini paham ya.


Persepsi itu terbentuk di luar kesadaran. Cenderung emosional. Makanya dalam ilmu marketing. Anda mungkin mengenal konsep AIDA ( attention, interest, desired dan action). Dimana strategi marketing memang yang disasar adalah kognitif. Bagaimana pikiran anda terarah kepada satu persepsi. Melekat dalam benak anda sebagai ingatan. Sehingga anda tidak ragu membeli barang atau jasa yang ditawarkan. Tanpa anda sadari persepsi itu  menyesatkan anda kepada keinginan dan aktulisasi diri yang bersifat ilusi.


Persepsi kita terhadap dunia Pendidikan adalah menyediakan tenaga kerja  bagi mesin ekonomi. Karena memang persepsi sebagian besar masyarakat  menyekolahkan anaknya agar anaknya jadi pegawai berkarir hebat dan punya masa depan. Sementara Wirausaha dipersepsikan beresiko dan tidak punya masa depan. Perspektif Pendidikan adalah mendidik orang mandiri. Punya daya kreatifitas tinggi dan bertindak atas dasar sains. Punya  mental resilience untuk survival. Jadi mau kerja atau wirausaha, itu hanya soal pilihan. 


Yang bahaya apabila kebijakan politik dibuat atas dasar persepsi. Kadang walau back up kebijakan itu ada kajian akademisnya, tetapi kalau yang melakukan kajian itu persepsinya sudah terbentuk lebih dulu, tetap aja hasilnya sebuah persepsi dalam bingkai akademis. Hasilnya pasti misleading. Contoh. Utang itu sebagai alat leverage untuk meraih income yang lebih besar. Itu perspektif nya. Tetapi karena persepsi utang adalah sumber pembiayaan, maka bayar utang juga dari utang alias gali lobang tutup lubang. Ya kena debt trap.


Yang sangat destruktif terhadap pembangunan peradaban adalah persepsi terhadap uang.  Bahwa apapun diukur dengan uang. Nilainya ditentukan oleh pasar. Di pesawat ada kelas ekonomi dan kelas bisnis. Kawasan, ada Kelas Real estate dan kelas RSS. Dalam politik ada kelas elite dan kelas jelata.  Sehingga kelas soslal terbentuk. Perbedaan kelas itu menentukan akses terhadap barang, jasa dan pelayanan. Feodalisme berkembang dan dikekalkan. Keadilan jadi omong kosong. 


Padahal perspektif uang itu bukan tujuan, tetapi alat untuk membuat anda bahagia. Dan untuk bahagia tidak perlu mahal. Dunia ini akan selalu cukup bagi semua orang namun tidak cukup untuk satu orang rakus.



No comments:

Persepsi sesat

  Persepsi itu penilaian atas dasar realita. Realita itu apa yang kita lihat, baca dan dengar. Realita bukan fakta.  Nah di era sosial media...