Sejak Krisis mortgage tahun 2008 sampai
hari ini AS tetap tidak bisa keluar dari krisis.Bahkan menempatkan AS dalam
krisis baru yaitu krisis hutang. Artinya berbagai upaya terbaik dari para
akademis terbaik lulusan universitas terbaik di AS telah gagal. Dampaknya dunia
berhadapan dengan ketidak pastian pertumbuhan ekonomi. Bayang bayang 2014 akan
terjadi krisis baru di kawasan emerging market seperti Indonesia dan lainnya
sudah nampak. Mengapa ? Saya teringat ungkapan dari Jeffrey T. Kuhner , ia adalah kolumnis dari The Washington Times, yang dalam kolom nya mengomentasi bahwa
krisis ekonomi terjadi karena krisis moral kepemimpinan di AS. Ini terjadi
disemua level kepemimpinan di AS. “ We are now facing more than just a
financial mess; almost every other major institution is under threat. The
political system is adrift; public schools are failing; the borders are porous;
the intelligence agencies are dysfunctional; the inner cities are infested with
drugs and gangs; the family is broken; and millions are fleeing their churches.
In most of our institutions there is poor leadership. A survey by Harvard's
Center for Public Leadership revealed 77 percent of Americans believe the
country faces a leadership crisis; this is prevalent across 12 different
institutions and leadership groupings. In the survey, Congress, the executive
branch, the business community and the media ranked in the lower echelons.
Democratic capitalism is based on widespread social trust - especially, trust
in leaders. Without this confidence, the whole system threatens to unravel. The
solution is not more government regulation; it is moral and spiritual renewal.
“
Jeffrey T. Kuhner adalah kolumnis yang disegani di AS.Ungkapan
tersebut diatas ingin menyadarkan public AS bahwa krisis terjadi harus disikapi
secara fundamental terhadap akar masalah. Dana talangan tidak akan menjamin
perbaikan ekonomi AS. Ini hanya mengobati rasa sakit tapi tidak menghilangkan
sumber penyakit. Biang penyakit sebenarnya adalah ada pada kemorosotan moral
para pemimpin AS. The solution is not more government regulation; it is moral
and spiritual renewal. Teman saya yang
bekerja sebagai fund manager di New York mengatakan bahwa Krisis ekonomi AS saat
ini lahir dari krisis spiritual. Sejarah modern AS dibangun di atas kebohongan yang mengatakan
bahwa kemakmuran, ketenaran, dan kecanduan belanja adalah rahasia menuju
kebahagiaan. Setiap hari media massa mengiklankan untuk orang menjadi rakus dan tamak. Tidak punya
uang ? ,canal berhutang disediakan dari Credit card yang sehari settle sampai
dengan kredit perumahan yang sehari juga settle.Semua rakyat terbiasa dan
akhirnya terlatih berhutang untuk mendapatkan kebahagiaan melalui
berkonsumsi. Pada waktu bersamaan para
pemimpin larut dengan cara yang sama yaitu menyelesaikan masalah anggaran dan
belanja melalui berhutang. Mereka bangun citra kepemimpinan melalui pertumbuhan
ekonomi lewat berhutang sampai pada
titik tidak lagi layak berhutang. Karena sudah diatas ambang kepatutan untuk
menerima hutang namun ini terus dipaksakan walau tidak rasional. Memang mereka
tidak peduli.
Berbad abad yang lalu ini sudah dikawatirkan oleh para filsup tentang munculnya krisis spiritual. Deskripsi Plato dalam Republik, yang menyebutkan bahwa ada tiga bagian dari jiwa manusia yaitu hasrat, akal, dan thymos/gairah. Ketiganya saling bertautan dan menjadi dasar dari segala tindakan, tetapi disitu Plato lebih menekankan pada implikasi dari hasrat. Jika kita kontekskan deskripsi Plato ini tepat untuk mengidentifikasi beberapa persoalan seperti halnya demoralisasi kepemimpinan di Indonesia, dimana para pemimpinnya seringkali memiliki ‘hasrat’ yang ‘luar biasa’, salah satunya dalam mengendalikan negara ini. Sejalan dengan deskripsi Plato, dalam Terminologi Kant menyebutkan bahwa fungsi akal budi dalam moralitas dipengaruhi, salah satunya, oleh konsepsi tentang kategori—atau disebutnya sebagai ‘motif memuaskan hasrat sebanyak mungkin’. Sama seperti penekanan Hegel tentang ‘hasrat pengakuan’, atau lebih jelasnya disebut Hume sebagai ‘budak nafsu’. Para pemikir sekular tahu percis bahwa ada yang cacat dalam sistem yang mereka tawarkan dan itu lebih kepada akhlak dari manusia itu sendiri. Islam datang bertujuan merubah akhlak manusia untuk menjadi pemimpin yang baik ,baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain. Namun entah kenapa keberadaan agama ini tidak diakui sebagai platform politik untuk memastikan manusia dan Agama tidak pernah terpisah dalam dimensi apapun. Mungkin karena tahu agama membuat jarak nafsu baik dan nafsu buruk, maka agama harus dihilangkan agar yang baik dan buruk bersatu untuk lahirnya isme abu abu, yang menipu dan menyesatkan. Ini yang membuat demoralisasi pemimpin terjadi...
Tahun 2014 ini keadaan
ekonomi akan sangat sulit. APBN 2014 telah mengalokasikan dana stimulus
seperti ketika tahun 2008. Jadi tingkat
kekawatiran krisis dalam negeri sudah pada titik siaga 5. Just the matter of time will come. Mengapa ? Percis yang terjadi di AS
seperti yang dikatakan oleh Jeffrey T. Kuhner , bahwa krisis itu terjadi karena krisis moral para
pemimpin disemua level. Menurut saya saat
sekarang Indonesia sedang disimpang
jalan, bahwa ternyata ada yang salah dengan ‘keimanan’ kita, dan disitu
tragis-bahkan ‘ayat-ayat’ yang dibacakan beribu kalipun ternyata sudah tidak
sanggup menghalau laju demoralisasi ini (bahkan ikut memproduksi). Disanalah ia
telah melegitimasi lahirnya generasi politik dan ‘negarawan labil’ yang tidak
lagi memiliki kearifan sebagaimana agama menuntun. Ini berarti kita semua
sedang mengalami transisi dalam demokrasi, yang mana telah memfasilitasi
bangkrutnya nilai nilai agama dan spiritual kebangsaan. Maka tepat kiranya
ungkapan bahwa “kita telah kehilangan banyak kepastian lama dan hanya memiliki
sedikit kemungkinan baru”. Saatnya perkuat spiritual kita terlebih dahulu agar
kita bisa memiliih pemimpin yang punya spiritual tinggi , yang tidak akan
menjadikan “uang melahirkan kekuasaan dan kekuasaan melipat gandakan uang,kecuali
pengabdian yang tulus untuk cinta dan kasih sayang.
No comments:
Post a Comment