Saya diundang makan malam oleh Chaiman BUMN China di restoran yang ada di hotel bintang 3. Usai makan, dia ajak saya photo bersama dengan karyawati restoran. Usai photo dia kenalkan karyawati restoran itu “ Ini cucu saya.” Katanya. Saya sempat terkejut. Bagaimana mungkin chairman BUMN China yang besar assetnya berkali kali dari Bank BUMN di Indonesia tetapi cucunya jadi pelayan restoran. “ Ayahnya putra tertua saya. Dia bisnis di Beijing.” Lanjutnya.
Saya baca berita Warrent Baffet menyerahkan 99% assetnya kepada amal, tidak memberikan warisan kepada anaknya“ Mengapa tidak diberi warisan? Toh itu akan menjamin masa depan anak anak. “ Kata teman. Teman saya benar. Itu wajarlah. Kita punya budaya menumpuk harta agar bisa diwariskan kepada anak, bahkan kalau bisa tujuh keturunan.
Tetapi ada yang banyak orang lupa. Bahwa kita bisa memberi apa saja kepada anak, tetapi tidak bisa memberikan kebahagian. Kebahagian itu lahir dari proses waktu yang tidak ramah. Memberikan kemudahan, itu sama saja kita merampas berkah waktu yang Tuhan berikan kepada anak anak.
Saya pernah diminta oleh konglomerat agar membantu cucunya bertemu dengan banker di Hong kong. Cucunya anak muda. Usia mungkin 25 tahun. “ Apakah kamu bahagia dengan hidup kamu? Tanya saya ketika ngobrol santai di cafe.
“ Bahagia? Bahagia itu apa ?
“ Ya kamu merasa nyaman dengan hidup kamu?
“ Nyaman itu apa ? Katanya bingung.
“ Oklah apa yang kamu rasakan dengan hidup kamu sekarang?
“ Biasa saja. “
“ Biasa gimana?
“ Ya biasa saja. “ Tegasnya. Saya tidak ingin melanjutkan pembicaran itu. Bagaimana dia bisa paham bahagia, kalau seumur hidup dia tidak pernah menghadapi tantangan. Dengan sumber daya yang dimiliki keluarganya dia dengan mudah dapat mengakses apa yang dia suka.
Putra saya terjun ke bisnis tampa saya provokasi. Usahanya sempat berkembang baik sebelum COVID. Tetapi pada saat COVID, lambat laun usahanya meredup dan akhirnya bangkrut awal tahun 2021. Dia stress. Saya nasehati “ Kalau kamu meliat atlit itu sukses meraih medali emas. Dia menangis. Itulah puncak kebahagiaan. Karena proses mencapai puncak itu dia lalui dengan tidak mudah. Dia harus keras terhadap dirinya sendiri. Dia harus merasa berkali kali gagal dan jatuh sebelum akhirnya dia sukses. Nah apa yang luar biasa? berkah Waktu. Bukan suksesnya. Tetapi proses waktu mencapai sukses itulah berkah. Dari proses itu kita tahu arti kebahagiaan dan tentu tahu arti mencintai. “
Setiap dia bicara dengan keluhan. Selalu menyalahkan orang lain. Selalu merasa benar. Saya biarkan saja. Engga ada solusi dari saya. Akhirnya dia tidak ingin lagi bicara dengan saya. Lambat laun, dia belajar arti kejatuhan. Dia mulai memahami value spiritual. Dia tidak lagi kawatir akan keadaan. Ada semangat untuk bangkit lagi.
Akhirnya dia bicara dengan saya. Tidak lagi saya mendengar keluhan. “ Pah, iki ada proposal. Iki engga mau kerja dengan papa. Engga mau utang ke papa. Tapi papa jadi angel investor Iki aja. Kegagalan bisnis mengajarkan banyak hal. Terutama jadikan papa sebagai mentor itu pilihan tepat. Jadilah mentor Iki, Pa.” Dari kejatuhan itu dia paham arti rendah hati. Dan sayapun tidak ragu jadi angel investor dia. Mengapa? kelak kalau dia sukses dia akan tetap rendah hat
No comments:
Post a Comment