Friday, August 09, 2019

Kebebasan berpikir

Beberapa hari lalu BRIGADE MUSLIM INDONESIA melakukan tindakan sewenang-wenang dengan mendatangi Toko Buku Gramedia di Makassar langsung melakukan sweeping dan menyita buku-buku yang dituding mengajarkan Marxisme dan Leninisme. Tahun 2012 Front Pembela Islam (FPI) Kota Depok melakukan sweeping terhadap buku "5 Kota Paling. Berpengaruh di Dunia" karangan Douglas James Wilson. Hal ini mengingatkan sejarah ketika China semasa revolusi kebudayaan. Dimana semua buku berbau kapitalis ann agama di sita dan pemiliknya di seret ke kamp kerja paksa untuk di budayakan.
Tapi apakah China sekarang melarang buku Kapitalisme? tidak. Sejak reformasi ekonomi China, era Deng, kapitalisme diajarkan secara luas di sekolah ekonomi China. Tahun 1980an Mbah neoliberal, Milton Friedman pernah mengajar di kampus yang paling bergengsi dan tempat mencetak pemimpin di China. Bukan hanya buku kapitalisme bebas dipelajari tapi juga buku agama apapun bebas diperjual belikan dan dibaca. China tidak pernah menyensor buku agama sepanjang penulisnya adalah individu, bukan organisasi.
Saya pernah menghadiri seminar di Shanghai tentang power of spiritual. Disitu orang bebas berdiskusi soal politik identitas agama. Semua opini dan pemikiran soal politisasi agama dibicarakan secara terpelajar. Pembicarapun bukan hanya datang dari dalam negeri china tetapi juga dari beberapa pakar dari luar china. Saya sempat kawatir seminar itu akan dihentikan ditengah jalan ketika ada pembicara mengkritik sistem komunis China. Namun sampai usai seminar semua baik baik saja. Orang tanpa prasangka negatif berusaha memahami jalan pikiran orang lain.
Salah satu kehebatan Deng ketika mereformasi China, bukan hanya soal ekonomi tapi jauh yang lebih penting adalah kebebasan berpikir. Orang secara individu tidak ditangkap karena perbedaan pandangan dan pemikiran. Orang tidak ditangkap karena mempelajari paham atau idiologi selain Komunis. Mengapa ? Teman saya di CHina mengatakan” dalam hidup ini pada akhirnya, pikiran tinggalah pikiran namun perbuatan adalah segala galanya. Ketika anda berbuat maka anda berhadapan dengan UU dan Hukum negara, juga moral. Kalau melanggar maka anda akan dipidana. Orang terpelajar tahu bahwa Itu bukan berarti pemerintah tidak suka akan paham dan pemikiran anda, tetapi karena anda melakukan perbuatan yang melanggar Hukum. Walau pemikiran anda hebat namun hidup anda kere , itu bukan karena pemerintah tidak adil tetapi karena anda malas dan lemah berproduksi. Itu konsekwensi sebagai warga negara.”

Jadi, bijaklah. Kalau pikiran anda itu akan melanggar hukum bila dilaksanakan, sebaiknya diam saja dan tidak perlu dilaksanakan. Itu ciri orang terpelajar yang paham batasan dia sebagai warga negara. Namun sepanjang itu hanya sebatas pemikiran dan pengetahuan, anda mau bicara apapun itu hak anda. Tapi jangan memaksakan kehendak agar orang akan sama dengan anda. Jangan mengeluh karena itu apalagi mengadili orang yang berbeda dengan anda . Perbedaan pemikiran dan paham itu adalah fitrah, dan karena itu potensi manusia dapat tumbuh dan berkembang untuk lahirnya peradaban yang lebih maju dan bermartabat.

No comments:

Pria minang...

  Orang tua saya mengingatkan saya, “ Kalau hanya sekedar makan untuk mu dan keluargamu, monyet di hutan juga begitu.” Kata orang tua saya. ...