Asumsi yang dikemukakan untuk melanjutkan program kerja tahun depanpun juga terasa realistis. Dimana menempatkan program penanggulangan kemiskinan dimasukkan dalam APBN. Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 6,3%, inflasi 6,5%, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia tiga bulan 8,5%, nilai tukar rupiah 9.300 per US$, dan harga minyak US$65, kita berharap penanggulangan kemiskinan bisa cepat dan tepat sasaran.
Saya hanya ingin menjawab sendiri satu pertanyaan bahwa apakah perlu upaya penanggulana kemiskinan membutuhkan jalan yang panjang dan berliku. Mengatasi kemiskinan tidak cukup dengan dana melalui APBN tapi lebih daripada itu adalah kesediaan Negara untuk menciptakan system pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Yang memungkinkan roda pemerintahan berjalan dengan efisien dan tepat sasaran. Berbagai program dan kebijakan bagi rakyat nampaknya selalu menjadi terhambat ketika masuk dalam wilayah kebijakan sektoral. Terlalu banyak kepentingan yang terlibat dan terkesan bertele tele. Padahal bila aparat pemerintah dapat menggunakan nuraninya serta belajar dari kesuksesan Negara lain membangun maka kebijakan itu bukan yang harus diperdebatkan.
Masalah kemiskinan adalah bukti gagalnya kebijakan negara. Apapun dalih yang disampaikan maka fakta Negara gagal melindungi rakyatnya. Hal ini disebabkan oleh mental dari pejabat Negara yang terlalu mengutamakan kepentingan pribadi, golongan dari pada kepentingan masyarakat banyak. Pejabat public terlalu ingin benar dan bila perlu secara hukum tak dapat diganggu kekuasaannya. Seperti yang tergambar betapa alotnya pembahasan tentang , aturan pedoman perilaku hakim yang dibuat Komisi Yudisial. Aturan yang isinya memuat apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan para hakim itu diabaikan begitu saja oleh Mahkamah Agung. Lembaga yudikatif tertinggi itu malah berjalan dengan pedomannya sendiri yang kontroversial--misalnya hakim boleh menerima hadiah--tanpa mengindahkan kritik masyarakat.
Hal yang sama terjadi pada sebagian besar pejabat kita saat menanggapi rencana perumusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Etika Penyelenggaraan Negara. Sebagian besar pejabat menolah RUU ini dan akibatnya RUU ini tidak pernah disyahkan menjadi UU sejak lima tahun lalu diusulkan..
Sebetulnya mengatasi kemiskinan tidak perlu menempuh “ jalan yang panjang. “. Masalah ini dapat diselesaikan dengan cepat. Karena Negara ini memiliki potensi yang besar untuk menjadi besar. Hanya mental penguasalah yang harus di benahi dengan cara revolusi. Dalam sebuah wawancara dengan jaringan televisi BBC-London, Jeffrey D Sachs, ekonom lulusan Universitas Harvard yang kini menjadi Direktur Earth Institute-Universitas Columbia, menunjukkan betapa korupsi di Asia sudah menjadi penghalang penting bagi penanggulangan kemiskinan. Sama dengan kemiskinan di Indonesia, korupsi harus ditanggulangi dengan cara-cara yang tidak biasa. Jadi bila penguasa negeri ini masih juga ingin menempuh cara biasa yang bertele tele untuk mengatasi kemiskinan maka tentulah benar apa yang disampaikan oleh president “ Jalan masih panjang….” . Semoga ditengah perjalanan itu rakyat masih bisa sabar, ya pak..….