Sambil menanti waktu boarding saya minum kopi sambil merokok di ruang priority Pass Premier Lounge CX Bandara Soeta, didepan saya ada Polisi berseragam gagah. Di pundaknya ada bintang. Duduk di kiri kanannya ada ajudannya. Tak berapa lama ada bule mendekati sang Jenderal minta agar menggeser duduknya karena butuh colokan listrik untuk recharge smartphonen nya. Sang jenderal dengan ramah berdiri. Bukan hanya berdiri tapi membantu bule itu mencolokan kabel ke listrik. Saya takjub, diruang berkelas, masih ada kesederhanaan dan kerendahan hati. Walau ada bintang di pundak, ajudan dikiri kanan, tak menghalangi orang untuk mengnolkan dirinya dan berbagi. Saya takjub.
Ketika keluar ruangan untuk boarding, saya menganggukan kepala dan tersenyum kepada Jenderal itu. Apalah saya dibandingkna jenderal itu, yang mungkin pernah menyabung nyawa untuk tugasnya, atau bisa saja harus meninggalkan keluarganya untuk tugas yang tak pernah dia tanya mengapa. Bintang di pundaknya adalah repliksi pengorbanan sepanjang usia. Tapi dia malah berdiri menundukan tubuhnya kepada saya sebagai bantuk balasan rasa hormat saya. Saya melihat Jokowi membungkuk tubuhnya dihadapan Guru, dihadapan anggota Dewan yang terhormat usai berpidato. Saya bukan hanya takjub tapi lebih dari itu saya menaruh hormat, Bukan karena pangkat dan jabatan mereka tapi karena kerendahan hati.
Yochai Benkler, guru besar dari Yale itu, menulis The Wealth of Networks, menjelaskan tersirat bahwa kapitalisme menjadi kehilangan sisi kemanusiaan ketika sombong dan tinggi hati menciptakan kelas, bukan tempat berkelas atau kemewahan yang membedakan tapi sikap arogan itu penyebabnya orang berbeda. Tidak selalu pasar menguasai segalanya untuk laba. Facebook di buat tidak bertujuan laba, kecuali membangun jaringan sosial antara mahasiswa dan berbagi rasa satu sama lain. Richard Stallman menyediakan peranti lunak gratis bagi siapa saja. Beriburibu pengembang software pun bekerja sebagai sukarelawan bersamasama dan berhasil menciptakan GNU/Linux. Sebanyak 4,5 juta sukarelawan lain menciptakan sebuah superkomputer paling kuat di muka bumi, SETI@Home.
Dulu orang merasa bangga bila di rak bukunya ada buku ensiklopedia karena itu menunjukan dia punya kelas. Tapi kini Wikipedia, didirikan pada 2001, ensiklopedia lewat Internet ini kini sudah terbit dalam 266 bahasa, isinya ditulis oleh 75 ribu penyumbang aktif. Siapa saja sebenarnya dapat mengisi dan mengedit isinya—dan dengan demikian diasumsikan ada saling koreksi dalam proses berbagi informasi itu. Dalam komunitas yang terbentuk oleh Wikipedia ini—tiap bulan ia dikunjungi 65 juta orang. Sebuah dunia baru tengah mendesak dunia ensiklopedia berbayar. Kapitalisme adalah kekuatan pasar tapi pasar yang bersehaja yang tetap menganggap manusia itu equal, sombong itu burukl. Ada kerendahan hati yang membuat apapun sistem menjadi indah. Karena berbagi, itulah nilai kemanusiaan yang membuat hidup lapang.
Ketika akhirnya Mark Zuckerberg kaya raya karena jaringan sosialnya dihargai orang melalui bursa, Mark tetap menjadi kapitalis dengan sikap rendah hatinya tanpa ada simbol kemewahan sebagai miliarder. Jokowi terpilih sebagai presiden dari proses politik kapitalis dan mengontrol sumber daya raksasa republik ini namun tidak membuat dia merasa rendah bila harus rendah hati. Maka para pemikir agamais tak boleh mengatakan dengan geraham gemeretak bahwa kapitalisme adalah sistem yang menelan ”ruang kehidupan” tapi akhlak buruk lah yang merusak semua.
Ketika orang membenci Kapitalisme karena alasan dia tak ingin dibayar murah bekerja ala kadarnya, tidak mau kalah dalam kemiskinan karena modal yang berkuasa, namun pada waktu bersamaan dia jadi budak patron agama, bukan karena modal tapi untuk fantasinya. Bukan karena business class atau economy class tapi kesombongan beragama dan status sosial yang laku dijual untuk hidup senang dan membuat orang banyak patuh, disitulah sebenarnya kerakusan kapitalisme sedang dibangun diatas bani BOTOL
No comments:
Post a Comment