Graham F seorang ex CIA yang kemudian menjadi Analis bidang politik timur tengah mengatakan bahwa ISIS yang menciptakan adalah AS. Tetapi Professor Noam Chomsky punya pendapat lain. Tentu tidak tepat Pemerintah AS berada dibalik terbentuknya ISIS. Tetapi kalau AS di balik pemikiran terbentuknya ISIS itu ada benarnya. Ini bagian dari politik memecah belah umat islam. Itu yang dilakukan oleh direktur rekontrusi IRAK, Paul Bremer paska serangan AS ke Irak tahun 2003.
Paul Bremer sangat sadar bahwa kekuatan bangsa Irak adalah persatuan. Tadinya di Irak tidak ada kompik SARA. Semua aman aman saja. Kecuali kelompok separatis etnis Kurdi, yang kebetulan Islam Syiah. Tetapi walau Sadam itu bermahzab Sunni, dia tidak pernah meminggirkan kaum syiah di Irak. Oleh Paul Bremer, kerukunan beragama inilah yang dipecahnya dengan menghapus dialog antar golongan dan memperuncing perbedaan. Tentu dia menggunakan kelompok yang didukungnya untuk membenci kelompok lain. Sehingga kerukunan antar golongan yang berabad abad berlangsung, hancur sudah. Satu sama lain saling curiga.
Paul Bremer tentu punya dasar melaksanakan strategy itu. Sejarah mencatat ketergantungan Rezim Arab Saudi kepada AS dan Israel karena AS berhasil memberikan dukungan kepada Raja Arab melalui kaum Wahabi. Sejak saat itu yang berkuasa sesungguhnya adalah ulama Wahabi, dan Raja tersandera secara politik karena itu. Munculnya gerakan islam radikal di seluruh dunia yang dibiayai Raja atas saran Ulama sangat significant menyebarkan permusuhan antar sekte di Islam. Itulah sebabnya umat islam tidak pernah bisa bersatu dalam menyelesaikan masalah Arab-israel
Namun zaman berganti, situasi juga berubah. Sejak kejatuhan wallstreet tahun 2008, paradigma politik AS juga berubah. AS lebih focus kepada kepentingan domestik daripada jadi polisi dunia. Namun gerakan seperti Al Qaeda, yang kemudian beranak haram namanya ISIS sudah established. Mereka tidak hanya perang sekte tetapi sudah menyatakan perang kepada dunia dan ingin menguasai dunia melalui kekerasan. Mereka dibalik hancurnya Syriah, Yaman, Libia. AS sudah tidak lagi sepenuhnya bisa mengendalikan gerakan itu. Apalagi kerusuhan itu sudah bekulindan soal politik, bisnis dan konspirasi antar elite untuk berkuasa.
10 tahun setelah runtuhnya wallstreet, atau tahun 2018, Arab Saudi melakukan perubahan radikal. Ulama Wahabi yang keras , penyokong radikalisme ditangkapi dan dipenjara. Kebebasan mimbar agama dibatasi. Arab juga menyatakan perang kepada ISIS dan semua gerakan radikal. Perang terhadap teroris. Mengapa? Arab Saudi sadar setelah harga minyak jatuh, Timur Tengah engga lagi seksi. Para TNC yang selama ini memanjakan Saudi dan membiayai gerakan wahabisme, tidak lagi peduli kepada Arab Saudi yang sedang terluka karena defisit APBN yang terus membesar. Puncaknya adalah gagalnya Saudi Aramco listing di NY. Ini semakin membuat kecewa Arab.
Arab Saudi baru menyadari bahwa perpecahan dalam islam itu karena politik adu domba AS agar mereka lupa akan hak haknya terhadap SDA MIGAS dan selalu tergantung kepada AS. Seluruh negara di Timur Tengah sudah punya kesadaran yang sama dengan Arab Saudi. Berteman dengan siapapun lebih baik, tanpa harus di sekat oleh agama dan sekte. Tidak ada lagi keraguan berangkulan dengan China, ,Rusia dan israel. Anehnya manakala negara Arab sudah kembali kepada islam rahmatanlilalamin, tetapi di Indonesia sebagian umat islam justru berjalan mundur seperti Timur tengah sebelum tahun 2018. Bisa saja ini ada kaitanya dengan AS yang ingin memecah belah Indonesia agar lemah, dan SDA dengan mudah dikontrol TNC dari AS.
Persepsi yang berbeda.
Saya perhatikan terjadi perdebatan yang tidak sudah antara beberapa kelompok di masyarakat. Perdebatan itu berangkat dari cara berpikir yang berbeda. Sebetulnya tidak perlu dipermasalahkan kalau kita menyadari perbedaan itu sesuatu yang wajah. Tentu menjadi masalah serius kalau karena perbedaan itu menimbulkan kebencian dan permusuhan. Menimbulkan pemikiran radikal yang merasa paling benar dan yang lain pasti salah. Ini engga sehat. Makanya UU ITE tidak menyasar perbedaan pendapat dan kritik tapi punya istilah ujaran kebencian ( hate speech). Di dunia ini orang terbelah karena tiga hal cara berpikir yang berbeda.
Pertama. Pemikiran textbook atau tekstual, orang cederung berpikir konservatif. Apa yang ditulis buku dia percaya dan kreatifitas jadi berkurang. Di Indonesia pemikiran textbook ini paling banyak. Dalam beragama pemahamannya tergantung ulama, dan ulama tergantung buku bacaannya. Sementara bacaan buku ulama, itu bersumber dari ilmuwan islam yang juga cara berpikirnya textbook. Di dunia sekular juga sama. Skripsi akan bernilai hebat kalau banyak footnote dan referensi dari berbagai buku. Studi hebat terfocus kepada pemikiran textbook. Nah kalau kaum sekular dan agama berdialogh dengan cara berpikir textbook, ya sampai kapanpun tidak akan nyambung. Karena masing masing mereka sudah ada road block sendiri. Masing mereka mudah digiring kedalam isme dan aliran agama untuk tujuan politik. Sama sama radikal nya.
Kedua. Pemikiran rasional dan realitas, ini tidak banyak di Indonesia. Tapi umumnya pengusaha punya mindset seperti ini. Ya kalau mindset nya textbook, tentu gampang di begoin oleh orang lulusan universitas dan mudah bangkrut di tangan predator. Orang yang punya pemikiran rasional mudah diajak bicara. Pemikiran mereka terbuka. Tentu selagi dibicarakan itu masuk akal. Makanya orang berpikir rasional itu tidak disukai oleh orang yang berpikir textbook baik dari sisi agama maupun sekular. Golongan islam yang berpikir textbook, menganggap kaum rasional itu golongan islam liberal. Sementara bagi pemikir sekular textbook, juga menganggap hal yang sama, yaitu kelompok libertarian atau liberalisme.
Ketiga. Pemikiran intuisi, cara berpikir intuisi ini tidak banyak di Indonesia , mungkin termasuk langka. Karena mereka tidak lagi melhat textbook, tidak lagi mengandalkan akal tetapi sudah lebih kepada intuisi. Kemampuan memahami sesuatu tanpa melalui penalaran rasional dan intelektualitas, yang ditempa oleh pengalaman dan hati yang bersih. Orang yang berpikir dengan intuisi punya kekayaan spiritual yang tinggi. Tidak risau dengan cara orang berpikir textbook maupun dengan orang yang berpikir rasional. Umumnya orang yang berpikir intuisi ini sudah selesai dengan dirinya, seperti Jokowi.
Makanya ada istilah cebong dan kampret , kemudian ada lagi istilah kadal gurun, itu karena perbedaan pemikiran. Sama sama radikal. Keduanya sama saja, kalau kepepet akan mudah terpancing melakuan hate speech. Terserah anda mau berpikir dengan cara apa, tapi sebaiknya jangan berlebihan. Agar tidak jadi bigot. Dan bahagia pun dapat diraih dengan cara sederhana.