Dipesawat saya bertemu dengan orang asing yang hendak ke Hong Kong. Orang asing ini berasal dari Eropa. Punya business di Indonesia yang dirintisnya sejak 5 tahun lalu. Ketika saya tanya pendapatnya tentang perkembangan usahanya, dia menjawab bahwa business di Indonesia sangat menguntungkan. Indonesia merupakan pasar empuk untuk produk impor. Daya konsumsi masyarakat Indonesia diatas rata rata bangsa manapun. Saya tidak tanya apa usahanya di Indonesia. Namun saya dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksudnya dengan “masyakarakat Indonesia “ itu adalah kelompok orang kaya baru yang umumnya berada di Kota kota besar di Indonesia.
Hampir semua merek terkenal didunia ada dietalage di Mall Mall yang tumbuh bagai jamur dimusin hujan. Juga hampir semua makanan cepat saja saji dari luar negeri bertebaran dibanyak Mal dan selalu ramai dikunjungi oleh pembeli. Juga apartement mewah terus dibangun seakan tidak pernah kehabisan konsumen. Itulah mungkin gambaran potensi business yang dimanfaatkan oleh orang asing. Ya, memang orang asing lebih pandai memanfaatkan peluang daripada pemain local. Globalisasi mendulang untung bagi orang asing yang mampu memanfaatkan setiap kesempatan yang ada walau itu didapat dinegeri kita yang 90% dijerat oleh kemiskinan..
Hal tersebut memang merupakan penomena dalam system ekonomi negara kita. Karena laju pertumbuhan ekonomi memang dipacu melalui konsumsi. Sementara daya pemicu pertumbuhan dari ekport dan sector riel memang tidak bisa diandalkan. Banyak industri local yang tumbang karena alasan kalah bersaing dengan product dari china , lemahnya dukungan pembiayaan dari perbankan. Keliatannya department keuangan dan BI ikut mendorong terjadi pertumbuhan melalui konsumsi ini. Berdasarkan data bahwa konsumsi 10 persen rumah tangga terkaya (yang umumnya lebih banyak bermotifkan gaya hidup) terhadap total konsumsi nasional mencapai sekitar 30 persen. Ini menunjukkan perilaku konsumtif kelompok kaya juga menjadi penyumbang penting pertumbuhan. Sebagai perbandingan, kontribusi konsumsi 10 persen penduduk termiskin hanya 3,6 persen dari total konsumsi nasional
Bila ini dikemukakan kepada pemerintah maka jawabannya tidak akan memuaskan karena sebetulnya ekonomi kita terjebak dalam system neoliberal. Konsep ekonomi neoliberal , suka tidak suka sudah menjadi bagian yang tak bisa dihindari oleh pemerintah. Dimana ketimpangan redistribusi pendapatan memang harus diciptakan agar dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Dan ini pada gilirannya akan memberikan multiflier effect untuk mengurangi kesenjangan dan sekaligus menciptakan pemerataan. Atau istilah ekstrimnya kebijakan ini tidak mempercayai masyarakat miskin memperoleh redirstrinbusi pendapatan negara ( via subsidi barang/jasa ) yang dinilai hanyalah pemborosan. Pendapatan seperti suku bunga tabungan tinggi, facilitas pasar uang ,konsesi business , reduce tax policy itu harus diredistribusikan kepada orang kaya agar mereka mau melakukan kegiatan menabung dan investasi.
Tapi kenyataannya , keberhasilan makro ekonomi kita yang berpatokan dengan indicator pertumbuhan ekonomi yang tinggi, index pasar modal yang tinggi, konsolidasi fiscal yang mantap, tidak diikuti oleh keberhasilan disisi mikro seperti ; perbaikan indicator angka pengangguran dan tingkat kemiskinan. Perkembangan sector meneter tidak secara otomatis mencerminkan perkembangan sector riil. Bahkan tidak ada kaitan langsung antara sector riel dengan sector moneter. Pertumbuhan yang digambarkan hanya menghasilkan inflasi, penggelembungan nilai asset, semakin menyebarkan kemiskinan, semakin luasnya kesenjangan, serta menyerahkan natural resource kepada pemilik modal asing.
Dalam Islam , dimana produksi adalah menghasilkan manfaat guna tanpa ada nilai virtual /life style /branded menyertainya, yang akan dibayar oleh masyarakat sesuai dengan asas manfaat pula. Uang bukan alat komoditi tapi alat tukar yang adil. Asset bukan alat untuk meningkatkan nilai investasi tapi lebih kepada nilai manfaat. Pemupukan asset tanpa didasarkan nilai manfaat adalah mubazir atau haram. Bank tidak dibenarkan mendapatkan laba dari memanfaatkan kelemahan orang lain atas ketidak pastian masa depan. Masa depan harus menjadi beban bersama untuk dikelola dengan ikhlas atas segala ketidak pastian yang muncul. Penghasilan yang tidak bersumber dari proses beriktiar /bersyariat /kerja seperti bunga, judi/spekulasi adalah tidak dibenarkan. Akibatnya memaksa dana masuk dalam kegiatan investari riil yang akan memberikan kesempatan lapangan kerja serta usaha.. Pendapatan negara tidak melalui pajak tapi melalui zakat yang merupakan unsur penilaian yang adil terhadap nilai kekayaan ( bukan penghasilan ) dan suka rela melalui impaq, sadaqah atas dasar kasih sayang terhadap sesama.
Singkatnya dalam konsep ekonomi Islam, manusia bukan hanya sebagai objek social tapi dia juga sebagai object religius yang dinyatakan sebagai rahmatan lilamin. Inilah yang tidak pernah ada dalam system ekonomi social, kapitalis, komunis.. Yang pasti tidak ada satupun konsep ekonomi pemikiran manusia yang dapat mengalahkan konsep ekonomi yang dianjurkan oleh kitab mulia – AL Quran. Semoga kita termasuk orang yang mau berpikir dari rangkaian peristiwa yang sekarang dialami bangsa kita.
Hampir semua merek terkenal didunia ada dietalage di Mall Mall yang tumbuh bagai jamur dimusin hujan. Juga hampir semua makanan cepat saja saji dari luar negeri bertebaran dibanyak Mal dan selalu ramai dikunjungi oleh pembeli. Juga apartement mewah terus dibangun seakan tidak pernah kehabisan konsumen. Itulah mungkin gambaran potensi business yang dimanfaatkan oleh orang asing. Ya, memang orang asing lebih pandai memanfaatkan peluang daripada pemain local. Globalisasi mendulang untung bagi orang asing yang mampu memanfaatkan setiap kesempatan yang ada walau itu didapat dinegeri kita yang 90% dijerat oleh kemiskinan..
Hal tersebut memang merupakan penomena dalam system ekonomi negara kita. Karena laju pertumbuhan ekonomi memang dipacu melalui konsumsi. Sementara daya pemicu pertumbuhan dari ekport dan sector riel memang tidak bisa diandalkan. Banyak industri local yang tumbang karena alasan kalah bersaing dengan product dari china , lemahnya dukungan pembiayaan dari perbankan. Keliatannya department keuangan dan BI ikut mendorong terjadi pertumbuhan melalui konsumsi ini. Berdasarkan data bahwa konsumsi 10 persen rumah tangga terkaya (yang umumnya lebih banyak bermotifkan gaya hidup) terhadap total konsumsi nasional mencapai sekitar 30 persen. Ini menunjukkan perilaku konsumtif kelompok kaya juga menjadi penyumbang penting pertumbuhan. Sebagai perbandingan, kontribusi konsumsi 10 persen penduduk termiskin hanya 3,6 persen dari total konsumsi nasional
Bila ini dikemukakan kepada pemerintah maka jawabannya tidak akan memuaskan karena sebetulnya ekonomi kita terjebak dalam system neoliberal. Konsep ekonomi neoliberal , suka tidak suka sudah menjadi bagian yang tak bisa dihindari oleh pemerintah. Dimana ketimpangan redistribusi pendapatan memang harus diciptakan agar dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Dan ini pada gilirannya akan memberikan multiflier effect untuk mengurangi kesenjangan dan sekaligus menciptakan pemerataan. Atau istilah ekstrimnya kebijakan ini tidak mempercayai masyarakat miskin memperoleh redirstrinbusi pendapatan negara ( via subsidi barang/jasa ) yang dinilai hanyalah pemborosan. Pendapatan seperti suku bunga tabungan tinggi, facilitas pasar uang ,konsesi business , reduce tax policy itu harus diredistribusikan kepada orang kaya agar mereka mau melakukan kegiatan menabung dan investasi.
Tapi kenyataannya , keberhasilan makro ekonomi kita yang berpatokan dengan indicator pertumbuhan ekonomi yang tinggi, index pasar modal yang tinggi, konsolidasi fiscal yang mantap, tidak diikuti oleh keberhasilan disisi mikro seperti ; perbaikan indicator angka pengangguran dan tingkat kemiskinan. Perkembangan sector meneter tidak secara otomatis mencerminkan perkembangan sector riil. Bahkan tidak ada kaitan langsung antara sector riel dengan sector moneter. Pertumbuhan yang digambarkan hanya menghasilkan inflasi, penggelembungan nilai asset, semakin menyebarkan kemiskinan, semakin luasnya kesenjangan, serta menyerahkan natural resource kepada pemilik modal asing.
Dalam Islam , dimana produksi adalah menghasilkan manfaat guna tanpa ada nilai virtual /life style /branded menyertainya, yang akan dibayar oleh masyarakat sesuai dengan asas manfaat pula. Uang bukan alat komoditi tapi alat tukar yang adil. Asset bukan alat untuk meningkatkan nilai investasi tapi lebih kepada nilai manfaat. Pemupukan asset tanpa didasarkan nilai manfaat adalah mubazir atau haram. Bank tidak dibenarkan mendapatkan laba dari memanfaatkan kelemahan orang lain atas ketidak pastian masa depan. Masa depan harus menjadi beban bersama untuk dikelola dengan ikhlas atas segala ketidak pastian yang muncul. Penghasilan yang tidak bersumber dari proses beriktiar /bersyariat /kerja seperti bunga, judi/spekulasi adalah tidak dibenarkan. Akibatnya memaksa dana masuk dalam kegiatan investari riil yang akan memberikan kesempatan lapangan kerja serta usaha.. Pendapatan negara tidak melalui pajak tapi melalui zakat yang merupakan unsur penilaian yang adil terhadap nilai kekayaan ( bukan penghasilan ) dan suka rela melalui impaq, sadaqah atas dasar kasih sayang terhadap sesama.
Singkatnya dalam konsep ekonomi Islam, manusia bukan hanya sebagai objek social tapi dia juga sebagai object religius yang dinyatakan sebagai rahmatan lilamin. Inilah yang tidak pernah ada dalam system ekonomi social, kapitalis, komunis.. Yang pasti tidak ada satupun konsep ekonomi pemikiran manusia yang dapat mengalahkan konsep ekonomi yang dianjurkan oleh kitab mulia – AL Quran. Semoga kita termasuk orang yang mau berpikir dari rangkaian peristiwa yang sekarang dialami bangsa kita.
No comments:
Post a Comment