Ada kisah di zaman Rasul yang
sampai kini selalu saya ingat. Kisah ini diceritakan oleh ibu saya ketika saya
masih kelas VI SD. Apa kisah itu? Kisah seorang bernama Al Qamah yang tak mampu
mengucapkan La ilaha illallah ketika menjelang sakratul maut. Lidahnya terasa
terkunci untuk mengucapkan La ilaha illallah sehingga ruh tak kunjung lepas
dari raganya. Tentu dia menderita sekali.
Para sahabat bingung manakala melihat keadaan Al Qamah karena ia dikenal
sebagai orang ahli ibadah, gemar
bersedekah dan selalu berbuat baik kepada orang lain. Apakah gerangan dosanya
sehingga nampak begitu sulit ruh melepas dari raganya? Rasul bertanya kepada
orang tua Al Qamah yang kebetulan hanya ibunya yang masih hidup namun sudah
renta. Kepada ibu ini , Rasul bertanya tentang perasaannya terhadap anaknya
yang sedang sakratul maut. Ibu ini berkata bahwa dia sangat mencintai anaknya
namun sedikit kecewa karena anaknya lebih mencintai istrinya ketimbang dirinya,
dan karena itu anak itu dianggapnya durhaka. Rasul minta agar ibunya memaafkan
dosa anaknya agar anaknya bisa bebas dari sakratul maut. Awalnya ibunya
keberatan untuk memaafkan namun ketika Rasul berniat akan membakar jasad anaknya,
ibu ini langsung luluh hatinya dan segera memaafkan dosa anaknya. Seketika itu
juga AL Qamah tutup usia dengan mudah.
Maka, Rasulullah melihatnya dan
memerintahkan untuk dimandikan lalu dikafani, kemudian beliau menshalatkannya
dan menguburkannya, Lalu, di dekat kuburan itu beliau bersabda, “Wahai sekalian
kaum Muhajirin dan Anshar, barangsiapa yang melebihkan istrinya daripada
ibunya, dia akan mendapatkan laknat dari Allah, para malaikat dan sekalian
manusia. Allah tidak akan menerima amalannya sedikitpun kecuali kalau dia mau
bertobat dan berbuat baik pada ibunya serta meminta ridhanya, karena ridha
Allah tergantung pada ridhanya dan kemarahan Allah tergantung pada
kemarahannya.” Begitulah agungnya ajaran Islam bagaimana mendidik manusia untuk
senantiasa memuliakan orang tuanya. Menyembah Allah adalah keharusan bagi
siapapun yang beriman dan kewajiban tauhid itu bersanding dengan kewajiban
berbakti kepada kedua orang tua. Firman Allah dalam QS. Al-Israa:23 yang
artinya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain
dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.
jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut
dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada
keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
Berbakti kepada orang tua bukan
hanya bertanggung jawab akan kebutuhan hidupnya bila dia telah tua namun lebih
daripada itu adalah bagaimana menjaga perasaanya. Melalui orang tua yang kadang
mudah marah, mudah tersinggung, banyak
menuntut, kadang tidak rasional, sebetulnya ini adalah bentuk lain Allah
menguji kesabaran kita untuk tetap bersikap bijak kepada mereka tanpa membuat mereka kecewa dan bersedih. Ini
memang tidak mudah. Apalagi bila kita sudah punya istri dan sudah umum istri
dan orang tua kita tidak selalu akur. Keduanya minta diperhatikan dengan
caranya masing masing. Kita bisa saja terjebak sehingga membuat hati kita lebih
condong kepada istri sehingga tanpa disadari kita telah membuat hati orang tua
kita kecewa. Kalaulah tipe orang tua kita termasuk yang mudah terbuka maka akan
cepat diketahui dia kecewa, sehingga kita bisa bersegera meminta maaf. Namun
bila orang tua lebih banyak
menyembunyikan perasaan kecewanya akan
sikap kita , kita tidak akan tahu dan tidak akan meminta maaf. Dampaknya akan
besar sekali dalam kehidupan kita. Banyak orang sempit ketika lapang dan menangis
ditengah pesta, kering ditengah hujan dan berlumpur diistana megah. Itu semua
karena azab Allah akibat perbuatan kita menjadikan orang tua sebagai second
dalam hidup kita.
Benarkah begitu adanya ? Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas r.a. bahwa dia
berkata, “Tidaklah seorang muslim memiliki dua orang tua muslim, (kemudian) dia
berbakti kepada keduanya karena mengharapkan ridha Allah, kecuali Allah akan
membukakan dua pintu untuknya –maksudnya adalah pintu surga–. Jika dia hanya
berbakti kepada satu orang tua (saja), maka (pintu yang dibukakan untuknya) pun
hanya satu. Jika salah satu dari keduanya marah, maka Allah tidak akan meridhai
sang anak sampai orang tuanya itu meridhainya.” Ditanyakan kepada Ibnu ‘Abbas,
“Sekalipun keduanya telah menzaliminya?” Ibnu ‘Abbas menjawab, “Sekalipun keduanya
telah menzaliminya.”. Pintu sorga terbuka lebar bagi anak yang bisa bersabar
akan sikap orang tuanya serta senantiasa memuliakan orang tuanya. Namu bagi
anak yang tidak mau mengerti sikap orang tuannya, mudah tersinggung, mudah
sakit hati, kecewa, marah, maka dia mengarahkan kepada sikap durhaka kepada
orang tua. Bagaimana hukumnya dalam islam? Setiap dosa akan Allah tangguhkan
(hukumannya) sesuai dengan kehendak-Nya, kecuali (dosa karena) durhaka kepada
kedua orang tua. Sesungguhnya Allah swt. akan menyegerakan hukuman perbuatan
itu kepada pelakunya di dunia ini sebelum ia meninggal. ( Al Hadith).
Jadi jika kita berprilaku baik kepada orang tua, maka niscaya
Allah meridhloi semua amal perbuatan kita. Oleh karenanya, setiap yang kita
lakukan selalu dituntun oleh Allah kepada hal-hal kebajikan yang diridhloi
Allah SWT yang kemudian menghantarkan kita kepada kebahagiaan sorgawi baik di
dunia terlebih di Akhirat. Cintailah kedua orang tua kita dengan ikhlas apapun
sikapnya karena itulah jalan meraih
kebahagiaan. Bagi anda yang selalu
dirudung derita tak berkesudahan. Berharta susah, miskin menderita, maka
segeralah sujud dikaki kedua orang tua. Mintalah ampun kepada orang tua dan
setelah itu perbaikilah sikap terhadap orang tua. Insya Allah kebahagiaan akan
mudah diraih…Bagi orang tuanya yang sudah meninggal maka doakanlah oran tua itu
siang dan malam