Karena takdir, teman saya memulai ceritanya, akhirnya saya yang miskin menikah dengan putri orang kaya. Tapi perkawinan yang walau direstui orang tua namun menimbulkan kebencian dari keluarga wanita. Mereka kawatir saya akan memanfaatkan harta keluarga istri. Maklum saya terlahir dari keluarga miskin. Namun berlalunya waktu kecurigaan itu tidak terbukti. Saya malah bisa membahagiakan istri dan anak anak dengan kerja keras saya. Namun sebagai pengusaha jatuh dan bangun itu bisa saja terjadi kapan saja. Dan terbukti pada diri saya yang akhirnya jatuh juga. Semua harta terpaksa di jual termasuk rumah. Atas saran istri, kami pindah kerumah mertua. Namun sikap sinis dari keluarga istri sangat luar biasa. Bahkan salah satu anggota keluarga istri meludahi muka saya.
Kebencian demi kebencian terhadap saya dasarnya karena tidak menyukai saya. Dan mereka selalu punya alasan menyesali kehadiran saya dalam keluarga besar mereka. Ketika saya diusir dari rumah mertua, sayapun tidak merasa terhina. Mereka punya hak mengusir saya. Walau istri saya mamaksa untuk ikut saya namun saya sadar itu bukan jalan terbaik. Karena ekonomi saya sedang hancur. Dan menerima saran mertua agar istri tinggal dirumah juga tidak salah. Saya janji akan menjemput istri dan anak anak saya untuk berkumpul kembali setelah saya punya penghasilan. Saya harus kerja keras membuktikan bahwa saya pantas dicintai dan mencintai. Tidak lebih 1 tahun, saya berhasil menemukan pijakan untuk bangkit kembali. Sayapun menjemput istri dan anak saya kembali kerumah yang saya beli.
Berlalunya waktu, mertua sudah meninggal. Harta warisan diperebutkan oleh anak anaknya. Bahkan istri saya tidak dapat bagian. Saya sarankan agar istri ikhlas saja. Tak sampai bilangan lima jari tahun berlalu, harta yang dikuasai masing masing anak itu, habis. Satu demi satu mereka jatuh miskin. Karena keadaan ekonomi saya semakin membaik, maka satu demi satu mereka saya tolong sebisa saya. Akhirnya kini kebencian mereka berubah menjadi cinta. Butuh waktu lebih dari 20 tahun untuk bisa mengubah benci menjadi cinta itu. Dan untuk mengubahnya tidak dengan kebencian dilawan benci atau dendam. Tapi dengan cinta. Dengan pengorbanan. Dengan keihlasan untuk memaklumi. Dengan keikhlasan untuk memaafkan.
Sebegitu besarnya kebencian sebagian orang kepada Jokowi, tapi dihadapinya tidak dengan curhat di sosmed, atau melaporkan orang itu kepolisi. Dia hadapi kebencian itu dengan cinta melalui kerja keras. Berkali kali Presiden berganti sejak reformasi dan berkali kali wacana reformasi agraria dengan redistribusi tanah kepada rakyat miskin di canangkan namun tidak kunjung direalisasikan. Tapi Jokowi melaksanakannya. Berkali kali wacana membangun jalan Papua dari barat ketimur dan dari utara kesalatan. Tapi wacana tinggal wacana. Di era jokowi itu ditunaikan. Begitu bencinya rakyat Jakarta kepada Ahok dan tidak menjadikannya terpilih kembali , namun cintanya kepada rakyat DKI tidak berkurang. Di masa sisa jabatannya berhasil membangun sistem IT agar APBD DKI transfarance di hadapan KPK dan BPK. Jadi siapapun jadi gubernur , APBD akan mudah diawasi.
Ketika Ahok masuk penjara, yang merupakan puncak dari kebencian orang banyak terhadapnya, justru Ahok mendunia. Dukungan dalam negeri dan luar negeri semakin besar dan luas. Tak bisa dibayangkan seorang politisi yang berkarir seumur jagung bisa mengalahkan popularitas seorang jenderal dan politisi yang puluhan tahun beriklan. Bukan itu saja, dukungan kepada Ahok juga adalah dukungan kepada Jokowi yang semakin luas. Benarlah , ketika anda dibenci, namun tetap dalam sabar maka Tuhan akan mengangkat derajat anda. Sebaliknya kepada yang orang yang membenci maka selain dosa , Tuhan juga akan mengembalikan kebencian itu kepada dirinya. Sementara orang baik dalam kondisi apapun dia akan selalu baik baik saja. Karena Tuhan bersamanya.