Waktu usia dibawah 30 tahun saya latihan karate.Sampai kini saya rutin latihan sendiri tapi hanya seminggu sekali.Hanya sebatas kembang jurus untuk membuat tubuh berkeringat. Namun ada latihan yang setiap hari saya lakukan. Latihan ini saya dapat dari pelatih saya yang mengajarkan bukan gerakan phisik tapi menanamkan persepsi tentang materi kepada saya bahwa "sesuatu itu sebetulnya tidak ada dan ada karena pikiran kita". Persepsi ini dilatih dengan meditasi mengatur pernapasan. Meditasi ini dilakukan dengan konsentrasi tinggi melihat satu objek sampai objeck tersebut tidak nampak lagi. Namun saya selalu gagal dalam meditasi ini. Kadang lebih dari 1 jam tetap saja materi dihadapan saya nampak. Saya butuh berpuluh tahun untuk sampai pada tahap meditasi dimana materi didepan saya dalam 10 menit tidak kelihatan,lenyap. Saat itu tubuh saya terasa melayang dan relax. Bagaimana saya bisa mencapai tahap itu ? ternyata pemahaman yang menyatu dalam pikiran dan jiwa saya. Persepsi terhadap materi ini saya ulang ulang terus kedalam pikiran saya selama latihan. Berjalannya waktu,persepsi itu merubah sikap saya terhadap materi. Karenanya ketika saya melakukan meditasi ,saya sudah berada dalam persepsi saya secara utuh dan hanya 10 menit semua benda dihadapan saya hilang dan yang terdengar hanyalah detak jantung saya..
Dampak dari latihan itu terasa sekali dalam kehidupan saya untuk mengendalikan pikiran saya.. Mengapa ? karena semua persepsi didunia ini berhubungan dengan materi,dan selagi kita menganggap materi itu ada maka selama itu kita terisolasi dengan derita berlebihan dan senang berlebihan. Ini akan membuat kita lemah dan cenderung menggiring kita berpikir negatif. Padahal Tuhan ciptakan otak dan memberi free will terhadap pikiran kita agar kita menjadi sebaik baik nya mahluk ciptaanNYA. Ketika pergi haji 10 tahun lalu saya mendapatkan hikmah luar biasa. Melihat gerakan tawaf dan jutaan orang bergerak ke arafah. tak nampak lelah dengan wajah penuh semangat...Ahaa..ini dia sebenarnya hakikat agama yang sebenarnya bahwa dunia ini atau apapun tidak ada. Yang ada hanya Allah, Cinta.Setelah itu ketika sholat persepsi saya terhadap materi terbentuk dan sholat saya begitu nikmat. Dunia hanyalah permainan saja..Lantas lucu sekali kalau gila dunia dan euforia berlebihan yang semuanya semu dan derita juga bukan sesungguhnya derita. Semua karena pikiran.
Memahami kekuatan pikiran ini memang tak jauh dari hal pertama, bahwa kita menciptakan kejadian di alam semesta ini bersama Tuhan. Kedua, kita bekerja sama dengan Tuhan untuk menciptakan berbagai peristiwa yang kita kehendaki. Artinya Allah itu sangat dekat dengan kita. Bahkan kalangan ahli tasawuf mengajarkan manusia harus memikirkan diri sebagai manifestasi Tuhan. God as me. Tuhan sebagaimana saya. Sebagaimana paham wahdatul wujud, bahwa kehendak seseorang bersatu dengan kehendak Tuhan. Pada tingkat tertentu, menurut pandangan itu, dalam pengalaman ruhani yang sangat tinggi, yakni paling ujung dari seluruh perjalanan sufi, manusia tidak lagi bisa membedakan mana dirinya dan mana Tuhan. Pada tahap ini kemampuan akal tak lagi berfungsi untuk membedakan antara khalik dan makhluk, antara Tuhan dan saya. Karena berbagai peristiwa di alam ini tak lepas dari hasil yang dibentuk oleh pemikiran kita, maka kita harus bertanggungjawab atas berbagai peristiwa di sekitar kita. Think twice before you speak, because your words and influence will plant the seed of either success or failure in the mind of another.
Baik dan buruk hasilnya adalah pilihan cara kita berpikir. Andai ada orang lain berpikir buruk, maka hindarilah karena kalau buruk yang terjadi maka kitapun ikut bertanggungjawab. Allah Maha Adil dan menjadi pendukung kuasa untuk menunaikan itu semua. Alangkah indahnya bila hanya pemikiran mulia yang selalu dekat sama kita, sebagaimana kita dekat kepada Allah. Sehingga tujuan kemuliaan hakikat kita terpenuhi lewat pemikiran kita yang selalu menyatu dengan Allah; sebagai rahmat bagi alam semesta, bukannya perusak.