Friday, May 12, 2023

Membangun mental, bukan phisik.

 



1 Oktober 1949 berdirinya Republik Rakyat Tiongkok dibawah kendali satu pertai, yaitu Partai Komunis. Bapak pendiri Partai adalah Mao Ze Dong. Kini China sudah berkembang pesat. Tidak lagi inferior dihadapan Barat dan AS. Walau China tidak lagi sepenuhnya menerapkan Komunisme dalam konteks ekonomi tapi keberadaan Partai Komunis tetap tidak tergantikan, dan Bapak Mao tetap bapak bangsa bagi rakyat China. 


Pertanyaan besar adalah, apa sih jasa Mao sehingga begitu besar pengaruhnya dalam politik China? Kehebatan Mao adalah dia sukses melakukan revolusi dan mengganyang kontrarevolusioner. Revolusi apa ? ya revolusi mindset. Lebih dari ribuan tahun rakyat China itu terikat dengan feodalisme. Dinasti China  berdiri ratusan tahun berkat kesetian para bangsawan, yang terikat hubungan patron-clients dengan rakyat kelas jelata. Raja memberikan konsesi tanah dan kekuasaan kepada bangsawan, dan pada waktu bersamaan bangsawan menindas rakyat. 


Mao berkeyakinan bahwa tidak akan ada perubahan yang lebih baik kalau sistem hubungan patron-clients masyarakat feodali tidak diubah. Maka langkah awal kekuasaanya adalah melakukan perubahan itu lewat Reformasi Tanah Tiongkok melawan tuan tanah, Kampanye Penindasan Kontrarevolusioner , " Kampanye Tiga-anti dan Lima-anti. Perubahan ini memakan korban tidak sedikit. Seperti gerakan sufan dan Kapanye anti kanan yang memakan korban lebih setengah juta kaum intelektual, agamawan, bangsawan dibunuh. 


Setelah membersihkan penghalang perubahan, maka Mao mulai meletakan dasar dasar pembangunan ekonomi. Tahun 1958 dia meluncurkan program Lompatan Jauh ke Depan. Mao tidak segera membangun modal sosial negara industri, tapi lagi lagi perubahan mindset bertani. Itu dulu yang dia ubah. Petani harus ikut metodelogi industri. Engga bisa lagi dengan cara tradisional. 2/3 hasil produksi petani diambil negara. Dampaknya bagi petani yang tidak patuh terhadap program Mao, ya kelaparan. Diperkirakan 55 juta orang mati kelaparan. Karena yang 1/3 itu tidak cukup makan selama setahun.  Sementara yang ikut program Mao ya selamat. 


Apakah cukup? Tidak. Mao masih melihat tidak semua rakyat patuh terhadap sikap revolusionernya. Pada tahun 1963, Mao meluncurkan gerakan pendidikan sosialis. Dan ini kelak jadi dasar dia melakukan revolusi kebudayaan. Nah target terakhirnya bukan lagi rakyat jelata yang dipaksa berubah, tapi para elite politik dari tingkat terendah sampai tingkat puncak. Ini berlangsung 10 tahun. Selama 10 tahun itu, ada 3 juta elite politik yang masuk program brainwashing di kamp kerja paksa. Tapi banyak juga yang mati lewat pengadilan rakyat.


Apakah suksesi kepemimpinan diserahkan kepada teman dekatnya atau keluarganya atau istrinya ? Tidak. Sebelum Mao meninggal dia  sukses melakukan pembersihan dan sekaligus menunjuk Deng Xiaoping sebagai Perdana Menteri dan Ketua PKC. Padahal Deng Xiaoping termasuk elite partai yang kena program brainwashing, kerja paksa di pabrik bata selama revolusi kebudayaan. Mao meninggal pada usia 82 tahun. Deng masih mewarisi 1/2 kepengurusan Partai orang lama. Butuh bertahun tahun Deng untuk singkirkan mereka, agar jalan reformasi ekonomi bisa berlangsung mulus.


Saat Deng berkuasa tahun 1978 dia mewarisi kerja besar Mao yaitu lahirnya masyarakat baru China, yang berbeda dengan masyarakat tradisional ala dinasti dan kaum nasionalis. Mao benar benar membakar China lama jadi debu untuk lahir peradaban baru. Karenanya Deng tidak lagi ragu membuka China dari dunia luar. Dia yakin kekuatan modal mindset baru China akan mampu menghadapi pengaruh buruk dari luar terutama modal asing. 


Perubahan setelah 1978 sangat mendasar, yaitu memberikan karpet merah kepada investor asing lewat penyediaan infrastruktur ekonomi, dan serangkaian penyediaan modal sosial lewat deregulasi dan debirokratisasi. Mengubah mindset birokrasi menjadi meritokrasi. Modal asingpun masuk lewat PMA. China mulai menapak era industrialisasi dengan percaya diri. Program pembangunan lima tahunan, 25 tahunan ditetapkan. Dilaksanakan secara konsisten. Siapapun presiden yang berkuasa, terus melanjutkan program itu, dan tentu melakukan perbaikan terhadap penyimpangan yang terjadi, termasuk menghabisi kelompok yang membangkang.


Apa yang saya uraikan diatas, tak lebih cara konsisten China membangun mental rakyat. Jadi tidak berhenti setelah revolusi kebudayaan. Tetap terus diawasi mental rakyat itu. China berubah karena pengaruh dari luar tetapi pengaruh yang baik. Yang tidak baik, ya ditolak lewat aturan. 


***

Saya perhatikan argumen tentang Politik. Selalu tidak ada titik temu. Itu bukan kedua belah pihak tidak memahami argumen masing masing. Tetapi kurangnya pemahaman tentang literasi politk. Mereka berada di menara yang berbeda dengan sudut pandang yang juga berbeda. Padahal yang menjadi focus apapun politik tetap satu. Apa ? DUIT atau HEPENG. Yang menolak itu, saya pastikan dia hipokrit. Mengapa ? Pada dahulu kala, tidak ada kekuasan dalam arti teratur. Yang ada adalah ketua suku.  Karena sumber daya semakin terbatas dan orang ingin terus memuaskan dirinya. Perluasan wilayah tak bisa dihindari.


Orang pintar, perkasa jago kelahi tega membunuh, berkumpul menjadi gerombolan penakluk atas wilayah lain. Setelah penaklukan tercapai, kerajaan terbentuk. Untuk mengekalkan kekuasaan, komunitas orang pintar dan kesatria mendapat jatah tanah dan wilayah dari raja. Mereka disebut  kaum bangsawan. Mereka memperkerjakan orang lemah di lahannya untuk berproduksi. Hasilnya sebagian diserahkan kepada raja sebagai upeti. Maka lahirlah budaya feodal. Budaya feodal itu lahir pada abad ke 9. Belakangan para raja juga menjadikan kaum agamawan sebagai perekat emosi rakyat dengan raja. 


Dari budaya feodal inilah lahirlah politik kolonialisme. Orang Barat terutama, pergi ke seluruh dunia. Menjadi penakluk. Memperluas wilayah sebagai sumber daya mencapai kemakmuran. Setiap mereka datang kesatu wilayah. Ternyata di wilayah itu sudah  terbentuk tatanan budaya feodal. Melalui politik kolonialsme, mereka menaklukan raja dan menjadikan raja sebagai proxy lewat budaya foedalisme. 


Sehingga, kaum bangsawan disembah rakyat jelata, dan pada waktu bersamaan mereka menyembah raja. Sementara raja menghamba kepada penguasa kolonial. Diantara mereka saling sepakat untuk saling melindungi dari kemarahan rakyat. Politik sampai dengan abad ke 17, politik berputar putar sekitar kaum bangsawan, raja dan kolonial. Rebutan sumber daya. Rakyat hanya jadi korban saja. Abad ke 17 budaya feodal itu diperkuat oleh inggris dalam bentuk sistem Feodalisme. Lebih modern dalam bentuk hak akan property dan wilayah atau konsesi dari penguasa kepada kaum bangsawan.


Lama lama orang mulai merasakan bahwa sistem feodalisme itu dianggap berongkos mahal. Karena menjadi cetral penguasa sumberdaya. Perlu ada efisiensi.  Dipenghujung abad ke 18 lahirlah  paham kebangsaan ( nasionalisme) sebagai cara menerapkan sistem kapitalisme dalam mengelola sumberdaya. Hukum diatas penguasa. Nasionalisme itu bangkit awalnya pada Revolusi Amerika dan Perancis. Kemudian bernyebar ke Amerika Latin. Abad ke 19 menyebar ke Eropa Tengah, selanjut di Eropa Timur dan Tenggara. Berkembang di Asia dan Afrika pada awal abad ke-20. Itu menjadi kebangkitan paham nasionalisme.


Pada abad ke 19 bapak pendiri bangsa terjebak dalam arus perubahan zaman, khususnya paham kebangsaan. Indonesia harus merdeka agar sumber daya Indonesia tidak dikuasai asing. Tapi mereka lupa bahwa paham kebangsaan adalah feodalisme yang bermetamorfosa. Mengapa ? Nasionalisme perlu kapitalisme agar sumber daya menjadi open source. Maka lahirlah paham sosialis. Yang mengkoreksi paham kapitalisme. Namun masih juga dianggap tidak seratus persen lepas dari feodalisme. 


Namun mencapai tujuan sosialis  komunis tidak bisa dengan cara biasa. Harus lewat revolusi. Otomatis terjadilah benturan antara kaum sosialis komunis dan Nasionalis. Setelah perang dunia kedua. Terjadi perang dingin antara USSR ( plus China) vs AS ( Plus Eropa Barat). Terjadi perebutan pengaruh antara Komunis dan Kapitalisme. Perang dingin memungkinkan juga diterapkan cara kolonialisme. Namun dengan cara baru, atau neocolonialism. Lewat bantuan modal dan hutang. Di Indonesia sejarah membuktikan kaum sosialis komunis kalah. Yang menang kapitalisme.


Ketika kaum Sosialis kalah 1948 mereka berganti baju menjadi gerakan berorientasi agama, yaitu islam. Islam diseret dalam narasi perang berdasarkan Al Quran melawan pemerintahan yang sah. Sebetulnya itu adalah perang pemikiran sosialisme dan Kapitalisme.  Akhirnya tahun 1965 komunis kalah telak. Gerakan islam langsung bonsai. Yang jadi masalah adalah baik sosialisme maupun kapitalisme lahir dari paham nasionalisme, yang merupakan kelanjutan paham feodalisme. Hanya bedanya, sosialis komunis tujuanya adalah kekuasaan para kamerad ( para teman), Sementara kapitalisme, betujuan kepada kekuasaan pasar atau pemodal. Sama sama predator. Ujung ujungnya ya cuan.


Sampai disini paham ya. Mengapa China perlu revolusi kebudayaan. Mengapa kaum feodal harus dimusnahkan. Artinya yang jadi musuh itu bukan kapitalisme, atau komunisme atau nasionalisme atau agama, tetapi mental feodal. Jadi paham ya kalau Jokowi mendengungkan revolusi mental. Itu sama saja mengubah paradigma feodal menjadi masyarakat egaliter. Istana tidak  lagi sakral. Baju presiden  baju orang kebanyakan. Kalau ingin berubah, maka ubahlah mindset feodal anda. Istri cukup satu. Jangan ada selir. Itu aja dulu dilatih. Kalau itu bisa, yang lain akan mudah diubah.


***

Tahun 2021 hampir semua seleb di China kehilangan “like dan subscriber atas setiap tampilannya di media sosial. Mengapa? pemerintah buat aturan melarang berita tetang artis menyediakan pilihan “ like or subscribe.” Otomatis rating seleb tidak bisa diadakan lagi. Ini sebagai bagian dari kampanye menghapus budaya Fandom. Kalau mereka kerja sebagai artis atau penyanyi itu wajar saja mereka dapat uang, dan kaya.. Tetapi kalau cuman nama dijual lewat sosial media, acara sampah, mereka kaya karena like or subscribe, itu sudah jadi racun kebudayaan. Bisa merusak mental anak muda. Ini sama dengan neofeodal. Harus diganyang.


Memang sejak adanya dunia internet. Banyak sekali kegiatan yang kena ban pemerintah China. Kegiatan cari dana amal lewat sosial media. Mau ormas agama atau sosial. Engga ada urusan.  Dilarang keras. Apa pasal? karena pemerintah China anggap penggalangan dana sosial lewat sosial media itu lebih banyak buruk dampaknya bagi kesehatan mental rakyat. Makanya disana tidak ada seleb sosmed yang dapat duit dari like atau iklan. Termasuk dilarang buat konten hedonisme.


Bahkan pemerintah buat aturan agar provider ecommerce Ojol harus menjamin pendapatan driver diatas UMR. Termasuk harus tanggung biaya asuransi bagi driver. Karena pemerintah engga mau provider ecommerce kaya hanya modal tekhnologi, yang pada waktu bersamaan mengorbankan driver. Pemerintah juga menghapus rating terhadap para provider ecommerce. Karena itu bisa menipu bursa. Jadi apa yang diinginkan sebenarnya dengan adanya internet dan ecommerce? Untuk memudahkan berkomunikasi dan bertransaksi saja. Soal bisnis dibalik itu tetap harus mengikuti standar moral. Kerja  real ya pantas kaya. Engga bisa ongkang ongkang kaki modal cuap dan gaya, dapat uang. Itu mental feodal.


Kita selama ini percaya bahwa pembangun ekonomi berupa infrastruktur dan pabrik adalah prioritas. Padahal itu hanya bangunan phisik yang bisa dengan mudah hancur kalau mindset dan budaya feodal tidak dikikis. Selagi mindset feodal tetap ada, maka selama itupula pembangunan ekonomi akan menciptakan rente dan regulasi hanya melegitimasi kekuasaan untuk kepentingan oligarki atau para gerombolan elite yang menghisap darah rakyat jelata. Pada awal kekuasaan Jokowi saya sangat yakin akan ada perubahan yang lebih baik. Karena Jokowi tidak bicara ekonomi tetapi revolusi mental. Tapi berlalunya waktu, revolusi tidak terjadi. Mental kita semakin brengsek. Rusak mental rakyat, rusaklah peradaban. Tidak ada lagi harapan dan tidak ada lagi yang ditunggu kecuali kehancuran.


No comments:

HAK istri.

  Ada   ponakan yang islamnya “agak laen” dengan saya. Dia datang ke saya minta advice menceraikan istrinya ? Apakah istri kamu selingkuh da...