Monday, February 05, 2018

Mari berubah ...

Sahabat saya dari venezuela kirim email ke saya, tahukah kamu, bro. Di sini untuk dapatkan roti saja orang rela menjual anak perawannya semalam. Kami tidak ada lagi yang akan kami jual untuk makan. Batas kehormatan dan moral telah lama hilang sejak negara tidak mampu menyediakan barang di pasar. Sebelumnya kami larut dalam mimpi sosialis yang menjamin semua ada dan murah. Tetapi ketika harga minyak jatuh, kami baru sadar kami tidak punya apa apa untuk membayar ongkos produksi minyak dan membayar kebutuhan barang yang sebagian besar impor. Kamu tahu mengapa ? karena semua penerimaan negara di habiskan untuk menipu kami dengan barang murah dan segala murah. Kalau kini kami menderita dan anak gadis terpaksa di jual karena itulah harga dari kesalahan dan buruk mental kami sebagai rakyat. Sangat buruk. Kami salah…dan kami membayar dosa kepada generasi setelah kami.

Salah satu nitizen dari Group DDB, mengatakan kepada saya “ Babo masayarakat awam cuman ingin sandang dan pangan murah babo. Itu sudah cukup bgi mereka yang saya temui. Saya jadi relawan pakde semenjak beliau jadi gubernur sampai sekarang, bahkan di 3 desa saya menang telak. khususya desa Demak yang saya kunjungi kemaren. Saya jadi bingung babo semenjan beliau jadi presiden sandang dan pangan pada naik sedangkan pendapatan gakk naik. Apa yang harus saya lakukan babo. Kalau cuman kampanyeain pakde orang baik enggak bakalan tertarik babo.Biarpun ada rizik 7 truk dikampung saya juga tidak bakalan mempan untuk mempengaruhi agama disana. Disana kota wali bukan kota penamburan. Babo stiap orang awam yang tidak tau politik dia mengeluhkan semua bahan pokok pada naik..perjuangan saya semakin berat entar untuk memenangkan pakde lagi.mohon bimbinganya babo..makasih babo.

Saya terhenyak membaca komen tersebut. Mengapa ? begitu dahsyatnya daya rusak mental ditengah masyarakat akibat berpuluh tahun politik kekuasaan yang memanjakan rakyat melalui manipulasi harga lewat subsidi. Negeri kita kaya raya semua ada, tetapi tahukah anda kita telah berhutang ribuan triliun. Kalaulah dari dulu kita punya mental kreatif dan daya juang tinggi sebagai pribadi yang tidak tergantung subsidi, kita sudah jadi negara besar , bahkan terbesar di ASIA. Tetapi malah kini kita sangat bergantung dari harga murah, dan lemah menghadapi keseharian dari harga naik. Padahal harga itu adalah manifestasi keadaan real yang harus kita hadapi agar kita bisa tumbuh karena waktu. Memang berat, tapi kenyataan itu memang tidak ramah. Kita harus kuat menghadapinya. Kuatlah selalu , untuk anak cucu kita agar mereka punya hope..

Kalau mindset kita memilih pemimpin karena berharap kemudahan dan harga murah maka kita akan mudah ditipu oleh petualang politik. Tidak ada utopia dalam hidup in, sayang, kecuali dalam dimensi orang berpikir rakus, dengan menghalalkan segala cara untuk bisa hidup mudah dan hasilnya pasti paradox. Kalau Jokowi inginkan kekuasaan dan terus bertahan , tidak sulit dia menipu harga lewat subsidi. Tetapi itu tidak gratis. Generasi setelah kita yang akan membayarnya. Begitu buruknya ego utopia kita dimasa kini sehingga kidak peduli dengan masa depan anak cucu kita. Jokowi tidak gila kekuasaan. Dia hanya melaksanakan yang baik dengan cara baik walau terpaksa pahit. Itu semua karena niat baik karena Tuhan. Kalau karena itu dia harus tersingkir , kita yang rugi, Jokowi akan baik baik saja, karena dia sudah selesai dengan dirinya sendiri. 

Kini kita punya presiden yang tidak seperti SBY, putranya pernah duduk di DPP KADIN, jadi DPP Partai, tidak seperti putra putri Pak Harto jadi konglomerat punya tanker dan jalan toll. Presiden kita sekarang, putranya jual martabak ! kalaulah dia ingin memanjakan putranya tidak sulit bagi putranya dapatkan proyek infrastruktur atau akuisisi business dan langsung jadi Ketua Kadin. Tetapi Jokowi tidak lakukan itu. Dia mendidik putranya menjadi petarung jauh dari bayang bayang dia sebagai presiden.

Ketika saya melihat cucu saya dan kedua putra putri saya, maka saya teringat puluhan tahun lalu. Dari hidup serba kekurangan dan kelelahan dalam derita diluar batas tak tertanggungkan, saya menemukan kekuatan besar untuk masa depan saya tanpa prasangka buruk kepada siapapun. Andaikan saya hidup dari subsidi kedua orang tua yang berlebih, dan hidup menikmati kemudahan sebagai orang upahan, saya tidak mungkin bisa mandiri bertarung menghadapi persaingan dengan orang lintas benua dan bangsa.

Bahkan kepada putra putri saya tidak sedikitpun memberikan kemudahan walau saya mampu membuat mereka manja dan menikmati segala fasilitas, Tetapi tidak. Saya tidak akan meracuni putra putri saya dengan subsidi agar mereka manja. Tidak. Saya mencintai mereka, tidak dengan memberikan kemudahan tapi menanamkan semangat juang agar mereka menyelesaikan masalahnya sendiri. Begitu juga Jokowi, Jadi mari didik mental keluarga kita , sahabat kita agar jadi petarung menghadapi keseharian mereka… Mari berubah dan semangat karena Tuhan..yakinlah, kita bisa! Jangan sampai nasip kita seperti Venezuela yang kaya SDA , namun karena salah memilih pemimpin…dan dimasa depan kita terpaksa menjual anak gadis kita untuk makan…



1 comment:

Bahrul Fauzi Rosyidi said...

Babo, apakah saya boleh bergabung di Grup DDB? Saya Bahrul Fauzi Rosyidi <<082137344776>>, berikut blog saya: http://kritikpedassektorpublik.blogspot.co.id

Matur nuwun.

Pria minang...

  Orang tua saya mengingatkan saya, “ Kalau hanya sekedar makan untuk mu dan keluargamu, monyet di hutan juga begitu.” Kata orang tua saya. ...