Ada sebagian orang yang sangat antipati kalau diajak bicara soal Khilafah. Menurut mereka kalau khilafah berdiri akan menjadikan penduduk non muslin terintimidasi secara psikis. Kalau mereka tidak masuk islam maka mereka diwajibkan bayar pajak dan bila menentang aturan ini akan dibunuh. Hampir sebagian orang non muslim berpikiran seperti itu. Inipula yang membuat diskusi soal khilafah menjadi tendesius menyudutkan islam secara moral. Harus dicatat bahwa Islam tidak ada urusan orang mau beriman atau tidak. Itu urusan mereka dengan Allah. Tidak ada ketentuan dalam islam yang berbeda agama akan dibunuh bila khilafah berdiri. Menurut saya adanya persepsi negatit tentang islam yang anti pluralis adalah bagian dari kampanye meminggirkan islam. Orang awam yang tidak paham soal khilafah di cekokin perasaan takut akan kehadiran khilafah. Dan tentu akhirnya mengaburkan islam sebagai rahmatan lilalamin. Ini tantangan bagi siapa saja yang memperjuangkan tegaknya system khilafah didunia ini.
Yang harus dipahami bahwa islam itu rahmatan lilalamin. Tidak ada hukumnya bagi oang non islam tidak mendapat ruang di negara islam. Justru orang non islam mendapatkan perlindungan. Tentu mereka harus tunduk dengan sistem dan Undang Undang negara Islam, termasuk membayar fee (jizyah). Tapi ini bukan hanya berlaku bagi non islam, bagi penduduk beragama islam juga dikenakan ketentuan sama dimana diwajibkan membayar zakat. Lantas apa bedanya zakat dengan Jizyah ? zakat adalah suatu kewajiban bagi umat islam atas dasar keimanannya kepada Allah. Sementara Jizyah adalah ketentuan yang harus dibayar oleh penduduk non muslim yang berada di bawah sistem kekuasaan Islam. Yang harus dicatat bahwa ketentuan ini tidak bersifat zolim atau intimidasi. Ini ditentukan atas dasar konpesasi yang harus mereka bayar atas perlindungan yang diberikan oleh sistem kekuasaan Islam..
Disamping itu ketentuan Jizyah sangat adil. Dimana pungutan Jizyah tidak diwajibkan kepada wanita , anak anak, orang yang tidak waras ( gila) . Juga tidak diwajibkan kepada yang tidak mampu atau miskin. Jusru mereka yang miskin hidup dibawah ambang batas ketentuan jizyah mendapatkan bantuan dari khilafah ( negara ) akan kebutuhan hidupnya. Bandingkan dengan negara sekular. Yang mengharuskan siapa saja membayar pajak, Tidak peduli dia wanita , anak anak , atau orang gila, miskin atau kaya. Mau bukti ? itu Pajak Tidak Langsung seperti pajak penjualan, cukai dan bea berlaku bagi siapa saja yang beriterakasi dengan aktifitas kebutuhan barang maupun jasa. Pemberi jasa dan penghasil barang diberi hak oleh negara menjadi pemungut pajak tidak langsung ini. Bagi orang miskin dan tidak mampu, negara begitu banyak berdalih untuk membantunya dan kalaupun ada bantuan lebih banyak dikorup oleh sistem kekuasaan.
Lihatlah ketentuan tentang Jizyah, yang masuk kategori kaya ditetapkan 17 gram emas. Yang masuk kategori sedang (kelas menengah) ditetapkan 8,50 gram emas, Yang masuk kategori mampu, tetapi di bawah kelas menengah, ditetapkan 4,25 gram emas. Gimana ? apakah itu memberatkan ? ya tidak! Karena sangat rendah dibandingkan negara hukum sekular yang berdasarkan persentase. Juga harus dicatat, bahwa jizyah hanya dipungut sekali dalam setahun. Tapi kalau penduduk non muslim punya property yang bersifat produktif maka mereka diwajibkan membayar kharaj ( sewa atau bagi hasil SDA). Besarannyapun tidak ditetapkan secara sewenang wenang tapi atas dasar kesepakatan antara khilafah dan pemilik,yang dibayarkan setahun sekali. Namun setelah mereka membayar kharaj, tidak lagi dikenakan ketentuan pajak (dharîbah). Bandingkan dengan negara sekular, orang dikenakan pajak PBB, Retribusi PAD, Bagi Hasil SDA, dikenakan lagi Pajak Pembelian, cukai dan penghasilan. Benar benar pajak berganda.
Kalau orang non muslim dikenakan Kharaj, lantas orang muslim gimana ? ya orang muslim juga dikenakan ketentuan yang hampir sama. Yaitu zakat Mal ( harta ) dan zakat fitrah per kepala. Dan kadang dalam keadaan tertentu seperti negara dalam kadaan krisis anggaran maka khilafah dibenarkan pula untuk memungut pajak ( dharibah) kepada penduduk muslim yang qualified dipajaki. Semua penerimaan ( muslim dan non muslim ) itu dikelola dalam satu lembaga bernama Baitul Mal dan digunakan seluas luasnya untuk kemakmuran umat ( termasuk orang non islam ). Lembaga ini dikelola dengan sangat ketat dan transfarance sesuai ketentuan dari Allah dan Rasul. Karena dalam sistem kekuasaan islam, pemerintah (umarah ) juga adalah ulama, dan ulama juga adalah umarah maka pengelolaan itu melekat sebagai bentuk keyakinan ( keimanan ) kepada Allah, yang sadar sesadarnya akan ada pertanggungan jawab di akhrat. Jadi , benar benar sistem pengawasan lahir batin yang melekat.
Baitul Mal ini sebagai ujud dari sistem ekonomi islam yang sesungguhnya ( I=C+ Infak /sadakah/ zakat ). Bahwa setiap pendapatan ( income ) harus sama dengan konsumsi (consumption ) ditambah dengan Infak, sadakah, zakat. Konsumsi yang dimaksud bukanlah konsumsi yang tak terbatas ( unlimited ) tapi sangat terbatas ( very limited ) sebagai ujud dari larangan untuk berlebih lebihan. Sisanya digunakan untuk sharing sebagai ujud Tauhid yang mengharuskan ” dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat”. Jadi benar benar sistem sharing income yang terdistribusi secara efektif untuk tegaknya kebenaran, kebaikan dan keadilan.
Beda dengan sistem sekular ( I=C+S) dimana Pendapatan ( Income ) sama dengan konsumsi ( unlimited ) ditambah dengan tabungan. Karena sisa pendapatan setelah berkonsumsi diarahkan untuk menabung lewat sistem perbankan. Maka terbentuklan lembaga diluar negara yang mengelola uang berlebih untuk memperkaya orang pribadi. Sementara penerimaan pajak dari negara juga dikelola lewat sistem perbankan ( bank central ). Yang terikat dengan global moneter ribawi. ( pasar uang dan obligasi ). Jadi apapun dalilnya bank itu bukanlah sistem ekonomi islam.
Inilah dasar mengapa saya setuju dan mendukung khilafah. Karena saya hanya paham soal ekonomi dan tahu sedikit tentang keculasan ekonomi sekular maka dari segi ekonomilah sudut pandang saya soal khilafah. Bahwa islam itu adil dan rahmat bagi alam semesta.