Tuesday, July 16, 2013

Keadilan sosial...?

Di ruang spa center, saya berdiskusi dengan teman yang pengusaha china.  Saya tertarik dengan perspektifnya karena ada unsur nilai yang terkandung dibalik sejarah china khususnya paska kejatuhan  dinasti. Partai Nasionalis berhasil memimpin revolusi merebut kekuasaan dari tangan dinasti Qing yang sudah berkuasa lebih dari dua ratus tahun. Namun tak lama setelah itu, Partai Nasionalis dijatuhkan oleh Partai Komunis. Mengapa ? alasannya sederhana. Era dinasti dengan era Republik, sama saja. Sama sama menjajah. Rakyat miskin tetap komunitas yang tak terjangkau program kemakmuran. Para Tuan tanah tetap berkuasa dipedesaan dengan memeras buruh tani. Karena itu program komunis yang dikenal dengan “sama rasa sama rata” langsung mendapat tempat dihati rakyat.Lambat namun pasti dukungan kepada Parta Komunis semakin banyak dan akhirnya sampai pada jumlah yang tak bisa lagi dihentikan oleh Partai nasionalis. Sehingga dengan terpaksa para elite Partai nasionalis melarikan diri ke pulau Formusa ( Taiwan) karena sadar  bahwa revolusi yang digerakan kaum miskin tentu disertai oleh amarah dan dendam.Ini pasti bau amis darah.Menghindar demi akal sehat adalah lebih baik. Selanjutnya China dipimpin oleh Partai Komunis.

Menurut teman saya bahwa apa yang didambakan oleh Partai Komunis untuk china sudah benar  bahwa demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Yang jadi masalah adalah terjadi perbedaan sudut pandang jalan untuk mencapai itu. Mao zedong  sebagai pendiri Partai Komunis lebih setuju dengan cara revolusi melalui tindakan radikal dan mlitan.Sementara Liu Shauqi pengikutinya lebih setuju dengan jalan evolusi dan natural. Namun keduanya setuju bahwa landreform harus dilaksanakan demi keadilan distribusi tanah kepada kaum miskin.  Hal ini tidak pernah terpikirkan pada  era dinasti dan Nasionalis  karena maklum para tuan tanah dan oranga kaya sebagai sumber dana ( suap dan upeti) bagi penguasa. Walau ada perbedaan namun pada akhirnya Mao zedong mempercayai cara Liu Shauqi karena itu kekuasan diberikan kepada Liu shauqi. Setelah landreform dilaksanakan, keadaan rakyat China mulai bangkit, Produksi mulai bergairah.Perdagangan terjadi begitu cepatnya. Namun gap antara kaya dan simiskin justru semakin lebar.Inilah yang merisaukan Mao zedong. Efek inilah yang sangat tidak disukai oleh Mao. Kalau pada akhirnya revolusi hanya melahirkan orang Kaya baru dan membuat kemiskinan semakin meluas lantas untuk apa diadakan revolusi dengan korban nyawa tidak sedikit itu. Demikian kira kira  penilaian Mao hingga dia mengambil keputusan untuk menerapakan program Lompatan China Jauh kedepan.

Liu Shauqi harus membiarkan program Lompatan China Jauh Kedepan itu terlaksana karena ini perintah bapak Mao yang tak ubahnya dewa di China. Melalui nongye jitihua ( Pertanian kolektif) diseluruh China, Mao yakin bahwa dengan indokrinasi ideologi dan menformulasi organisasi masyarakat pedesaan, China bisa maju menuju terbentuknya masyarakat pedesaan yang egaliterian dan kolektif. Recananya, setelah itu terbentuk maka teknologi pertanian akan melengkapi untuk memperkuat masyarakat baru. Tapi apa hasilnya ? Mao gagal total. Pertanian Kolektif justru mengakibatkan rakyat dan kader partai jadi frustrasi. Walau tentu banyak hal yang dihasilkan selama Program Lompatan Cina jauh kedepan itu namun tidak bisa menghindari korban akibat kelaparan. Benarlah kata Liu bahwa manusia bukanlah mesin. Manusia adalah makhluk simbolik yang mencakup sosial ,budaya dan spiritual. Mengingkari ini apalagi sampai memaksakan kehendak kepada manusia justru akan menimbulkan paradox.  Sehingga akhirnya Mao menghentikan program ini dan kembali menyerahkan kekuasaan kepada Liu Shauqi. Sebagaimana pendirian Liu maka yang pertama dilakukannya adalah menghapus Pertanian Kolektif itu. Selanjutnya memberikan kebebasan kepada rakyat untuk berproduksi namun tak ada lagi jaminan tunai untuk pangan, kesehatan dan pendidikan. Orang hanya akan mendapatkan hak apabila dia bekerja dan tentu bebas menyimpan serta menggunakannya. Rakyat china kembali bergairah untuk bangkit dari keterpurukan akibat lompatan china jauh kedepannya Mao. Mao mengasingkan diri dunia perpolitikan.

Namun masa masa indah angin kebebasan itu hanya sebentar. Kembali rakyat china harus mengalami akrobat politik dari  orang orang terdekat Mao atau dikenal dengan istialh kelompok Empat yang di back up oleh Jiang Qing ( Madam Mao) . Merekalah creator Revolusi Kebudayaan. Para elite partai lainnya walau tidak setuju dengan revolusi kebudayaan namun terpaksa membiarkan karena Mao seakan menyetujui gerakan kelompok empat itu. Awalnya tujuan revolusi kebudayaan ini adalah sangat mulia namun kemudian yang terjadi adalah program balas dendam kepada kaum kapitalis yang mengakibatkan terjadinya kemiskinan. Para pengawal merah yang umumnya berasal dari keluarga miskin tampil garang melaksanan revolusi kebudayaan. Mereka menghentikan program belajar dan mengajar. Buku terbitan barat dibakar dan siapa saja yang  kedapatan membaca buku asing dianggap sebagai kontra revolusioner. Para orang terdidik kota dikirim kedesa untuk “belajar’ dari petani miskin dan tidak boleh kembali lagi. Para pendukung setia Liu Shauqi disemua jajaran kekuasaan difitnah untuk dipenjara dan ada juga yang dibunuh. Liu Shauqi meninggal dipenjara. Ketika itu keadaan benar benar kacau.  Sampai akhirnya wabah kelaparan terjadi lagi. Mao melihat kekacauan ini tak bisa lagi ditolerir. Karena itu dia meminta kepada militer untuk menghentikan revolusi kebudayaan walau itupun tidak mudah. Karena militer masih ragu untuk bertindak tegas apalagi dukungan massive kaum miskin begitu luasnya sampai keakar rumput. Revolusi kebudayaan berhenti total setelah Mao meninggal tanggal 9 september 1976. 

Setelah  Mao meninggal, gejolak kecil terjadi karena ternyata Mao telah mewariskan kekuasaan kepada penerusnya yaitu  Hua Guofeng yang akan tetap setia menjalankan program Mao. Namun kalangan militer yang tadinya selalu netral akhirnya mulai bersikap karena sudah gerah dengan cara Mao dan Kelompoknya. Itu sebabnya militer meminta agar sang reformis  Deng Xiaoping yang diasingkan di Tiongkok Selatan untuk direhabilitasi namanya dan ditarik ke Beijing. Militer tahu bahwa Deng adalah murid dari Liu Shauqi. Walau jabatan Deng dibawah Hua namun secara gradual Deng bersama kelompoknya berhasil mengeliminate kekuasaan Hua Guofeng dan Akhirnya menjadi penguasa China. Bagi Deng  masyarakat sosialis hanya bisa tercipta bila ada kemampuan berproduksi dan kebebasan individu akan hak hak dasarnya. Sehingga apapun  (termasuk kapitalis, agama, budaya dll ) yang membuat kebebasan terhalang maka tugas negara untuk mengaturnya, sebaliknya apapun itu ( termasuk kapitalis, agama, budaya dll ) bila mampu memacu produksi maka itu harus didukung oleh negara. Apakah dapat disimpulkan bahwa cara Mao salah dan Cara Liu yang benar. Tanya saya. Teman saya itu tersenyum sambil mengatakan bahwa ada agenda besar sepanjang sejarah china entah itu era dinasti ,nasionalis ,dan kini era Komunis yaitu tegaknya keadilan sosial . Hal inilah yang sangat sulit di delivery oleh penguasa, sampai kini.

Menurut saya bahwa memang mimpi masyarakat sosialis komunis “ sama rasa sama rata “ dari bapak Mao tidak terlaksana karena memang tidak mungkin terlaksana ,karena begitulah kehidupan yang didesign oleh Allah.  Namun ketidak samaan itu akan diterima  sebagai sebuah kearifan bila dalam masyarakat itu lahir sikap cinta dan kasih sayang lewat program berbagi, infak, sadaqah ,dan tentu aparat yang bersih mengemban amanah. Jadi menurut saya bahwa keadilan sosial itu harus satu kesatuan antara pemerintah dan rakyat itu sendiri. Masyarakat yang beragama melahirkan budaya cinta kasih dan pemerintah yang bersih lahir karena agama dijunjung untuk tegaknya keadilan sosial bagi semua. Kalau CHina tidak menyadari ini maka instabilitas akan terus terjadi. Teman itu termenung...

No comments:

Pria minang...

  Orang tua saya mengingatkan saya, “ Kalau hanya sekedar makan untuk mu dan keluargamu, monyet di hutan juga begitu.” Kata orang tua saya. ...