Di ruang spa center, saya
berdiskusi dengan teman yang pengusaha china.
Saya tertarik dengan perspektifnya karena ada unsur nilai yang terkandung
dibalik sejarah china khususnya paska kejatuhan
dinasti. Partai Nasionalis berhasil memimpin revolusi merebut kekuasaan
dari tangan dinasti Qing yang sudah berkuasa lebih dari dua ratus tahun. Namun tak lama
setelah itu, Partai Nasionalis dijatuhkan oleh Partai Komunis. Mengapa ?
alasannya sederhana. Era dinasti dengan era Republik, sama saja. Sama sama
menjajah. Rakyat miskin tetap komunitas yang tak terjangkau program kemakmuran.
Para Tuan tanah tetap berkuasa dipedesaan dengan memeras buruh tani. Karena itu
program komunis yang dikenal dengan “sama rasa sama rata” langsung mendapat
tempat dihati rakyat.Lambat namun pasti dukungan kepada Parta Komunis semakin
banyak dan akhirnya sampai pada jumlah yang tak bisa lagi dihentikan oleh
Partai nasionalis. Sehingga dengan terpaksa para elite Partai nasionalis
melarikan diri ke pulau Formusa ( Taiwan) karena sadar bahwa revolusi yang digerakan kaum miskin
tentu disertai oleh amarah dan dendam.Ini pasti bau amis darah.Menghindar demi
akal sehat adalah lebih baik. Selanjutnya China dipimpin oleh Partai Komunis.
Menurut teman saya bahwa apa yang
didambakan oleh Partai Komunis untuk china sudah benar bahwa demi keadilan sosial bagi seluruh
rakyat. Yang jadi masalah adalah terjadi perbedaan sudut pandang jalan untuk
mencapai itu. Mao zedong sebagai pendiri Partai Komunis lebih setuju
dengan cara revolusi melalui tindakan radikal dan mlitan.Sementara Liu Shauqi pengikutinya lebih setuju dengan jalan evolusi dan natural. Namun keduanya setuju bahwa
landreform harus dilaksanakan demi keadilan distribusi tanah kepada kaum
miskin. Hal ini tidak pernah terpikirkan
pada era dinasti dan Nasionalis karena maklum para tuan tanah dan oranga kaya
sebagai sumber dana ( suap dan upeti) bagi penguasa. Walau ada perbedaan namun
pada akhirnya Mao zedong mempercayai cara Liu Shauqi karena itu kekuasan
diberikan kepada Liu shauqi. Setelah landreform dilaksanakan, keadaan rakyat
China mulai bangkit, Produksi mulai bergairah.Perdagangan terjadi begitu
cepatnya. Namun gap antara kaya dan simiskin justru semakin lebar.Inilah yang
merisaukan Mao zedong. Efek inilah yang sangat tidak disukai oleh Mao. Kalau
pada akhirnya revolusi hanya melahirkan orang Kaya baru dan membuat kemiskinan
semakin meluas lantas untuk apa diadakan revolusi dengan korban nyawa tidak
sedikit itu. Demikian kira kira
penilaian Mao hingga dia mengambil keputusan untuk menerapakan program
Lompatan China Jauh kedepan.
Liu Shauqi harus membiarkan
program Lompatan China Jauh Kedepan itu terlaksana karena ini perintah bapak Mao yang tak ubahnya dewa di
China. Melalui nongye jitihua ( Pertanian kolektif) diseluruh China, Mao yakin
bahwa dengan indokrinasi ideologi dan menformulasi organisasi masyarakat
pedesaan, China bisa maju menuju terbentuknya masyarakat pedesaan yang
egaliterian dan kolektif. Recananya, setelah itu terbentuk maka teknologi
pertanian akan melengkapi untuk memperkuat masyarakat baru. Tapi apa hasilnya ?
Mao gagal total. Pertanian Kolektif justru mengakibatkan rakyat dan kader
partai jadi frustrasi. Walau tentu banyak hal yang dihasilkan selama Program
Lompatan Cina jauh kedepan itu namun tidak bisa menghindari korban akibat
kelaparan. Benarlah kata Liu bahwa manusia bukanlah mesin. Manusia adalah makhluk simbolik yang mencakup sosial ,budaya dan spiritual. Mengingkari ini apalagi sampai memaksakan kehendak kepada manusia justru akan menimbulkan paradox. Sehingga akhirnya Mao menghentikan program ini dan kembali
menyerahkan kekuasaan kepada Liu Shauqi. Sebagaimana pendirian Liu maka yang
pertama dilakukannya adalah menghapus Pertanian Kolektif itu. Selanjutnya
memberikan kebebasan kepada rakyat untuk berproduksi namun tak ada lagi jaminan
tunai untuk pangan, kesehatan dan pendidikan. Orang hanya akan mendapatkan hak
apabila dia bekerja dan tentu bebas menyimpan serta menggunakannya. Rakyat
china kembali bergairah untuk bangkit dari keterpurukan akibat lompatan china
jauh kedepannya Mao. Mao mengasingkan diri dunia perpolitikan.
Namun masa masa indah angin
kebebasan itu hanya sebentar. Kembali rakyat china harus mengalami akrobat politik
dari orang orang terdekat Mao atau dikenal dengan istialh kelompok Empat yang di back up oleh Jiang Qing ( Madam Mao) . Merekalah creator Revolusi Kebudayaan. Para elite partai lainnya walau tidak setuju dengan revolusi kebudayaan namun terpaksa membiarkan karena Mao seakan menyetujui gerakan kelompok empat itu. Awalnya tujuan revolusi kebudayaan ini adalah sangat mulia namun kemudian yang terjadi adalah program balas dendam kepada kaum kapitalis yang mengakibatkan terjadinya kemiskinan. Para pengawal merah yang umumnya berasal dari keluarga miskin tampil garang melaksanan revolusi kebudayaan. Mereka menghentikan program belajar dan mengajar. Buku terbitan barat
dibakar dan siapa saja yang kedapatan
membaca buku asing dianggap sebagai kontra revolusioner. Para orang terdidik
kota dikirim kedesa untuk “belajar’ dari petani miskin dan tidak boleh kembali
lagi. Para pendukung setia Liu Shauqi disemua jajaran kekuasaan difitnah untuk
dipenjara dan ada juga yang dibunuh. Liu Shauqi meninggal dipenjara. Ketika itu
keadaan benar benar kacau. Sampai
akhirnya wabah kelaparan terjadi lagi. Mao melihat kekacauan ini tak bisa lagi
ditolerir. Karena itu dia meminta kepada militer untuk menghentikan revolusi
kebudayaan walau itupun tidak mudah. Karena militer masih ragu untuk bertindak
tegas apalagi dukungan massive kaum miskin begitu luasnya sampai keakar rumput.
Revolusi kebudayaan berhenti total setelah Mao meninggal tanggal 9 september
1976.
Setelah Mao meninggal, gejolak kecil terjadi karena ternyata Mao telah mewariskan kekuasaan kepada penerusnya yaitu Hua Guofeng yang akan tetap setia menjalankan
program Mao. Namun kalangan militer yang tadinya selalu netral akhirnya mulai bersikap karena sudah gerah dengan cara Mao dan Kelompoknya. Itu sebabnya militer meminta agar sang reformis Deng Xiaoping yang diasingkan di Tiongkok
Selatan untuk direhabilitasi namanya dan ditarik ke Beijing. Militer tahu bahwa Deng adalah murid dari Liu Shauqi. Walau jabatan Deng dibawah Hua namun secara gradual Deng bersama kelompoknya berhasil mengeliminate kekuasaan Hua Guofeng
dan Akhirnya menjadi penguasa China. Bagi Deng
masyarakat sosialis hanya bisa tercipta bila ada kemampuan berproduksi
dan kebebasan individu akan hak hak dasarnya. Sehingga apapun (termasuk kapitalis, agama, budaya dll ) yang membuat kebebasan terhalang maka tugas
negara untuk mengaturnya, sebaliknya apapun itu ( termasuk kapitalis, agama, budaya dll ) bila mampu memacu produksi maka itu harus
didukung oleh negara. Apakah dapat disimpulkan bahwa cara Mao salah dan Cara
Liu yang benar. Tanya saya. Teman saya itu tersenyum sambil mengatakan bahwa ada
agenda besar sepanjang sejarah china entah itu era dinasti ,nasionalis ,dan
kini era Komunis yaitu tegaknya keadilan sosial . Hal inilah yang sangat sulit di
delivery oleh penguasa, sampai kini.
Menurut saya bahwa memang mimpi masyarakat sosialis
komunis “ sama rasa sama rata “ dari bapak Mao tidak terlaksana karena memang
tidak mungkin terlaksana ,karena begitulah kehidupan yang didesign oleh Allah. Namun ketidak samaan itu akan diterima sebagai sebuah kearifan bila dalam masyarakat
itu lahir sikap cinta dan kasih sayang lewat program berbagi, infak, sadaqah ,dan
tentu aparat yang bersih mengemban amanah. Jadi menurut saya bahwa
keadilan sosial itu harus satu kesatuan antara pemerintah dan rakyat itu
sendiri. Masyarakat yang beragama melahirkan budaya cinta kasih dan pemerintah
yang bersih lahir karena agama dijunjung untuk tegaknya keadilan sosial bagi semua. Kalau CHina tidak menyadari ini maka instabilitas akan terus terjadi. Teman itu termenung...
No comments:
Post a Comment