Friday, March 27, 2015

Isa Anshary...

ADA yang menyebutnya ”Napoleon”. Ia memang pendek, bulat, berkibar-kibar dalam tiap konfrontasi, tangkas, dan agresif. Kini tak banyak orang yang masih mengingat sosok dan namanya, tapi pada tahun 1950-an, Kiai Haji Isa Anshary, tokoh Partai Masyumi dari Jawa Barat itu, merupakan tonggak tersendiri di Indonesia: orang mengaguminya atau memandangnya dengan cemas. Terutama waku itu, ketika gagasan untuk mendirikan ”negara Islam” dipergulatkan dalam perdebatan politik dan persaingan yang terbuka. Pada tahun 1955, Indonesia menyelenggarakan pemilihan umum pertama secara nasional. Para sejarawan mencatatnya sebagai ikhtiar besar pertama kita yang berhasil dalam kehidupan demokrasi, sebab tak tercatat kecurangan dan praktis tak terjadi kekerasan selama kompetisi politik itu berlangsung. Dari pemilihan 1955, ia dipilih jadi anggota Konstituante, dewan perwakilan yang bertugas merumuskan konstitusi. Ketika pada November 1956 sampai Juni 1959 perdebatan berlangsung—untuk menentukan manakah yang akan jadi dasar negara, Pancasila atau Islam—pelbagai argumen dikemukakan oleh masing-masing pendukungnya. Banyak yang cemerlang, banyak yang membosankan, tapi sedikit yang segalak pidato Isa Anshary dalam majelis yang bersidang di Bandung itu:

”Kalau saudara-saudara mengaku Islam, sembahyang secara Islam, puasa secara Islam, kawin secara Islam, mau mati secara Islam, saudara-saudara terimalah Islam sebagai Dasar Negara. [Tapi] kalau saudara-saudara menganggap bahwa Pancasila itu lebih baik dari Islam, lebih sempurna dari Islam, lebih universal dari Islam, kalau saudara-saudara berpendapat ajaran dan hukum Islam itu tidak dan tidak patut untuk dijadikan Dasar Negara… orang demikian itu murtadlah dia dari Agama, kembalilah menjadi kafir, haram je-nazahnya dikuburkan secara Islam, tidak halal baginya istri yang sudah dikawininya secara Islam….

Pidato itu, dicatat dalam salah satu dari 17 jilid Risalah Perundingan Tahun 1957, yang diterbitkan Sekretariat Konstituante—dan dikutip dalam buku Adnan Buyung Nasution, Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia—sebenarnya tak menunjukkan perkembangan baru dalam sikap Isa Anshary. Sudah pada tahun 1951, dalam majalah Hikmah, ia menyatakan, ”Hanya orang yang sudah bejat moral, iman dan Islamnya, yang tidak menyetujui berdirinya Negara Islam Indonesia.” Tentu harus dicatat bahwa Isa Anshary, ”Napoleon” itu, tak memilih jalan perjuangan bersenjata untuk itu; ia dan partainya, Masyumi, membedakan diri dari cara Darul Islam yang pada masa itu bergerilya hendak merobohkan Republik dari hutan-hutan Jawa Barat. Namun mungkinkah sikap yang demikian mutlak—yang mengutuk siapa saja yang tak sependirian dengan kata ”murtad”, ”kafir”, atau setidaknya ”bejat moral”—pada akhirnya bisa menghindar dari kehendak menampik dan menyingkirkan secara mutlak pula?  Jarak antara kekerasan dan sikap yang tak mengizinkan perbedaan hanya terbentang beberapa senti—seperti terbukti dalam sejarah ketika dalil yang absolut dipergunakan dalam bertikai. Kita tahu, riwayat agama-agama tak bersih dari darah dan kebengisan. Tentu saja tak hanya agama: yang brutal terjadi tiap kali doktrin tergoda jadi totaliter, ketika ajaran dijejalkan ke segala pojok hidup dan lubuk jiwa, ketika para ahli agama—sebagaimana kaum ideolog—merasa diri jadi penyambung lidah Yang Maha Sempurna. Yang sering diabaikan ialah bahwa tiap godaan totaliter, yang bermula dari bayangan tentang kesempurnaan, selalu berakhir sia-sia. 

Bayangan tentang ”yang sempurna” ini—yang oleh para psikoanalis akan disebut sebagai fantasi—pada hakikatnya lahir dan tumbuh dari rasa risau tentang dunia yang apa boleh buat cacat. Ketika yang cacat tak kunjung dapat dihilangkan, doktrin pun membentuk diri dengan menciptakan apa saja yang harus dikutuk dan akhirnya dibinasakan: si ”bejat moral”, si ”fasik”, si ”murtad”, si ”kontrarevolusioner”, si ”revisionis”, ”si komunis”, ”si teroris”….Tapi kita tahu, daftar itu tak akan habis. Masyarakat yang total tak akan pernah tercapai. ”Negara Islam” telah dicoba dalam sejarah, tapi jawaban selalu hanya sebuah iktikad baik yang mencoba-coba.Sebenarnya Isa Anshary tahu, dunia tak akan bisa dibereskan sekali pukul dan buat selama-lamanya. Ia menganggap ”haram” pandangan Bung Karno yang melihat gotong-royong sebagai hakikat Pancasila. Sebab di sini, menurut dia, ”Tuhan yang Maha Esa” dilebur dalam kata ”gotong-royong”. Dengan kata lain, Tuhan yang Maha Sempurna tak sepatutnya dipertautkan dengan ikhtiar bersama manusia yang masing-masing terbatas dan daif dan cacat. Tapi jika demikian, bagaimana mungkin Tuhan diturunkan dari takhta kegaiban dan kesucian untuk mengurus kehidupan politik yang mau tak mau harus dikerjakan oleh tangan-tangan yang terbatas, terkadang cela?@

Thursday, March 26, 2015

Wahabi di Minang...

PERANG Padri tak dimulai dari titik nol. Sewaktu saya kecil, yang saya baca hanyalah cerita tentang Imam Bonjol yang melawan para pendukung adat yang dibela Belanda. Setelah mulai tua, saya baca kisah tentang Tuanku Nan Rinceh, yang kurus tapi dengan matamenyala bagai api. Ia muncul dalam arena konflik sosial yang melanda Minangkabau sejak awal abad ke 19. Ia muncul dan ia mengagetkan. Di daerahnya di Bukit Kamang yang tinggi, ia memaklumkan jihadnya seperti pedang berkilat. Merasa ia harus memberi contoh bagaimana ajaran agama mesti ditaati tanpa ditawar, konon ia membunuh saudara ibu kandungnya. Wanita itu seorang pengunyah tembakau. Masyarakat yang ingin ditegakkan Tuanku Nan Rinceh memang masyarakat yang ideal: tak ada orang menyabung ayam, minum tuak, atau mengisap candu. Tak ada orang memakan sirih. Pakaian putih-putih haru dikenakan, dan kaum pria haru mengikuti Nabi: membiarkan diri berjanggut. Wanita haru bertutup muka, tak boleh memakai perhiasan. Kain sutera harus dijauhi. Syariat Islam harus dijalankan, dan siapa yang tak taat dihukum.Memang, ada pengaruh gerakan Wahhabi, yang waktu itu sedang naik pasang di sekitar Mekkah, dalam semangat Tuanku Nan Rinceh itu. Lurus, sederhana, menuntut sikap yang serba murni. Tapi zaman tampaknya menghendaki semangat yang lempang dan puritan. Tuanku Nan Rinceh, mungkin “ekstrem”, bukan fenomena yang tersendiri.Tak berarti ada persekongkolan di mana mana. Sejarah umat Islam adalah sejarah tentang perbedaan-perbedaan, dan kita bisa sesat bila tak memandangnya secara demikian. 

Gerakan “pemurnian” di Bukit Kamang itu toh akhirnya bentrok dengan gerakan Islam di tempat lain. Khususnya dengan seruan “kembali ke syariat” yang sejak akhir 1700 dibawakan oleh Tuanku Nan Tua dari Kota Tua di wilayah Agam. Sengketa itu sengit. Setelah gagal mempertemukan pendapat dalam suatu pertemuan, Tuanku Nan Rinceh pun menarik garis Orang alim tua dari surau tarikat Syattariyah itu, Tuanku Nan Tua, yang mengutip pelbagai ayat Quran untuk menunjukkan bahwa Nabi pada dasarnya mengenggani kekerasan, kemudian dicemooh sebagai “Rahib Tua”. Muridnya, Jalaluddin, yang mendirikan dusun Muslim di Kota Lawas, dijuluki “Raja Kafir”. Lalu perang pun pecah selama enam tahun.Apa gerangan penyebabnya? Terbit sebuah hasil penelitian sejarah Sumatera Barat oleh Christine Dobbin, Islamic Revivalism in a Changing Peasant Economy, sebuah studi tentang masa riuh 1784-1847. Seperti tampak dari judulnya, Dobbin mencoba menunjukkan maraknya api keagamaan di Minangkabau itu sebagai jawaban sosial atas perubahan ekonomi yang terjadi, ketika perdagangan kopi untuk ekspor sedang menunggu. Ketika itulah orang-orang Minang, terutama dari daerah pebukitan, tempat kopi tumbuh mudah, menemukan dunia baru. Mereka hidup dari suatu proses jual-beli, yang jaringannya lebih luas ketimbang dusun sendiri – suatu jarimgan yang tentu saja impersonal. Adat setempat yang mengatur hubungan-hubungan lokal karena itu tak lagi memadai. Tak mengherankan bila para penghulu, yang lazim memecahkan sengketa sosial dengan memakai pedoman aturan setempat, jadi repot. Dalam keadaan sedemikian, ketika hukum tak lagi cukup, sementara perkara yang harus dihakimi bertambah rumit dan banyak, surau pun tampil sebagai alternatif. Hukum Islam, yang diturunkan di Mekkah di suatu masyarakat pedagang, memang memungkinkan itu: la tldak asmg dengan kasus-kasus yang muncul setelah kegiatan komersial berkembang cepat.

Tuanku Nan Tua sendiri bahkan ikut aktif dalam kegiatan itu – dan sukses. Suraunyapun giat menyerukan agar orang berpegang hukum Islam dalam menyelesaikan soal-soal perniagaan. Tak ayal, syekh dari surau Syattariyah ini pun dianggap pelindung para pedagang. Tapi dalam keadaan yang lebih makmur itu pula orang berkesempatan berfoya-foya. Hampir di tiap pasar orang mendirikan gelanggang sabung ayam, sementara tuak dan candu dengan leluasa diedarkan. Semua tingkah ini jadi tambah mencolok buruknya bagi orang ramai, ketika semangat pedagang hemat, bersahaja, ulet tengah berblak. Maka, terhadap kemaksiatan inilah surau-surau angkat suara – dan akhirnya angkat senjata.Kaum Padri, juga Tuanku Nan Rinceh, pada dasarnya meneruskan semangat itu. Dan dalam banyak hal mereka berhasil. Desa yang dibangun Haji Miskin pada tahun 1811, misalnya, di Air Terbit, di lereng Gunung Sago, adalah contoh desa yang teratur serta makmur. Bahkan orang Belanda juga mengakui hal itu. Namun, sayang, tak sepenuhnya masyarakat ideal yang dikehendaki bisa bertahan. Kaum Padri sendiri berubah. Di Pandai Sikat orang-orang desa mulai kembali makan sirih dan merokok, pakaian wanita tak jadi setertutup dahulu. Adat setempat tak begitu saja hilang, dan seperti halnya pihak lain, seperti halnya manusia sepanjang sejarah, kaum Padri pun akhirnya menerima kompromi. Kemurnian barangkali memang tak ditakdirkan untuk dunia yang tak kekal, tak tunggal, ini.

Wednesday, March 11, 2015

Jangan pesimis..

Saya menikah usia 22 tahun. Ketika itu saya tidak punya pekerjaan tetap. Kuliah juga belum selesai.Tidak ada tabungan. Tidak ada asuransi. Jadi benar benar saya menghadang resiko. Apa itu? Bila uang untuk sewa rumah saja tidak ada , setelah kawin dimana saya mau tinggal ? Bila asuransi saja tidak ada, kalau anak lahir darimana saya membayar biaya rumah sakit . Kalau terjadi apa apa , apa yang harus saya lakukan bila tabungan saja tidak ada. Bagaimana saya bisa menyelesaikan kuliah saya, dengan beban istri bersama saya …dan terakhir bagaimana bisa meyakinkan secara akal sehat kepada istri bahwa hidup akan aman aman saja walau tidak ada jaminan income. Sementara sebagian besar teman dan kerabat menasehati saya dengan analisa future yang sangat mengerikan.Bahwa rumah tangga saya akan hancur bila tidak ada penghasilan. Masa depan akan hancur bila tidak selesai kuliah.Dan banyak lagi.Tapi saya tidak peduli. Ketika layar terkembang, pantang surut kebelakang.No way return! Apa modal saya ? 1.Restu orang tua.2.Iman.  Berjalannya waktu , semua bayangan menakutkan itu, tidak terjadi. Saya dan istri baik baik saja. Sementara teman yang ahli  merencanakan kapan harus menikah dengan sederet pra kondisi, harus selesai kuliah, harus kerja, harus punya rumah , harus mapan, kini diusia diatas 50 tahun masih mencemaskan putranya yang masih sekolah atau kuliah, masih bingung menyiapkan tabungan masa tua, dan lain sebagainya. Sementara saya diusia setengah abad ini, engga lagi direpotkan dengan itu semua. Alhamdulilah satu putra saya telah menikah dan memberi saya dua cucu hebat. Insha Allah, tahun ini sibungsu akan menyelesaikan kuliah kedokterannya dan menikah. Tenaga saya masih kuat karena belum usia pension, dan berharap menggunakan sisa umur ini untuk kegiatan sosial.

Tahun 1996  kurs Rp.2300/1 USD dan tahun 1998 atau dua tahun kemudian menjadi diatas Rp.10 ribu. Krisis moneter melanda republic ini.  Banyak teman kehilangan pekerjaan dan usahanya bangkrut. Kalau tadinya mereka menjadi middle class berkarir diperbankan atau punya pabrik ,dengan kejadian krismon itu class mereka jatuh. Saya perhatikan , ada teman yang frustrasi dan selalu meratapi keadaan, akhirnnya hidupnya hancur. Ada yang meninggal karena serangan jantung. Ada juga yang terlalu banyak rencana tapi tidak berbuat apapun karena takut uang pesangon atau sisa modal habis.  Akhirnya uang pesangon atau modal habis dimakan dan mereka depresi. Rumah tangga hancur dan mereka kehilangan potensi. Tapi ada yang ketika musibah terjadi, langsung berbuat dengan uang pesangon atau modal yang tersisa. Mereka langsung merubah gaya hidupnya. Mereka  ambil resiko untuk keluar dari masalah.Dengan cara berbuat. Apa yang terjadi kemudian?. Sebagian kini jadi pengusaha sukses dibidang perkebunan, perikanan. Ada yang bisa eksport hampir Rp 1 trilun ikan tuna ke Jepang. Ada yang punya ribuan hektar kebun  Sawit dan tambang batu bara. Dan  ada yang langsung namanya masuk dalam urutan orang terkaya di Indonesia karena kepiawaianya sebagai consultant shadow banking untuk membeli asset yang dikuasai BPPN.  Bahkan ada yang tadinya hanya distributor barang import ,kini punya pabrik di China , Vietnam. Saya bertemu dengan banyak orang Indonesia yang punya usaha di China, sebagian besar meraka adalah alumni korban Krismon 1998. Mereka kaya raya dan sukses.

Mengapa saya ceritakan diatas?  Semua manusia punya kesempatan sama. Allah maha adil akan itu. Lantas mengapa ada yang beda nasipnya. Ada yang  kaya dan ada yang miskin. Ada yang kalah dan  ada yang menang. Ada yang sukses dan ada yang gagal. Selalu bersanding antara nasip baik dan buruk. Mengapa ? ternyata bukan karena kehebatan ilmu, bukan karena harta berlebih, bukan karena kesempurnaan tubuh,bukan karena banyak zikir. Bukan !. Tapi mindset.  Cara berpikir.! Itulah yang membedakan nasip orang satu dengan yang lain. Orang yang pesimis selalu menghitung masalah yang ada  dan membayangkan masalah yang belum ada. Dia selalu jadi pecundang. Apapun yang dia lakukan tetap akan menjadikannya pecundang. Baik dari sisi spiritual maupun dari sisi social. Mengapa ? Karena dia bukan penyelesai masalah tapi bagian dari masalah itu sendiri. Sikap paranoid melekat erat kepada orang yang pesimis.  Optimism is the most important human trait, because it allows us to evolve our ideas, to improve our situation, and to hope for a better tomorrowBanyak orang punya titel berlapis, punya harta berlebih dari warisan keluarga namun akhirnya semua hilang  dan dia meradang seumur hidup menyesali yang telah terjadi dan membayangkan buruk yang akan terjadi. Orang yang bernasip baik adalah orang yang mau menerima nasip buruk dan melewatinya dengan tegar.! Ya..Orang pesimis melihat kesulitan dalam setiap peluang. Orang optimis melihat peluang disetiap ada kesulitan.

Dengar lah nasehat Ali Bin Abi Thalib “ Bukanlah kesulitan yang membuat kita takut, tapi ketakutanlah yang membuat kita sulit. Karena itu, jangan pernah mencoba untuk menyerah, dan jangan pernah menyerah untuk mencoba. Maka jangan katakan kepada Allah bawa kita punya masalah, tapi berkatalah kepada masalah bahwa kita punya Allah SWT. Yang Maha Segalanya” Ya, Ingat ketika awal menikah saya tanya sama istri mengapa dia berani hidup bersama dengan saya. Dia optimis  Allah akan menolongnya sepanjang dia yakin dengan suaminya. Keyakinan atau optimisme inilah yang membuat sesulit apapun keadaan, akan selalu bersama sama mengatasinya, tanpa saling menyalahkan atau mengeluh tak berkesudahan. Baik rumah tangga maupun kehidupan bermasyarakat, bernegara, sikap optimis inilah sebagai modal untuk membuat nothing is impossible. Waktu menikah saya tidak mungkin punya rumah karena tida ada tabungan, setelah menikah Allah beri saya rumah. Saya tidak mungkin bisa punya kendaraan karena saya tidak bisa setir dan engga ada income pasti tapi Allah beri saya kendaran dan supir. Saya tidak mungkin mapan karena tidak pumya pekerjaan tetap, tapi Allah beri saya sumber pekerjaan untuk memberi orang lain pekerjaan. Kehidupan saya mengajarkan dengan pasti bahwa nothing is impossible..tidak ada yang tidak mungkin asalkan anda tidak meliat kesulitan pada setiap kesempatan namun melihat kesempatan pada setiap kesulitan.Yakinlah !

Sunday, March 08, 2015

Dengki dan Rakus

Dalam makaidus  syhaithan, ibnu Abid Dunya menukil sebuah riwayat, dari Salim ibn Abdullah, Iblis pernah membuka rahasianya bagaimana cara membinasakan manusia. Rahasia ini disampaikan kepada Nabi Nuh.  Sebetulnya ada lima rahasia itu namun Nabi Nuh hanya minta dua saja dari lima itu. Apa itu?  Pertama ,sifat iri dengki dan kedua adalah sifat tamak atau rakus. Iblis mengatakan bahwa sifat iri dengki itu awal dari sebab dan penyebab ia dijadikan setan laknat Allah. Mau tau ceritanya? Itu berawal ketika Allah meminta Iblis sujud kepada Adam. Iblis menolak. Iblis ber-analogi ,apakah materi penciptaan-nya berasal dari api  lebih rendah dibandingkan dengan Adam  yang diciptakan dari tanah lempung.?Allah engga peduli dengan analogi Iblis.Karena itu muncullah sifat dengki dan iri. Pada waktu bersamaan timbul prasangka buruk kepada Allah bahwa Allah tidak adil terhadapnya. Karena sifat iri dengki itulah Iblis  diusir dari sorga. Kedua , adalah sifat tamak atau rakus. Allah menempatkan Adam di sorga dengan limpahan kemewahan tak terbilang.Tapi kemewahan itu ada syarat dan syarat itu sangat tidak significant dibandingkan kenikmatan di sorga. Apa syarat itu? Yaitu tidak boleh memakan buah Qalbi. Setan yang telah bersumpah dihadapan Allah akan menghasut Adam beserta anak cucunya, meniupkan sifat rakus itu kepada Adam. Bahwa apalah arti kemewahan hidup bila dibatasi. Menurut Setan, Allah bersikap tidak rasional melarang Adam memakan buah Qalbi sementara Allah menciptakan buah Qalbi itu. Akhirnya Adam ter-hasut dengan analogi iblis. Maklum memang didalam diri Adam ada sifat Allah yaitu Free will. Bebas berbuat sesuka nya,termasuk makan buah Qalbi. Tapi karena itulah Adam terlempar dari sorga.Ya Adam  lupa bahwa freewill nya dibatasi oleh aturan dan ketika dia melewati batas itu maka itulah rakus!

Para pengusaha dan pejabat itu selama Indonesia merdeka menikmati limpahan kemewahan ba' di sorga. Rumah di kawasan mewah di london dan Amerika , liat, sebagian pemiliknya adalah orang Indonesia.Apartemen mewah dikawasan bergengsi di Singapore dan Sydney, Pert, liat, sebagian pemiliknya adalah orang Indonesia. Hotel berkelas diamond setiap liburan kebanjiran tamu dari orang kaya Indonesia. Mereka menikmati kemudahan menjadi kaya karena akses kekuasaan memang memberikan mereka lampu Aladin untuk mendapatkan uang dari impor Migas, impor pangan, distribusi pupuk subsidi, bisnis tambang, bisnis pemalakan hutan, komisi anggaran ( APBN/D), dan lain sebagainya. Hanya satu yang dilarang oleh Negara berdasarkan UU 45 bahwa jangan ganggu Koperasi. Jangan bonsai Koperasi. Jangan zolimi kaum duafa. Tapi belakangan UU koperasi pun dirubah sebagaimana amandemen UUD 45. Ini kesalahan fatal. Mereka sudah sangat kaya tapi karena rakus tetap saja mereka ingin mendapatkan lebih , dan bila perlu menyingkirkan kegiatan ekonomi rakyat yang merupakan mayoritas penduduk negeri ini. Lambat namun pasti, para elite yang tadinya begitu mudah menipu rakyat dengan jargon nasionalis, sosialis, agamis, akhirnya ditinggalkan rakyat begitu saja ketika seorang tukang mebel yang bukan pimpinan partai, yang bukan konglomerat, bukan ulama , tampil mencalonkan diri sebagai Presiden.Walau dia dukung oleh PDIP setengah hati akhirnya dia bisa menang setelah melewati proses yang tak mudah. Setelah itu para mereka yang kaya raya karena rente harus keluar.Seperti Adam yang harus keluar dari sorga setelah makan buah Qalbi. Aturan dibuat dan nafsu free will mereka harus mengikuti sunatullah bahwa mereka harus kerja keras dan meningkatkan value agar bisa menikmati kekayaan Sumberdaya yang Allah limpahkan kepada bumi nusantara.

Katakanlah: “Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau mulia kan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebaikan. (QS. Ali Imran: 26). Firman Allah itu ditentang habis oleh mereka yang menganggap rakus itu bagus.Yang terlempar dari kemudahan bisnis rente. Para tokoh agama yang ter-provokasi uang dan kedengkian berdalil bahwa terpilih nya Jokowi adalah azab dari Allah yang menjadikan orang zalim sebagai pemimpin. Mereka yang iri dengan kalahnya Capres mereka terus berusaha meyakinkan kepada Allah bahwa keputusan Allah menjadikan Jokowi sebagai Presiden itu salah. Mereka yang membenci Jokowi adalah gabungan dari dua sifat Iri dengki dan rakus. Dua sifat inilah yang membuat iblis menjadi setan laknat Allah dan Adam terusir dari sorga.Dua sifat ini adalah inti dari semua penyebab akhlak buruk. Dua sifat itu ibarat sel kanker ganas yang bisa dengan cepat melakukan pembelahan diri membentuk ribuan sel dan ribuan sel itu bergerak cepat membunuh sel yang baik sehingga tanpa disadari semua sel baik didalam tubuh kita sudah mati.Bertukar dengan sel kanker. Hati kita membatu, dan kebenaran tak lagi diliat, kebaikan tak  lagi bisa dirasakan, keadilan menjadi jauh dan jauh. Setiap hari orang itu menjadi pembenci, paranoid dan keinginannya hanyalah kerusakan dan mematikan harapan bahwa Allah itu maha pengasih penyang dan maha bijaksana.

Perhatikanlah olehmu Nak, karena sifat iri dengki menjadikan malaikat Allah yang bernama Iblis menjadi makhluk buruk rupa dan terhina sehingga disebut syaithan laknat Allah. Mengapa ? karena sifat iri dengki itu membuatmu bersikap yang paling tidak disukai oleh Allah. Apa itu ? orang yang menolak perintah Allah dan berusaha beranalogi bahwa takdir Allah itu salah. Mengapa saya miskin , dan dia kaya?. Mengapa musibah ini harus datang kesaya ,bukan ke-mereka? .Mengapa saya yang harus cacat , bukan mereka?. Mengapa saya kalah, dan dia menang? Dengan itu dia melakukan dua hal, pertama ingkar dan kedua meragukan integritas Allah. Kamu tahu Nak,  bahwa kekuasaan, kemuliaan, kehinaan,kebaikan ada dalam genggaman Allah. Allah berbuat sesuka hatinya.  Semua yang terjadi didunia ini , apakah itu kekuasaan, kemuliaan, kehinaan,kebaikan bukanlah antara kita dengan keadaan  itu tapi antara kita dengan Allah. Untuk menguji sikap kita agar menjadi sempurna.Apa sikap itu? Yaitu sabar dan ikhlas. Sebagai pribadi muslim Jokowi tentu punya agenda sehingga menguatkan tekadnya untuk memimpin Indonesia. Apapun yang dia lakukan , bukanlah antara dia dengan rakyat tapi antara dia dengan Allah.  Berlakulah seperti Malaikat ketika Allah meminta mereka sujud kepada Adam, yang walau diliputi tanda tanya besar namun tidak mengurangi sikap patuh kepada Allah.. Mereka percaya kepada Allah karena Allah lebih tahu apa yang tidak diketahui oleh makhluknya dan semudah Allah memberi kekuasaan tentu  semudah itu pula Allah mencabutnya. Ini disadari oleh Jokowi sehingga memaksa dia harus terus rendah hati dan bekerja keras menuntaskan amanah yang diembankan kepada nya. Mengapa masih juga ragu? Percayalah.!

Friday, February 27, 2015

Kebebasan...?

Teman saya pernah bertanya mengapa kalau melihat wanita cantik pakai baju seksi saya tidak melirik dan perhatikan. Saya hanya tersenyum mendengar pertanyaan itu.Mengapa? Karena saya kebanyakan bergaul di luar negeri di negara sekular. Bila summer , hampir setiap hari saya melihat wanita ditempat umum berpakaian setengah telanjang. Bahkan di spa center, kadang di steam dan sauna room, beberapa wanita dan pria campur. Anda yang tidak pernah berada disituasi ini tentu akan "panik. Tapi bagi saya keadaan itu biasa biasa saja. Juga bagi yang lain,biasa biasa saja. Tidak membuat syahwat bangkit. Mengapa? Budaya sekular berhasl mere-definisi sex. Definisi sex yang mereka yakini membentuk persepsi tentang sex bukan soal apa yang diliat. Bukan pada raga atau phisik. Bukan! Tapi tentang Cinta. Bahwa cinta tidak ada hubungan dengan raga. Love isn't something you find. Love is something that finds you. Ini tentang touching , charming, caring, attention.Dan ini berhubungan dengan jiwa. Walau tempat maksiat terbuka lebar namun jarang sekali pria atau wanita yang telah punya commitment mau selingkuh atau melakukan poligami. Bahkan di Bar yang menyediakan tarian top less tidak pernah membuat yang hadir tergerak mau menyentuh penari itu. Itu hanya seni hiburan saja. Masyarakat secular bisa menempatkan sex secara manusiawi , bukan hewani. Hubungan sex dengan lawan jenis disebut dengan Make Love.

Teman saya mengatakan bahwa tingkat penyakit AIDS/HIV karena kebebasan sex di Eropa dan Amerika sangat rendah dibandingkan Negara Asia dan Afrika. Benarkah ? Berdasarkan dari satu informasi saja sudah jelas bahwa konotasi sex bebas itu tidak pantas untuk diberikan untuk Barat - lalu apa yang menyebabkan image ini menjadi pattern di kepala kita bahwa Eropa suka sex bebas? Jelas saja yang pertama adalah pengetahuan. Pengetahuan yang dimaksud disini adalah pengetahuan yang valid, pengetahuan yang didapat bukan hanya dari sekedar menonton film barat yang moro-moro ada adegan sex yang dilakukan oleh sepasang remaja yang belum menikah. Di Barat, Amerika atau Ozy, film yang mempertontonkan adegan sex mungkin tidak seketat di Indonesia namun tetap saja mereka harus mendahului badan sensor. Dengan kata lain, sex bebas itu tidak ada dalam ‘kamus’ orang barat. Berhubungan intim menurut mereka harus dilakukan atas dasar suka sama suka (tapi bukan untuk main-main), dan kalau memang benar-benar suka, maka disebut cinta, dan kalau sudah cinta maka hubungan meningkat menjadi komitmen, yang artinya mereka sudah serius (tapi bukan berarti harus menikah). Pemikiran orang barat terhadap sebuah hubungan cinta sangat dalam, apalagi pernikahan. Untuk itu mereka tidak mengartikan hubungan intim dengan cinta, tetapi cinta bisa menjadi berhubungan intim, cinta dan berhubungan intim bukan berarti harus menikah. Tidak heran, angka kasus perceraian di Eropa sangatlah kecil sekali dibandingkan di Asia, apalagi Indonesia.

Menurut Badan Statistik Dunia AIDS/HIV negara Asia Tenggara menduduki peringkat ke tiga dunia setelah Sub-Saharan Africa, North Africa dan Middle East, dengan jumlah pasien 4 juta. Yang memprihatinkan adalah jumlah 4 juta ini adalah termasuk bayi yang baru lahir!  Sementara Central Europe dan Westerns diketahui memiliki angka yang sangat kecil, lima kali lipatnya dari total angka di Asia Tenggara. Anak remaja Barat sejak di bangku SMP memang sudah di ajarkan tentang Sex, dan sex ini bukan yang menjurus tentang bagaimana berbuat sex atau posisinya,  namun lebih mengarah pada informasi bagaimana bahayanya sex jika dilakukan oleh sembarang orang, gonta-ganti pasangan dan tanpa ’security’ atau alat pengaman. Kedengarannya sangat familiar sekali ya di Indonesia? Emang. Berhubungan sex dengan menggunakan alat pengaman seperti kondom sudah dikampanyekan di Indonesia sejak tahun 1990an - bahkan di iklankan di TV: masih ingatkan iklan yang dibintangi oleh Dedy Midzwar dan Didi Petet? Jumlah pengidap AIDS/HIV di Indonesia itu sendiri diketahui terus meningkat semenjak tahun 2003. Jumlah terakhir pada tahun 2009 yang mengidap AIDS/HIV di Indonesia adalah 310,000 pasien! Dilihat bahwa kita adalah negara yang jelas sekali ‘menolak’ berhubungan sex sebelum menikah maka angka 310 ribu ini adalalah angka yang sangat mengerikan! Lalu siapakah sebenarnya negara yang memiliki ‘Budaya Bebas’ itu?

Masalah tersebut diatas tidak akan saya jawab.Karena pertanyaannya spekulatif. Benarlah bahwa antara manusia dan hewan hampir sama. Yaitu ama sama punya fitrah berupa nafsu namun hewan menggunakan alam bawah sadar atau naluri berbuat. Karenanya hewan tidak perlu mengenal secara dekat dengan lawan jenisnya sebelum melakukan hubungan sex. Dia liat dan dia lakukan , selesai. Ya karena menusia itu makhluk free will, baik masyarakat sekular maupun religius bisa saja punya karakter hewani.Tapi bukan semuanya berkarakter hewani. Itu hanya sebagian saja. Kalau persepsi sekular kebebasan itu adalah tanggung jawab yang lebih berat ketimbang yang serba diatur. Karena kebebasan berhubungan dengan jiwa, human being...itu berat sekali. Kalau persepsi kita yang religius tentang kebebasan adalah bebas mau ngapain aja tanpa ada rasa tanggung jawab ya tentu berbeda. Makanya kita menolak kebebasan itu. Sebetulnya pemahan tentang sex  tidak ada beda dengan secular yaitu sama sama menempatkan nafsu sex sebagai fitrah manusia yang didasarkan kepada kebutuhan akan cinta.  Dalam Islam persepsi cinta bukanlah soal ketertarikan raga atau ketertarikan sex tapi soal tauhid, iman dan akhlak, Itulah yang membuat “hubungan”menjadi istimewa. Satu sama lain merasa nyaman untuk selalu bersama, dalam susah maupun senang. Bahkan di usia menua semakin dekat ,semakin peduli dan samakin saling merindukan untuk bersedekat mencurahkan perhatian dan kasih sayang, yang tak mungkin diduakan walau diluar sana ada wanita lebih cantik dan lebih muda. Bukan raga tapi jiwa,itulah cinta.

Thursday, February 26, 2015

Ahok, dan korupsi...

Kalau kamu mau tahu bagaimana buruknya pengaruh dari Korupsi maka datanglah ke Jakarta. By process kota ini runtuh, pelan-pelan, dan air bah yang mengepungnya selama berhari-hari dengan mudah merusak yang sudah dibangun dengan susah payah. Kota ini jadi sebuah cerita tentang negeri yang dihabisi oleh kekuatan jahat yang tak tampak tapi ganas. Jika hujan,  tak punya lagi bukit dan hutan, jika curah air tak punya tempat yang menyerap dan menyimpannya, pasti ada kekuatan keji yang bekerja. Bidang bumi yang vital itu telah direbut oleh para developer real estate, dan segala aturan yang dibuat untuk mencegah perebutan itu dilanggar dengan jelas setiap hari, dengan terang, seperti ayam putih terbang siang. Maka jika kota ini runtuh, ia adalah sebuah kisah tentang para pejabat penjaga peraturan yang telah tidur selama bertahun-tahun, gubernur-gubernur yang tak bergerak karena kekenyangan suap, pejabat yang bodoh atau abai, tak melakukan apa-apa. Jika kota ini runtuh, saya tak tahu bagaimana orang akan bertindak setelah ini. Mungkin mereka akan kembali mengais-ngais nafkah dari apa saja yang tersisa dari kerusakan ini, dan bekerja, makan, beribadah, nonton TV, mendengarkan radio, bersetubuh, jalan kaki, tanpa menyalahkan siapa pun. Lalu lupa. Mungkin akan ada orang yang marah, tahu bahwa banjir ini adalah anak haram birokrasi yang busuk dan bisnis yang tamak, tapi mereka marah bersendiri. Mereka akan memaki-maki di gagang telepon atau di pinggir gang yang becek dengan sejumlah kenalan dan, setelah itu, merasa tak berdaya dan terdiam.

Jika kota ini runtuh, mungkin karena orang-orang tak mengharap bahwa polisi, jaksa, dan hakim atau KPK akan menghukum sejumlah penjahat yang mendapat uang berlebihan seraya menghancurkan Jakarta. Tak ada yang melihat ada jalan yang bisa ditempuh yang menyelamatkan. Semua tahu bahwa untuk menghentikan persekutuan jahat itu akhirnya harus ada sebuah alat: kekuasaan. Tapi sudah bertahun-tahun kita hidup dengan asumsi bahwa kekuasaan adalah sesuatu yang jauh dan ajaib, bukan sesuatu yang bisa diproduksi oleh proses politik. Maka di bawah mistifikasi kekuasaan, orang pun mencari jalan lain dengan mistifikasi ke-tidak-kuasaan. Terkadang dalam bentuk doa, terkadang dalam petuah budi pekerti. Seakan-akan jalanan macet yang terjadi setiap hari adalah sesuatu yang tak bisa diterangkan—yakni ia bukan sebuah problem, melainkan sebuah misteri. Seakan-akan penyelewengan dan korupsi tak bisa ditelaah sebab dan strukturnya, tapi diduga bersembunyi, sebagai akhlak yang bernoda, di lubuk hati. Seakan-akan untuk lepas dari rawa-rawa sekarang kita hanya bisa dibisiki dan diangkat oleh Yang Gaib. Jika kota ini runtuh, pelan-pelan, kehancuran itu mungkin ditandai dengan hadirnya kembali rasa tak berdaya di depan Yang Gaib: kita ketakutan mendengar petir dan memandang mendung, seolah-olah itu adalah isyarat buruk dari kahyangan. Sebab setiap kali hujan turun baru, kita tahu apa yang akan terjadi: jalan jadi sungai kembali, mungkin lebih luas dan deras. Rumah, toko, bengkel, tempat kerja, akan musnah. Listrik mungkin akan mati. Telepon akan rusak. Bandara akan tak terjangkau. Bus dan truk antarkota tak akan datang. Tak akan ada konsumen, tak ada buruh, tak ada pedagang. Yang ada para pengungsi dan, di sana-sini, pencoleng kecil di jalan di mana ribuan mobil merayap, dikepung air.

Bayangkan: sebuah ibu kota republik, sebuah kota metropolitan, sebuah ruang hidup dengan gedung-gedung pemerintah yang megah, dengan bank-bank yang rajin, dengan Pasar Modal dan World Trade Center, dengan perguruan tinggi yang bangga, dengan rumah sakit yang beperkakas piawai, dengan ratusan ribu lulusan universitas, dengan para teknokrat yang pintar, dengan markas semua Ormas Islam dan tempat bermukimnya Ustad terkenal, dengan jaringan WIFI tersebar disetiap Mall: sebuah kota pada abad ke-21—ternyata sebuah kota yang rentan dan ketakutan di bawah hujan. Dusun-dusun yang kumuh memang layak gentar kepada alam yang masih agung dan misterius. Tapi Jakarta: ia lumpuh bukan di hadapan gempa tektonik yang besar, bukan puting beliung yang bengis, bukan tsunami. Dengan kata lain, ini adalah sebuah kota yang telah dibuat tak berdaya. Jakarta adalah sebuah kota di mana korupsi bukan sekadar mencolong. Di kota ini, korupsi bukanlah sekadar perbuatan jahat para gubernur atau para birokrat yang “membangun” wilayah dengan menyulap biaya sampai melambung. Bukan sekadar pembuatan proyek fiktif atau tanpa guna untuk mendapatkan anggaran. Bukan sekadar perilaku rutin para petugas izin bangunan yang minta sogok dan dengan itu membiarkan lingkungan hancur. Bukan sekadar polisi dan jaksa dan hakim yang buncit oleh bayaran mereka yang seharusnya dihukum karena penghancuran itu.Tapi memang kekuasaan by sistem membiarkan penjarahan terjadi begitu saja.

Dan itu semua disadari oleh Jokowi dan Ahok ketika kali pertama menginjakkan kakinya di Balaikota. Jokowi- Ahok bertekad untuk merubah semuanya, setidaknya meyakinkan kepada dirinya untuk tidak tercemar budaya korup yang sudah berakar di DKI. Dia ingin merubah Jakarta dengan cara merubah budaya korupsi menjadi budaya passion, eternity,sincerity untuk kebaikan,kebenaran dan keadilan. Membangun Jakarta adalah membangun akhlak pribadi ihsan, bukan hanya penuh basa basi bermanis muka namun munafik. Setelah Jokowi jadi Presiden, Ahok ingin menghentikan proses Jakarta tenggelam, menghentikan proses Jakarta runtuh karena para pencoleng di gedung DPRD dan Balaikota. Jokowi mendukung Ahok dan TNI siap melindunginya. Kekuasaan memang harus bersikap keras merubah jakarta. Kadang bahasa kebenaran terkesan menyakitkan bagi mereka yang munafik. Tapi Ahok tidak peduli.Dia akan terus melangkah dengan cara dan niat baiknya. Ahok sadar bahwa korupsi adalah biang kerusakan Jakarta dan tentu mempermalukan siapa saja yang merasa punya hati nurani dan percaya kepada Tuhan. Ahok memang tidak disukai oleh sebagian umat islam, dan bahkan ada yang dengan tegas tidak mengakui pemimpin non muslim. Tapi Ahok ditakdirkan untuk memimpin Jakarta. Kini dia mempertaruhkan jabatannya demi kebenaran..demi APBD tidak dikorup oleh DPRD. Mungkin dia akan jatuh, bukan karena dia berbeda agama dengan kita tapi karena dia membela kebenaran, yang dia yakini itulah pesan universal bagi semua agama. Semoga kamu paham.

Saturday, February 21, 2015

Utamakan jalan damai..

Dulu Rasul memimpin peperangan melawan orang kafir dan juga para sahabatnya melakukan penaklukan ke seluruh jazirah Arab.  Orang kafir harus diperangi. Kita harus berjihad untuk meninggikan kalimat Allah. Karenanya halal darah orang kafir. Bunuh mereka semua. Bagi yang murtad , langsung penggal kepalanya. Singkatnya, yang berbeda atau bukan masuk dalam kelompoknya adalah kafir. Benarkah itu.? Demikian tanya putri saya. Saya harus menjawab dengan hati hati. Maklum karena putri saya bukan anak anak lagi. Dia mahasiswa dan juga aktivis muslimah di kampus. Apa yang ditanyanya kepada saya adalah sesuatu yang dia dengar diluar, ditengah pergaulan-nya. Dengan tersenyum saya katakan bahwa Rasul tidak pernah berperang dengan tujuan untuk memaksa orang pindah agama. Tidak pernah rasul memerintahkan perang karena ingin meluaskan wilayah taklukkan. Tidak pernah Rasul berperang karena ingin membalas dendamnya, ingin melampiaskan amarahnya kepada orang kafir. Tidak pernah! Mengapa perang harus terjadi? Karena situasi ketika itu umat islam dan kondisi terancam oleh orang non islam. Rasul tidak punya pilihan kecuali melawan sebagai bentuk melindungi diri. Ketika perang usai, tidak ada tawanan  yang dilukai. Apabila mereka membayar tebusan perang maka mereka dibebaskan sebagai tawanan.Tidak ada yang dipaksa masuk islam. Ketika orang non muslim meminta perdamaian maka Rasul langsung menyetujui. Walau perdamaian itu menyakitkan namun itu harus diterima daripada darah tertumpah.

Bagaimana dengan keadaan para khalifah Empat? Bukankah mereka juga melakukan peperangan merebut kota kota di jazirah Arab.? Tanya putri saya. Setelah Rasul wafat, banyak umat islam yang berniaga ke-kota diluar madinah. Di Beberapa kota , mereka ditolak kehadirannya. Kalaupun ada yang diterima berniaga namun mereka tidak boleh melaksanakan ritual agama, tidak boleh melakukan siar agama. Ada juga wilayah sudah dibawah taklukkan islam tapi entah mengapa mereka ter-provokasi untuk makar dari kekuasaan di madinah. Sama saja dengan di Era Rasul. Hak melaksanakan ibadah adalah hak yang harus dibela oleh semua umat islam  yang beriman. Karena keyakinan akan kebenaran, kebaikan , keadilan itu dasarnya adalah meninggikan kalimat Allah. Manifestasi dari iman kepada Allah. Puncak tauhid yang tidak bisa hanya berdoa tapi juga harus diperjuangkan dan berkorban untuk itu. Maka atas dasar itulah maka perang adalah jalan yang harus ditempuh setelah upaya persuasi dengan cara damai gagal ditempuh. Kalaupun perang dilaksanakan maka tentara islam tidak boleh membunuh anak anak, orang tua renta, para wanita yang tak bersenjata.Tidak boleh merusak tempat ibadah, rumah penduduk atau merampas-nya. Target perang hanyalah penguasa yang zalim. Sebelum memasuki wilayah musuh, Tentara islam masih memberi kesempatan kepada musuh untuk mengikuti seruan Islam, dan agar perang tidak perlu terjadi. Namun bila tidak ada kata sepakat maka perang adalah opsi terakhir.

Sejarah perkembangan khilafah islam dari masa ke masa,perluasan kekuasaan bukan bertujuan untuk penaklukan atau penjajahan tapi dalam rangka siar. Sebagian besar penaklukan wilayah islam tidak dengan peperangan tapi dengan damai. Contoh masuknya Islam di Indonesia tidak dengan senjata atau peperangan tapi dengan cinta dan kasih sayang para ulama yang datang dari Timur Tengah dan China. Lambat laun islam diterima secara luas di kepulauan Indonesia sehingga menggerogoti kekuasaan Majapahit yang Hindu, dan akhirnya tumbang dengan sendirinya. Setelah itu Kesultanan Islam berdiri. Sementara terjadinya perang salip yang berkepanjangan antara kerajaan islam dengan Kristen tak lebih karena ketika itu peran gereja merasa terancam dengan adanya pengaruh Islam yang semakin meluas. Para elite Gereja merasa khawatir pengaruh islam akan memisahkan mereka dengan Kerajaan yang menjadi icon kekuasaan Tuhan di dunia. Dan isu agama sebagai biang permusuhan berakhir sejak terjadi revolusi di prancis dan Revolusi Industri di eropa. Kekuasaan gereja semakin memudar dan akal sehat semakin mendapat tempat. Tak ada lagi perang karena agama tapi perang karena hawa nafsu untuk menindas yang lemah dalam bentuk penjajahan.Maka terjadilah perang dunia pertama dan kemudian dilanjutkan dengan perang dunia kedua. Akibat perang itu korban manusia tak terbilang dan kerusakan yang ditimbulkan lebih dahsyat dibandingkan perang karena agama. Jadi benarlah bahwa perang karena nafsu tidak pernah ada dalam sejarah islam.

Karena itulah, Amerika bersama sekutu yang menjadi pemenang perang dunia kedua,menyadari bahwa dimasa datang perang dunia tidak boleh terjadi lagi. Apapun alasannya tidak sesuai dengan hak asasi manusia. Pada 1 Januari 1942, negara Sekutu menyatakan di dalam "Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa" (Declaration by United Nations) bahwa kemenangan adalah "penting untuk menjaga kehidupan, kebebasan, independensi dan kebebasan beragama, serta untuk mempertahankan hak asasi manusia dan keadilan." Dalam pesan berikutnya yang ditujukan kepada Kongres, Presiden Franklin D. Roosevelt mengidentifikasi-kan empat kebebasan yang diupayakan untuk dipertahankan di dalam perang tersebut: kebebasan berbicara dan berekspresi, kebebasan beragama, kebebasan dari hidup berkekurangan, dan kebebasan dari ketakutan akan perang. Naskah awal Piagam PBB (1942 dan 1943) memuat ketentuan tentang hak asasi manusia yang harus dianut oleh negara manapun yang bergabung di dalam organisasi tersebut. Nah anakku, setelah itu, tidak boleh ada lagi Negara mana-pun melarang  rakyatnya melaksanakan ritual agamanya. Tidak boleh Negara di mana-pun melarang penyebaran agama. Tidak boleh Negara mana-pun menyerang Negara lain karena alasan agama. Tidak ada lagi yang melarang kita beribadah dan tidak ada lagi yang melarang kita melakukan syiar agama. Lantas masih perlukah kita berperang karena alasan agama berbeda?

Anakku, di era kini musuh kita bukan orang non muslim tapi budaya individualisme dan pemikiran rakus bahwa yang kuat harus menang. Musuh itu ada dalam diri kita sendiri. Siapa? itulah nafsu. Perangilah itu dengan kekuatan  iman dan taqwa. Apabila kita bisa menaklukan diri kita sendiri maka kita telah melaksanakan jihad akbar. Kita akan menjadi bagian dari syiar islam meninggikan kalimat Allah untuk dibelanya kebenaran, diutamakan-nya kebaikan dan keadilan harus menang! Kita menjadi cahaya bumi dan rahmat bagi alam semesta. Semoga kamu paham,Nak.

Pemerintah Suriah jatuh.

  Sebelum tahun 2010, kurs pound Syuriah (SYP) 50/1 USD. Produksi minyak 400.000 barel/hari. Sejak tahun 2011 Suriah dilanda konflik dalam n...