Friday, March 16, 2012

Tidak jauh dari kita...

Herawati (42)  menyayat urat nadi sebelah kirinya setelah sebelumnya dia membenamkan anaknya Andika berusia 4 tahun kedalam selokan. Demikian berita minggu lalu yang saya baca di Repubika. Menurut keterangan polisi bahwa motif bunuh diri karena factor kesulitan ekonomi. Ujungnya adalah kematian yang sia sia dan kita semua bersalah. Kita harus mengaku. Kita mungkin ikut membunuhnya, atau kita berdiri di kamar kita dengan dosa sejenis itu, karena kita sampai tak tahu bahwa ada ibu berumur 42 tahun yang begitu berputus asa hingga ia menghabisi nyawanya sendiri dan nyawa Andika , anaknya yang berumur 4 tahun, yang tak berdosa , tak mengerti mengapa dia terlahir ditengah kelam kedua orang tuanya. Kita bersalah karena kita sudah jarang menengok. Kita tak pernah ingat dan merasakan sebagian besar mereka yang berjuang dalam kelam.

Malapetaka itu tak dapat kita cegah, dan kita bersalah. Herawati dan Andika tak hidup di negeri yang jauh. Ia mati tak di tempat yang jauh. Kejadian itu, di Kampung Cigebar RT06/01 Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang. Sebenarnya terjangkau dari tempat saya. Juga terjangkau dari tempat Anda. Bojongsari  bukan di seberang lautan dan di balik benua. Kecamatan itu hanya beberapa puluh kilometer saja dari Cikeas Bogor atau Istana Negara. Tak jauh dari mereka yang  menikahkan anak di Convention Hall Jakarta, memberi kado istri dengan berlian 500 juta, menyogok rekanan dengan 3 miliar, menyumbangkan uang untuk mesjid sebesar 70 juta, naik haji ketiga kalinya seraya mentraktir 10 orang teman ke Mekkah, berjudi di Macau  sampai kalah USD 100.000 , atau hanya menyimpan uang beberapa miliar di bank seraya menunggui bunga sekian persen?. Daftar itu bisa diperpanjang. Dan bersama itu, kesalahan kita kian jelas.

Inilah daftarnya, meskipun tak lengkap: karena orang kaya, para tetangga berlebih  yang tak pernah mengulurkan bantuan ke rumah orang miskin, karena  President hanya memikirkan GNP dan statistic  , karena pejabat di executive, yudikative,legislative  yang menggerogoti APBN yang selalu difisit, karena wartawan-wartawan  yang menerima suap dari  penguasa  atau pejabat dan sebab itu lalai untuk menceritakan putus asa di kekumuhan itu kepada publik, juga karena para wakil rakyat yang setelah beranjangsana ke luar negeri dengan uang ribuan dolar, tak menegur kepala daerah yang tak banyak berbuat. Kita  tambah bersalah bila kita tak tahu itu. Apalagi berpura-pura tidak tahu bahwa kenaikan harga BBM akan membuat simiskin semakin lemah untuk menjangkau kebutuhannya.

Anda  akan berkata, tentu, “Ah, apa hubungan dengan saya!” Anda akan bertanya kenapa anda  disangkutkan ke dalam “salah”. Maaf, beribu-ribu maaf. Saya punya bahasa yang kasar kali ini: jika kita tidak tahu, jika kita tidak merasa bersalah karena kematian di Bojongsari  itu, jika kita merasa tak berurusan dengan  Herawati dan Andika  yang putus asa, itu berarti kita dungu atau tak punya hati. Anda  tahu bahwa sebuah kota, sebuah negeri, bukanlah tempat yang selama-lamanya longgar, dengan kekayaan yang berlimpah-ruah. Tak ada bagian dunia yang bebas dari kelangkaan dan kekurangan; itulah sebabnya ekonomi terjadi: orang berproduksi terus, tukar-menukar tak henti-henti. Dan jika kita berbicara tentang Indonesia, kita akan lebih tahu apa artinya kelangkaan dan kekurangan itu. Bahkan kita akan tahu apa yang ada di baliknya: kekayaan yang begitu timpang, kesempatan yang begitu selisih. Dari sini  anda tahu apa yang menyebabkan seorang ibu putus asa dalam kemiskinan.

Mereka itu yang benar mengalami: kota begini sempit. Tiap jengkal yang kita miliki berarti tiap jengkal yang tak dimiliki orang lain. Saya kira itulah yang traumatis dalam sebuah masyarakat–apalagi masyarakat ini. Ada seorang yang mengatakan bahwa pada saat seseorang memaklumkan, “Inilah tempatku di bawah cahaya matahari,” itulah bermula perebutan tak sah seluruh muka bumi. “Kematian orang lain memanggilku untuk ditanyai,” kata Emannuel Levinas, “seakan-akan, karena sikap acuh tak acuh yang mungkin aku ambil kelak, aku bersekongkol dengan kematian yang dihadapkan kepada orang lain, kematian yang tak dapat diketahuinya.

Kita bersalah, tapi harus saya tambahkan memang kesalahan kita lebih besar ketimbang  para mahasiswa muda belia walau tak mampu memberi namun tak henti berteriak didepan penguasa ,  berkata lantang tentang  keadilan untuk mereka yang miskin. Mereka tahu apa dibalik kemiskinan bahwa KORUPSI harus dihentikan. Mereka lebih tahu ketimbang para ulama yang hidup nyaman dikawasan real estate dan tak mau datang berceramah tanpa dibayar. Mereka lebih baik ketimbang kita yang hanya sibuk berdiskusi dicafe sambil berbisik bisik. Mereka lebih baik dari kita walau mereka tetap kalah dan dikalahkan oleh penguasa yang zholim.  Namun suara mereka , memaksa kita untuk tidak pura pura tidak tahu, mengingatkan kita tentang apa yang disebut oleh Allah dalam Surat Al Maun tentang pendusta agama, juga mengingatkan penguasa yang inkar akan amanat UUD 45 pasal 34.

Herawati dan Andika , telah tiada menambah daftar panjang korban akibat kemiskinan. Hari-hari yang sudah cacat, memang. Herawati dan Andika memang bukan siapa siapa sampai kita mencintainya, mereka  juga bukan siapa siapa sampai kita peduli.  Tapi apa hendak dikata, kenaikan harga BBM akan memicu kenaikan harga sembilan bahan pokok, tentu bertambah  banyak yang akan senasip dengan Herawati dan Andika , mereka miskin harta juga miskin cinta  dari kita , dari pemimpin yang culas dan korup.

Wednesday, March 07, 2012

Merubah attitude

Ketika dalam perjalanan pulang, sahabat saya menelphone untuk bertemu dengan saya. Kebetulan dia usai menghadiri pertemuan Venture Capital. Excellence is not a skill. It is an attitude, katanya mengawali ketika kami berdialogh. Saya dapat pahami karena keberhasilannya sebagai CEO venture capital berkelas dunia berkat kemampuannya membangun hubungan dengan mitranya lewat sikap mental yang positip. Menurutnya semua orang ketika melihat uang , dia bisa berubah menjadi apa saja agar dapat meraih uang. Lembaga Venture Capital dipandang sebagai lembaga charity yang bisa membuat impian mereka menjadi kenyataan. Karena assessment projet berbeda dengan perbankan. Namun yang paling menentukan dalam business venture bukanlah technology yang dibawa, skill dari pemrakarsa yang hebat tapi ditentukan oleh attitude dari pemrakarsa  Bagaimana mengetahui attitude mereka itu ? tanya saya. Jangan biarkan kita menguasai pembicaraan. Jadilah pendengar yang baik pada setiap pertanyaan yang diajukan.. Dari dialogh informal ini, kita akan dapat mengetahui dengan pasti attitude calon venture itu. Sikap patience, sinceriry , eternity , passion , humble  akan tergambar dengan jelas.

Lantas bagaimana cara efektif untuk mempunyai attitude positive. Tanya saya. Menurutnya bila kita tidak menginginkan sesuatu maka rubahlah. Namun bila kita tidak bisa merubahnya maka rubahlah diri kita sendiri. Cara merubah diri kita yang paling efektif adalah mulailah mendoakan orang lain , siapapun dia. Ketika kita berdoa kita sedang berada pada puncak spiritual tertinggi. Suatu keyakinan akan kekuatan diluar diri kita namun tak jauh dari diri kita sendiri. DIA-lah Tuhan Yang Maha Agung. Doa adalah prosesi ketika kita sedang berdialogh dengan pemilik cinta dan pencipta Cinta.Saya tertegun dengan kata katanya. Dimana dia mempunyai kiat dengan cara berdoa untuk orang lain.When you pray for anyone you tend to modify your personal attitude toward him.

Seusai sholat saya berusaha berdoa, kata saya. Doa pertama saya teruntuk Rasul , para sahabatnya serta keluarganya. Terbayang akan segala kemulian Rasul dan keagungannya dalam menyampaikan risalah Allah. Rasa terimakasih terucapkan dan kerinduanpun datang. Kemudian, doa saya panjatkan untuk kedua orang tua, Tak ada yang terbayang kecuali pengorbanan agung kedua manusia terbaik setelah Rasul, yang berkorban tanpa syarat untuk anak manusia yang diamanahkan kepadanya. Rasa terimakasih tak bertepi membuncah dan berharap Allah memberikan rahmat sebaik baiknya untuk kedua orang tua saya. Kemudian ,  untuk istri dan anak anak saya. Terbayang akan tanggung jawab yang begitu besar dibebankan Allah kepada saya, sebagai suami, ayah. Pada moment ini saya takut lalai dari tanggung jawab. Berusaha untuk mengingat kesalahan saya dan berusaha mencari kebijakan terhadap segala sikap istri dan anak anak saya. Demikian doa terlantunkan.

Setelah itu, saya akan mengingat orang orang terdekat saya, Mereka adalah sahabat , sanak family yang dekat maupun jauh.  Tak mungkin disebut satu satu. Namun entah kenapa ketika doa terpanjatkan, sekelebat terbayang tentang sahabat yang mungkin membuat saya kecewa atau membuat saya kagum. Yang membuat saya kecewa, saya berdoa agar dia berubah dan sayapun memohon kekuatan dari Allah agar saya juga bisa bersikap bijak atas kekecewaan yang saya rasakan. Bila kagum yang datang , doa saya agar dia tetap sehat dan dimudahkan rezekinya, juga berharap saya dapat hikmah dari kehadirannya dekat saya. Ada juga sanak family yang lama tak bersua, seketika teringat begitu saja ketika berdoa. Sayapun mendoakan agar dia sehat serta dalam lindungan Allah. Dalam doa itu membuat saya merasakan kerinduan untuk bersua dengannya dalam jalinan kekeluargaan untuk saling menyapa dan memperhatikan. 

Tak lupa saya mendoakan bangsa dan negara saya namun yang terbayang adalah sejauh apa yang telah saya perbuat untuk bangsa dan negara saya, kepada kaum mulismin dan muslimat. Doa ini menggiring saya untuk rendah dihadapan Allah dan malu berkeluh kesah karena kebobrokan aparat negara. Saya hanya inginkan agar saya bisa berbuat untuk  negara dan bangsa, berharap kesempatan berbuat lebih karena itu. Dalam doa juga saya tentu berharap agar Allah memudahkan segala urusan saya. Namun ketika doa tersebutkan, yang terbayang adalah bagaimana sikap saya yang belum bijak melihat persoalan.Belum bisa bersikap jujur dengan keadaan saya. Belum bisa sabar dengan waktu.  Maka ada rasa malu kepada Allah mengharapkan keajaiban kecuali berharap agar Allah menunjukan jalan yang lurus dan tetap memberikan kekuatan saya untuk istiqamah dijalan yang benar. Berharap agar saya kuat ketika lemah,  saya istiqamah kita ragu, saya ikhlas dengan waktu dan situasi. Akhirnya tak ada lagi doa yang lebih baik kecuali berharap agar Allah memberikan kesalamatan dunia maupun akhirat. Apapun yang terjadi , terjadilah selagi itu dalam bimbingan Allah, dalam ridho Allah.

Teman itu tersenyum menatap saya. Benarlah adanya. Demikian katanya. Bahwa ketika kita berdoa kepada Tuhan sebetulnya bukanlah komunikasi satu arah tapi komunikasi dua arah antara kita dengan Tuhan. Tuhan hadir dalam diri kita. Ketika kita memohon kepada Tuhan pada waktu bersamaan Tuhanpun mengingatkan kita tentang kelemahan kita, kelalaian kita, kesombongan kita, ketidak jujuran kita, kemalasan kita, kerakusan kita, kebodohan kita, kekikiran kita, Tanpa disadari proses doa itu adalah ajang intropeksi kita dihadapan Tuhan untuk mengingatkan kita agar  berubah menjadi sempurna. Ya bila doa dilakukan setiap hari , setiap hari kita sedang mengadili diri kita sendiri. Secara kejiwaan kita cenderung untuk berjuang , untuk berubah lebih baik maka tentu doa permohonan itu akan terkabulkan dengan sendirinya sebagai sebuah sunattullah.

Friday, March 02, 2012

Kejujuran

Prinsip kepemimpinan itu adalah kejujuran. Kata teman saya. Menurutnya ada keteladanan agung dari Muhammad SAW, Rasul Allah. Sebelum  beliau diangkat sebagai Rasul pada usia 40 tahun, terlebih dahulu beliau sudah digelari oleh kaumnya sebagai Al-Amin. Artinya orang yang bisa dipercaya dan selalu menjaga amanah. BIla orang jujur maka dia akan amanah. Bila dia amanah maka hanya kebenaran yang keluar darinya. Bila kebenaran yang tampak maka hanya kebaikan yang akan ditebar kepada orang sekitarnya. Otomatis keadilan akan tegak. Itu true leader. Allah mengajarkan kita bagaimana memilih pemimpin. Sebagaimana nasihat dari Iman Besar Ja’far Ash-Shadiq bahwa Janganlah engkau melihat kualitas diri seseorang itu dari panjang rukuk dan sujudnya, tetapi lihatlah dari kejujuran dan kesetiaan dalam menjalankan amanah. Rasul memiliki qualifikasi itu semua sebagai pemimpin umat. Ini teladan kita.

Demikian pentingnya makna kejujuran dan amanah bagi seorang pemimpin. Keberadaannya bersanding erat dengan kedudukan para Nabi, syuhada, orang shaleh. Mereka yang diberi amanah oleh orang banyak sebagai pemimpin entah itu yang berada di executive, legislative, yudicative, pada diri mereka harus melekat erat sifat shadiqin. Bila mereka bersikap seperti itu maka inilah sabda Rasul “ Nanti yang paling dekat denganku pada hari kiamat adalah kalian yang paling jujur dalam berbicara, paling setia dalam menjalankan amanah, paling menepati janji, paling bagus akhlaknya, dan paling khidmat kepada manusia” Ya,seharusnya , siapapun kita adalah pemimpin dan setiap pemimpin juga seharusnya memiliki sifat shadiqin. Demikian kata teman itu. Saya terhenyak.

Bagaimana dengan anggota dewan yang juga petiggi partai dengan santainya bicara dihadapan hakim tentang kenyataan yang diingkarinya. Apakah hakim menerima kesaksiannya diketahui oleh public adalah dusta ataukah hakim akan menolaknya ? kita tidak tahu. Yang pasti, dihadapan public ada tontonan secara vulgar tentang kebohongan dan itu terjadi dilembaga dimana keadilan akan ditegakkan. Keliatannya teman itu malas membahas apa yang sedang terjadi. Mengapa ? menurutnya anggota dewan adalah orang yang kita pilih dan mereka bagian dari system kepemimpinan negeri ini. Mereka tidak jujur karena ketika kita memilihnya juga kita tidak jujur dengan hati nurani kita.  Kita lebih tertarik dengan pencitraan dan iklan tanpa kita memperhatikan rekam jejak calon pemimpin itu. Disamping itu kita lupa bahwa pemimpin itu tidak hanya berbekal skill dan titel kesarjanaan saja tapi juga akhlak. Akhlak yang paling utama bagi seorang pemimpin adalah kejujuran.

Saya bingung karena dia nampak ingin membela anggota dewan yang terkesan melakukan kebohongan public dihadapan hakim. Mengapa ? Dia mengatakan bahwa inilah letak persoalan bangsa kita. Hanya pandai marah dan kecewa tanpa sadar mereka juga bagian dari kesalahan itu. Harusnya semakin terungkap kebohongan demi kebohongan para pemimpin semakin kita sadar akan perlunya akhlak Islam. Akibat kebohongan para pemimpin memang telah terjadi kezoliman secara sistematis dalam bentuk korupsi yang tak mudah dibasmi. Korupsi adalah efek dari ketidak jujuran para pemimpin. Efek dari tidak adanya rasa tanggung jawab akan amanah. Menurutnya, ini penyakit sosial akibat masyarakat yang sakit. Kalau ingin perubahan maka mulailah bersikap jujur kepada lingkungan keluarga terdekat, kemudian kepada sahabat, handai tolan serta masyarakat. Be true to your work, your word, your friend.

Diakhir dialogh, teman itu berkata ,
 mari renungkan hadith ini ,"Apabila amanah telah disia-siakan, maka tunggulah hari kiamat!” Apa yang dimaksud dengan mensia-siakan amanah.  Rasulullah bersabda,"Apabila suatu perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah hari kiamat!" So, jadi menurutnya, bila kita inginkan amanah itu diberikan kepada orang yang tepat maka pilihlah  dia karena keahliannya. Ahli disini bukan hanya dimaksud dengan skill atau knowledge tapi ahli ibadah, dimana kejujuran dan amanah terbukti menyatu dalam kata dan perbuatan. Salah memilih maka kita juga ikut bertanggung jawab terhadap pilihan kita. Masyarakat yang baik akan melahirkan pemimpin yang baik. Pemimpin yang baik akan memakmurkan masyarakat, membawa yang salah kepada kebenaran, membawa  yang gelap kepada terang benderang.

Ya, semua kembali kepada diri kita sendiri.Bisahkan kita bersikap jujur dan amanah. Bila ini menjadi budaya maka tentu pemimpin yang jujur dan amanah akan datang dengan sendirinya.

Thursday, March 01, 2012

Konsep memberi ?

Anda boleh bicara apa saja soal program pembangunan , termasuk idealism anda tapi tidak ada artinya dihadapan rakyat. Pada akhirnya yang dihormati rakyat adalah siapa yang bisa member mereka uang disaat mereka sangat membutuhkannya. Itulah kata kunci kalau ingin menjadi pemenang dalam putaran pemilu atau pilkada. Sebagai orang lapangan, saya tahu précis berapa harga per kapala pemilik disetiap daerah. Dari situlah anggaran kampanye dibuat dan akhirnya menjadikan rakyat seperti kerbau di tusuk hidupnya ketika berada dibilik suara. Kira kira seperti itu kata teman saya yang juga salah satu Pimpinan Partai. Saya sempat tersentak dengan kata katanya. Karena ini ungkapkan jujur dari politisi lapangan yang tahu précis bagaimana menjadi pemenang. Itulah sebabnya tokoh agama tidak laku dijual, pencipta socialism tidak laku dijual, pendukung pancasila tidak laku dijual. Ini era semua ada harga dan instant.

Namun saya tidak akan membahas soal politik. Saya ingin membahas dari perspektif “ memberi”. Saya tidak tahu apakah ini hanya berlaku di Indonesia. Yang pasti , orang Indonesia, siapapun dia, akan mudah sekali larut dalam emosinya ketika ada orang lain datang memberinya. Serta merta orang yang memberi itu akan dianggapnya sebagai dewa penolong. Dia akan dipuji dan dilupakan semua kesalahannya. Bahkan  pihak pemberi akan didengar apa katanya dan dihormati secara berlebihan. Seperti bila ada sengketa maka  perdamaian diaktualkan dalam bentuk pemberian. Urusan selesai. Para pejabat tidak bisa bersikap tegas bila ada pengusaha yang begitu royal memberi. Tak ada sedikitpun curiga bahwa pengusaha itu akan memanfaatkannya. Ketika dia menerima pemberian maka secara otomatis sebagian jiwanya sudah tergadaikan kepada pihak pemberi.

Tanpa disadari sikap memberi tidak lagi melulu didasarkan oleh keikhlasan tanpa kondisi. Memberi sudah menjadi seni tersendiri untuk menguasai situasi. Bagi pengusaha , memberi dan melayani sepuh hati keinginan pejabat adalah seni untuk membeli jiwa pejabat. Ini disebut suap dan korupsi. Para politisi memberi uang receh kepada rakyat adalah seni untuk mendapatkan suara. Ini disebut money politic.. Para pria memberikan hadiah kepada wanita sebagai seni menguasai wanita, ini disebut pelacuran. Bahkan dalam dakwah sebagian ustandz menjadikan pemberian pengetahuan agama sebagai seni  mendapatkan uang dan terkenal layaknya selebritis. Ini disebut menjual ayat Allah. Ya seni memberi sudah menjadi budaya akhir zaman. Semuanya berujung pada satu philosophy, “ nothing to free lunch. Tidak ada yang gratis. Tentu pasti tidak ada yang disebut dengan ikhlas.

Ini seni capitalism! Memberi pun menjadi bagian dari seni berkompetisi. Ketika orang memberi, tidak membuat dirinya bahagia tapi justru membuat dia cemas. Cemas karena takut pemberiannya tidak menghasilkan apa yang diharapkannya. Pengusaha merasa cemas ketika memberi karena takut pemberiannya kalah besar dibandingkan pengusaha lain yang ingin menguasai pejabat itu. Politisi mereka kawatir ketika memberikan bantuan langsung kepada rakyat karena kawatir pesaingnya dari partai lain memberi lebih dari itu. Akibatnya, maka memberi bukan hanya menjadi sebuah seni tapi juga menjadi sebuah kalkulasi. Ketika ia menjadi sebuah kalkulasi maka strategi dan taktik juga di gelar. Pada moment ini, kepentingan yang diberi tidak lagi dilihat tapi kepentingan pemberi diatas segala galanya.

Jangan kaget bila pada akhirnya sesama pemberi bekerja sama untuk menjadikan sang diberi sebagai pencundang.  Mengapa ? hokum capitalism mengenal apa yang disebut dengan berkorban sekecil kecilnya dengan manfaat sebesar besarnya. Semakin kuat jalinan kerjasama antar sesama pemberi semakin kuat daya cangkramnya kepada pihak yang diberi. Memang dahysat sekali pengaruh buruk akibat memberi tidak ikhlas. Karena pemberian ini tak ubahnya senjata tajam dalam bentuk intimidasi mental kepada mereka yang membutuhkan uang. Bagi pejabat kebutuhan uang karena keinginan yang tak terpuaskan. Bagi rakyat kecil, kebutuhan uang karena tuntutan kebutuhan dasar untuk hidup. Namun keduanya terjebak oleh situasi dan kondisi akan keinginan atau kebutuhan.

Itulah sebabnya Allah menggaris bawahi konsep memberi atas dasar keikhlasan. ”Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat. Maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.” (Al-Baqarah [2]: 265). Ikhlas berarti tanpa syarat kecuali mengharapkan keridhoan Allah. Keikhlasan itu hanya dapat dirasakan nikmatnya oleh manusia itu sendiri. Karena ini merupakan hubungan batin antara manusia dengan Tuhannya. Ia kuat teramat kuat tanpa bergantung apapun karena dia dekat kepada Allah dan cinta akan Allah. Orang yang ikhlas memberi, dia akan sehat lahir batin. Adakah nikmat lebih hebat didunia ini selain sehat lahir dan batin ? 

Sunday, February 26, 2012

Hati yang lembut

Kemarin saya ikut antrian pendaftaran E-KTP.  Cukup lama antrian itu. Dari jam 2 sampai jam 6 sore.  Ketika  antrian itu saya menerima telp dari sahabat saya. Dia mengundang saya untuk hadir dalam acara pernikahan putrinya di Riau.  Dengan suka cita saya menyambut undangan itu dan insya Allah saya akan datang. Sahabat ini bercerita bahwa calon menantunya bukanlah orang kaya tapi pria yang sholeh. Lantas bagaimana dia mengetahui bahwa pria calon menantunya itu sholeh,tanya saya. Menurutnya sangat sederhana bahwa pria calon menantunya itu sangat berbakti kepada ibunya. Ayahnya sudah meninggal namun kecintaannya kepada ibunya yang buta , sangat luar biasa.  Pria calon mantunya itu mempunyai saudara lima orang namun hanya dia yang sangat bertanggung jawab kepada ibunya. Walau dia bukanlah orang kaya namun tidak mengurangi cinta kasihnya merawat ibunya. Menurut teman saya itu, bila anak sangat mencintai orang tuanya dan ikhlas berkorban maka itu tanda hatinya lembut. Dia adalah calon suami yang pantas ditumpangi.

Manusia  beda dengan binatang. BIla binatang terjalin cinta dalam waktu yang singkat namun  manusia ,  hubungan kasih sayang orang tua dan anak akan terus berlanjut. Bahkan sampai orang tua meninggal kewajiban anak tetap ada tanpa terputus. Seorang laki-laki dari Bani Salimah datang dan bertanya kepada baginda SAW. "Ya Rasulullah, adakah sesuatu kebaikan yang masih dapat aku lakukan terhadap  ibu bapakku yang keduanya sudah meninggal dunia? Rasulullah menjawab: "Ada, yaitu: Menshalatkan jenazahnya, memintakan ampun baginya, menunaikan janjinya, meneruskan silaturrahimnya dan memuliakan sahabatnya." (HR. Abu Daud).  Dari sabda Rasul ini, cinta kasih kepada orang tua tidak hanya kepada orang tua saja tapi juga kepada orang orang terdekat dari orang tua yaitu sahabat, kerabat adalah bagian dari tanggung jawab anak untuk menjaganya dan mencintainya.  Tanggung jawab untuk mencintai ini tidak hanya terbatas ketika orang tua masih hidup tapi terus tiada henti.

Ya, mungkin banyak diantara kita yang merasa tanggung jawab dan kasih sayang kepada orang tua sebatas mulut. Namun ketika diminta berkorban , misal orang tua sakit, atau butuh bantuan, kita tidak bersegera membantu dan berkorban. Kita berharap kepada kakak atau adik atau keluarga ibu  untuk membantu lebih dulu atau mengirim orang tua ke Panti Jompo.  Padahal 
"Keridhaan Allah ada pada keridhaan orang tua. Dan kemarahan Allah ada pada kemarahan orang tua." (HR. Tirmidzi).  Atau ada keluarga besar ibu / ayah kita seperti paman, tante, sepupu yang butuh pertolongan , kita berkerut kening untuk membantu. Kasih sayang hanya nampak dalam tegur sapa tapi tidak dalam bentuk berkorban. Kita hanya peduli kepada diri kita dan keluarga kita sendiri. Dan bila kepada keluarga orang tua kita tidak peduli bagaimana empati kita akan terbangun untuk orang lain? Hampir tidak mungkin akan terjadi. Inilah akibat hati tidak lembut. Saya rasa manusia seperti ini bukan manusia yang dimaksud Allah sebagai khalifah dimuka bumi. Dia tidak ubahnya dengan binatang.

Jadi apa yang dikatakan oleh sahabat saya tentang calon menantunya adalah pria yang baik dan berhati lembut karena dia mencintai ibunya , benarlah adanya. Tentu dia akan menjadi pria yang sholeh. Kecintaannya kepada ibunya juga adalah kecintaanya kepada siapa saja yang dekat dengan ibunya. Pria seperti ini terlatih untuk senantiasa menjaga hatinya dengan cinta dan kasih sayang. Bila kelak dia beristri maka dia akan mendidik keluarganya untuk melakukan hal yang sama seperti apa yang dia perbuat kepada orang terdekat dengannya.  Dapat dibayangkan bagaimana kelak rumah tangga itu terbangun bila sang suami yang pandai menjalin hubungan kepada keluarganya tentu akan pandai pula menjaga hubungan kasih sayang kepada keluarga istri.  Hubungan kasih sayang itu tidak hanya terbatas pada ungkapan sapa tapi juga keikhlasan untuk berkorban. Tentu rumah tangga itu akan menjadi cahaya bagi keluarga besar. Menjadi perekat dan pendamai bagi semua. 

Suasana seperti inilah yang inginkan oleh Rasul terhadap umatnya. Dari hubungan kasih sayang antara orang tua dan anak , berlanjut kepada hubungan kasih sayang antara keluarga besar dan terus berlanjut dengan keluarga istri. Bila semua itu menjadi bagian dari platform keluarga muslim maka dipastikan kehidupan akan damat sejahtera. Karena pada akhirnya semua kita adalah bersaudara untuk saling menjaga dan mencintai , berkorban untuk itu.

Friday, February 24, 2012

Sukakah kamu....

Ketika di Bandara kebarangkatan Bandar Lampung saya bertemu dengan seseorang kenalan. Kami berbicara tentang banyak hal sambil menunggu keberangkatan pesawat ke Jakarta. Apa yang menarik dari pembicara ini adalah ketika dia mengatakan kepada saya bahwa hidup ini tidak sulit dan sangat mudah. Saya bingung karena dia berkata begitu santainya tentang sesuatu bagi orang kebanyakan bahwa hidup adalah misteri. Karena misteri maka ia bukanlah sesuatu yang mudah. Harus diperjuangkan dengan all at cost. Menurut dia hidup bukanlah misteri. Kehidupan ini sesuatu yang nyata dan pasti.  Bahwa dunia hanyalah tempat persinggahan untuk menuju perjalanan panjang.  Kalau kita berbicara tentang perjalanan waktu kehidupan kita maka dunia adalah hari ini, Alam rahim adalah masa lalu kita, dan masa depan kita ada di akhirat. Kita tidak bisa kembali kemasa lalu kita. Masa lalu berhubungan dengan hari ini dan hari ini menentukan masa depan. Kehidupan sesungguhnya ada dimasa depan.

Saya masih bingung dengan kata katanya bahwa hidup bukanlah misteri. Bagaimana kamu bisa berkata sepeti itu,Tanya saya. Dia membacakan firman Allah : Wahai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih  QS. ash-Shaff (61) : 9. Apa perniagaan itu tanya saya?  (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya, (QS. ash-Shaff (61) : 10)  Dan apa jaminan Allah tanya saya ? niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga Adn. Itulah keberuntungan yang besar. (QS. ash-Shaff (61) : 11.  ).  Camkanlah firman Allah itu, apakah kehidupan ini misteri ? tentu tidak. Karena Allah telah menyibak rahasia masa depan kepada kita dan sekaligus memberi tahu bagaimana melewatinya.

Camkanlah firman Allah itu, diawali dengan kalimant yang sangat santun, “sukakah kamu “ tidak ada kesan perintah. Seruan yang datang dari kemaha kasih sayang Allah yang berdiri diatas kekuasaanNYA yang tak tertandingi. Allah berbicara kepada makhluk ciptaannya dengan kata kata “sukakah kamu”. Subhanallah. Kenalan itu berlinang airmata ketika mengulang kalimat “sukakah kamu”. Saya ikut larut dalam emosi haru. Saya merasa bersalah dalam sesal tak bertepi akibat pencerahan singkat dari seorang kenalan yang bertemu di Bandara.  Betapa tidak. Selama ini saya masih selalu berpikir untung rugi bila harus berkorban harta. Apalagi soal jiwa tentu tak pernah terpikirkan oleh saya. Padahal ketika saya berkorban karena Allah dengan harta dan jiwa saya sebetulnya saya sedang mendobrak kungkungan kehidupan yang saya anggap misteri. Tidak ada misteri bagi orang yang ikhlas berjihad dijalan Allah. Itulah yang dimaksud dengan keimanan

Saya tertegun dengan firman Allah yang disampaikannya kepada saya.  Benarlah kehidupan didunia adalah masa kini. Di masa kini itu , Allah memberi kita jalan terang untuk sampai dimasa depan dengan keberuntungan. Caranya sederhana, yaitu beriman kepada Allah dan Rasul serta ikhlas berjihad dijalan Allah dengan harta maupun jiwa. Jadi benarlah bahwa tugas kita dihadirkan Allah kedunia tak lain hanya untuk melaksanakan perintah Allah dengan mengorbankan segala apa yang kita punya. Karena semua yang kita punya adalah milik Allah. Masalahnya apakah kita ikhlas berkorban untuk sesuatu yang bukan milik kita.  Tentu hanya orang bebal alias tidak cerdas yang merasa bangga akan segala apa yang dimilikimya hingga malas berkorban. Mereka dianggap sebagai pihak yang tidak beruntung atau merugi. 

Ketika terdengar  pengumuman penumpang dipersilahkan masuk kedalam pesawat, kami masuk dengan tertip kedalam pesawat. Kebetulan sekali, kenalan saya itu duduk berseberangan dengan tempat duduk saya. Terdengar berkali kali pramugari meminta agar semua penumpang mematikan HP demi keselamatan penumpang. Nampak semua penumpang secara otomatis bersegera mematikan hp nya. Kenalan itu berbisik dengan saya, didalam pesawat saja ada aturan untuk menjamin keselamatan. Semua orang patuh tanpa syarat. Karena sadar bahwa sinyal HP akan mengacaukan system navigasi pesawat. Samahalnya perbuatan dosa akan mengacaukan navigasi kita selamat sampai di akhirat. Anehnya untuk sesuatu yang pasti selamat menuju jalan pulang ke akhirat, manusia lebih banyak ragu dan tak peduli. Memang demi waktu kebanyakan kita termasuk orang yang merugi ., katanya.  

Saturday, February 18, 2012

Ingat mati...

Acap saya mendengar orang berkata bahwa acara memperingati orang yang sudah meninggal seperti nujuh hari, empat puluh hari, seratus hari dan seribu hari adalah bid’ah. Karena perbuatan ini tidak pernah dilakukan dizaman Rasul. Artinya menurut mereka bahwa segala sesuatu yang tidak Rasul kerjakan dan dikerjakan oleh kita maka itu bid’ah. Setiap bid’ah adalah sesat. Tapi bagi umat islam khususnya di Tanah Jawa, ini sudah lazim dilakukan. Saya tidak mau berdebat soal bid’ah ini. Karena ini sudah masuk wilayah ahli agama. Namun saya hanya bisa merenung untuk mendapatkan kebijakan hati soal ritual memperingati orang yang sudah meninggal. Memang kadang kegiatan ini terkesan dipaksakan bagi keluarga yang ditinggal dan umunya mereka harus berkorban untuk menyediakan makan bagi para undangan yang hadir dalam ritual itu. Mungkin bagi mereka yang berkecukupan harta, itu tidak ada masalah. Tapi bagaimana dengan mereka yang tidak berharta? Ini soal lain. Tapi saya tidak membahas soal ini.

Kehardiran Islam di tanah jawa disebarkan melalui para wali. Ketika para wali datang , mereka tidak merubah budaya yang tidak termasuk maksiat atau sirik. Disinilah kehebatan para ulama tempo dulu yang memadukan budaya local untuk beriteraksi dengan ajaran islam. Kalau orang minang menyebutnya adalah adat bersendi syara, syara bersendi kitabullah.  Agama berkata, adat memakai. Begitupula dengan orang jawa. Budaya mengingat para  kerabat keluarga yang sudah meninggal diluruskan sebagai cara smart mengingat mati lewat kegiatan nujuh hari , empat puluh hari, seratus hari dan seribu hari. Ini terselip hikmah yang sangat agung. Seorang penyair mengatakan :Wahai kawan, terus meneruslah anda ingat mati, karena lupa mati itu suatu kerugian besar. Bahkan dalam hadis Nabi Saw lebih tegas perintah ingat mati itu harus sering-sering dilakukan : “ Perbanyaklah ingat pemutus kelezatan hidup yang paling cepat , yaitu mati”. (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Ketika orang yang kita cintai meninggal, Tentu terasa separuh jiwa kita juga ikut terbawa mati. Kita berduka. Setelah tujuh hari dan berlalunya waktu mungkin kita sudah lupa tentang hakikat kematian namun datang empat puluh hari, kembali kita diingatkan. Setelah empat puluh hari mungkin kita kembali lupa dan sampai pada seratus hari kita kembali diingatkan. Begitu seterusnya mencapai seribu hari. Artinya dalam rentang waktu sampai seribu hari lewat budaya kita diingatkan akan sebuah kematian. Pada momen inilah agama mendidik bahwa manusia akan menemui ajalnya. Hanya soal waktu , itu akan terjadi. Tidak ada pelajaran terbaik didunia ini kecuali peristiwa kematian dari orang terdekat kita. Bahwa Siapa kita dan mau kemana kita setelah mati? Semua harus dipertanggung jawabkan dihadapan sang Khalik dan siapkah kita untuk itu.

Ingat mati merupakan pembelajaran kaya hikmah. Betapa tidak. Banyak contoh orang mati meninggalkan keceriaan bagi yang hidup. Apa pasal ? Karena ketika dia hidup menyusahkan orang lain.  Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya Amat buruk (Qs al-Maidah 62). Manusia-manusia semacam ini akan merusak tatanan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ada juga yang ketika dia mati membuat orang lain merasa kehilangan. Walau telah kian lama dia mati namun namanya masih abadi dihati orang lain. BIla baik yang ditinggalkan didunia maka kebaikan itu akan terpancar lebih besar lagi di akherat , mereka akan disambut malaikat yang suci dan dipersilakan bergabung dengan orang baik-baik. Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku. Masuklah ke dalam surga-Ku. (Qs al-Fajr)  

Ya benarlah kata orang bijak  bahwa lupa mati adala kerugian besar dalam hidup. Maka teruslah ingatlah setiap detik akan ajal, yang pasti datang namun kita tidak pernah tahu kapan datang. Terlambat sedetik berbuat baik maka benar benarlah kerugian bila saatnya datang tanpa persiapan cukup. Sebagaimana ditegaskan Rasulullah SAW dalam sebuah hadisnya. Ibnu Umar meriwayatkan, katanya : Aku pernah berada di tempat Rasulul-lah SAW lalu ada seorang sahabat Anshar datang dengan memberi salam, kemudian bertanya : Siapakah orang mukmin yang paling mulia ? Jawabnya : Orang yang paling baik akhlaknya. Orang tersebut bertanya lagi : Dan siapakah orang mukmin yang paling cerdas ? Jawabnya : Orang yang paling banyak ingat mati, dan yang paling bagus persiapannya untuk mati. Mereka itulah orang-orang yang paling cerdas. (HR Ibnu Majah).

Kualitas elite rendah..

  Dari diskusi dengan teman teman. Saya tahu pejabat dan elite kita   berniat baik untuk bangsa ini. Namun karena keterbatasan wawasan dan l...