Ada teman memprovokasi saya untuk poligami. “ Daripada melacur, kan lebih baik poligami. Apalagi kalau istri tidak bisa lagi memuaskan. Al Quran memberikan ruang untuk boleh poligami. Itu kalau ALlah sudah bolehkan, tentu Allah sudah siapkan pertolongan. “ Katanya. Saya senyum saja. Saya melihat di sosmed sering betul seminar tentang poligami. Ongkos seminar engga murah. Pasti peminatnya banyak.
Dalam satu hal keliatannya anjuran poligami itu human being. Siapa sih mau terpasung sex nya dalam hidup ini. Apalagi hidup itu singkat. Sayang kalau harus dilalui dengan kekangan sex akibat pasangan tidak bisa lagi memuaskan.
“ Apakah kamu pernah ngobrol lebih dari sejam di tempat tidur bersama istri” Tanya saya kepada teman yang melakukan poligami.
“ Engga lah. Kalau ngobrol ya di meja. Ngapain di tempat tidur. Di tempat tidur itu sunah rasul. Salurkan nafsu” Katanya. Dari ungkapanya saya tahu. Dia menjadikan tempat tidur hanya tempat bersenggama. Maka dihadapannya istri memang pemuas nafsu dia saja. Jadi wajar saja kalau dia melakukan poligami.
Berbeda dengan saya. Kami justru ngobrol banyak hal di tempat tidur. Setiap pembicaraan itu terjadi sentuhan, kadang tertawa bersama. Itu sangat cair. Tidak ada batas. Walau usia menua stamina tidak seperti muda. Kehangatan di tempat tidur itu tidak pernah lekang.
Kalau ada godaan datang ya human being. Kadang terpikir juga mau poligami. Tetapi saya berpikir sendiri ” Apa mungkin saya dapatkan kehangatan di tempat tidur seperti yang saya rasakan dengan istri sekarang? Kehangatan itu tidak datang mendadak. Tetapi proses waktu yang panjang. Dan semakin lama semakin kami saling mengenal dan tentu pembicaraan diantara kami semakin nyaman. Sentuhan, tidak penting lagi. Kebersamaan itu yang tak ternilai nikmatnya. Lebih dari sex. Itulah bedanya manusia makhuk spiritual dengan hewan dalam hal hukum kausalitas
Perbedaan persepsi tentang poligami lebih kepada perbedaan terhadap kesetaraan gender. “ Saat ayat poligami turun, tujuannya untuk membatasi istri hanya empat, karena umum laki-laki di jazirah Arab waktu itu istri belasan. Seiring berjalannya waktu, saat risalah itu diterapkan di negara dengan kultur berbeda, aturan yang tadinya membatasi dianggap anjuran untuk menambah. Nah sampai di sini sudah menjadi terbalik-balik. “ Kata nitizen.
“ Kalau itu asbabunuzul nya, itu artinya islam tidak mengakui kesetaraan gender. Itu artinya tidak ada perubahan masuknya islam dengan era jahiliah. Padahal islam itu tujuannya adalah memperbaiki akhlak. Kalau perhatikan An-Nisa ayat 3, jelas islam mengakui kesetaraan gender. Karena kalimat terakhir ada "Tapi jika kamu tidak bisa berlaku adil, pilih satu saja". Itu kan bermakna kesetaraan gender. Kesetaraan kan bermakna keadilan. Mana ada pria bisa berlaku adil dan winta merasakan keadilan bila di poligami" Kata saya.
“ Kalau karena agama memaksa saya harus mengizinkan suami saya poligami, lebih baik saya tidak beragama. Lebih baik saya masuk neraka. Untuk apa masuk sorga, kalau Tuhannya sendiri tidak adil kepada mahluk ciptaannya. Itu pasti bukan Tuhan yang saya imanin. “ Kata Istri.
No comments:
Post a Comment