Uang sebuah kata yang membuat dunia terbelah dan berkelas. First Class, economic class terbentuk dan manusia berjarak satu sama lain. Entah dari mana awalnya sehingga timbul pemikiran tentang bernama “uang”.Ketika dulu uang tidak dikenal, ada kewajaran berbicara tentang harga. Azas manfaat barang terukur dan juga azas kepuasan menjadi jelas. Karena alat tukar dalam bentuk benda nyata berupa “emas”. Tapi kini selembar kertas atau cek , membuat angka terbentuk. Ada aturan dan kelembagaan yang menyatakan itu adalah “alat tukar yang syah “. Di sudut selembar kertas ada juga tertulis “barang siapa memalsukan akan…” ada bentuk dan juga ancaman. Sehingga uang menjadi sacral. Yang membuat orang menjadikannya raja. Politik dan wanita bisa dibeli. Kepuasaan terukur dan punya nilai. Harapanpun disebut dalam bentuk “uang”. Singkatnya tanpa uang , tak ada nilai.
Uang adalah bentuk lain dari penjajahan manusia kepada manusia. Dia lahir karena sebuah legitimasi negara. Aturan dibuat dan systempun terbangun. Uangpun menjadi tak jelas lagi bentuknya. Ada pasar menukar barang dan kepuasan selembar nilai. Namun pada waktu bersamaan , aturan memenggal uang itu dalam bentuk pajak ini dan itu. Orangpun tak pernah tahu dan mungkin tak menyadari bila setiap tahun negara merampas nilai itu untuk alasan yang juga tidak dimengerti. Namannya inflasi sebagai bentuk lain perampokan secara sytematis negara kepada penduduknya. Semuanya syah saja. Apalagi orang pintar bicara untuk economic growth yang memang perlu inflasi. Entah mana yang benar. Tapi kenyataanya , setiap tahun uang semakin turun nilainya seiring semakin sulit mendapatkannya.
Bila dulu orang tidak mengenal uang. Orang hanya mengenal emas dan perak sebagai alat tukar. Ini menjadi sesuatu yang “private. Lepas dari kendali regulation governemnet tentang nilai kecuali interaksi “suka sama suka “ antara konsumen dan pedagang. Hari ini atau besok , tahun ini atau tahun depan , emas adalah emas. Nilai tukarnya selalu sama. Keadilan tercipta. Keharmonian terbangun. Jerih payah terukur dengan adil. Keseimbangan terjadi; tidak ada barang berlebih dan juga kurang. Tapi masa lalu telah lewat seiring dengan hasrat birahi rakus untuk memperdaya pasar dan produsen. Negara merakayasa sebuah nilai dan pasarpun termanifulasi sudah.Orangpun tidaklagi melihat produksi sebagai effort tapi kreativitas illusi sengaja dibentuk. Barangpun tidak lagi mencerminkan nilai nyata. Didalamnya ada ilusi. Branded dikampanyekan dan dihargai pula. System moneter dibentuk ,pasar derivative dan spekulasi uang menjamur.Uang bebas terbang melintasi antar benua. Namun tetap saja uang semakin jauh dari industri dan buruh...Lantas kemanakah sebuah hakiki ? tentu tenggelam dalam illusi.
Karena uangpun APBN menjadi tolok ukur pertumbuhan. Indek saham menjadi barometer economic growth. Angka angka terbentuk dalam catatan moneter. Para pejabat berkata dengan plamboyan tentang inflasi tanpa ada rasa berdosa sedikitpun. Padahahl itu hanyalan bentuk lain sebuah penindasan secara tidak langsung. Kumpulan orang yang berjuta juta jumlahnya , tidak akan paham itu semua. Mereka terjerat karena sebuah lambang bernama negara. Yang boleh berkata apapun tentang nilai sebuah uang. Lembaga Bank dilegalkan. Orang datang membawa uang untuk ditukar dengan selembar surat bernama Deposito. Hanya itu. Tapi ketika orang meminjam uang, orangpun harus menempatkan rumah dan tanah sebagai jaminan. Bukan selembar kertas ! seperti ketika dia menempatkan uang dibank. Sebuah fakta, legitimasi negara kepada sebuah lembaga membenarkan untuk menentukan harga dan kehormatan orang lain lewat gadai. Ketidak adilan memang sengaja diciptakan untuk menentukan siapa yang berhak. Makanya , arah uang berputar ,kemana perginya, berapa jumlahnya, tidak lagi berbicara tentang keadilan. Kecuali kepada sesuatu yang tak nampak atau dalam ruang remang remang dan bisik bisik. Itulah uang yang kita maknai…
Uang adalah bentuk lain dari penjajahan manusia kepada manusia. Dia lahir karena sebuah legitimasi negara. Aturan dibuat dan systempun terbangun. Uangpun menjadi tak jelas lagi bentuknya. Ada pasar menukar barang dan kepuasan selembar nilai. Namun pada waktu bersamaan , aturan memenggal uang itu dalam bentuk pajak ini dan itu. Orangpun tak pernah tahu dan mungkin tak menyadari bila setiap tahun negara merampas nilai itu untuk alasan yang juga tidak dimengerti. Namannya inflasi sebagai bentuk lain perampokan secara sytematis negara kepada penduduknya. Semuanya syah saja. Apalagi orang pintar bicara untuk economic growth yang memang perlu inflasi. Entah mana yang benar. Tapi kenyataanya , setiap tahun uang semakin turun nilainya seiring semakin sulit mendapatkannya.
Bila dulu orang tidak mengenal uang. Orang hanya mengenal emas dan perak sebagai alat tukar. Ini menjadi sesuatu yang “private. Lepas dari kendali regulation governemnet tentang nilai kecuali interaksi “suka sama suka “ antara konsumen dan pedagang. Hari ini atau besok , tahun ini atau tahun depan , emas adalah emas. Nilai tukarnya selalu sama. Keadilan tercipta. Keharmonian terbangun. Jerih payah terukur dengan adil. Keseimbangan terjadi; tidak ada barang berlebih dan juga kurang. Tapi masa lalu telah lewat seiring dengan hasrat birahi rakus untuk memperdaya pasar dan produsen. Negara merakayasa sebuah nilai dan pasarpun termanifulasi sudah.Orangpun tidaklagi melihat produksi sebagai effort tapi kreativitas illusi sengaja dibentuk. Barangpun tidak lagi mencerminkan nilai nyata. Didalamnya ada ilusi. Branded dikampanyekan dan dihargai pula. System moneter dibentuk ,pasar derivative dan spekulasi uang menjamur.Uang bebas terbang melintasi antar benua. Namun tetap saja uang semakin jauh dari industri dan buruh...Lantas kemanakah sebuah hakiki ? tentu tenggelam dalam illusi.
Karena uangpun APBN menjadi tolok ukur pertumbuhan. Indek saham menjadi barometer economic growth. Angka angka terbentuk dalam catatan moneter. Para pejabat berkata dengan plamboyan tentang inflasi tanpa ada rasa berdosa sedikitpun. Padahahl itu hanyalan bentuk lain sebuah penindasan secara tidak langsung. Kumpulan orang yang berjuta juta jumlahnya , tidak akan paham itu semua. Mereka terjerat karena sebuah lambang bernama negara. Yang boleh berkata apapun tentang nilai sebuah uang. Lembaga Bank dilegalkan. Orang datang membawa uang untuk ditukar dengan selembar surat bernama Deposito. Hanya itu. Tapi ketika orang meminjam uang, orangpun harus menempatkan rumah dan tanah sebagai jaminan. Bukan selembar kertas ! seperti ketika dia menempatkan uang dibank. Sebuah fakta, legitimasi negara kepada sebuah lembaga membenarkan untuk menentukan harga dan kehormatan orang lain lewat gadai. Ketidak adilan memang sengaja diciptakan untuk menentukan siapa yang berhak. Makanya , arah uang berputar ,kemana perginya, berapa jumlahnya, tidak lagi berbicara tentang keadilan. Kecuali kepada sesuatu yang tak nampak atau dalam ruang remang remang dan bisik bisik. Itulah uang yang kita maknai…